1. Pengertian
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi dengan berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. (Ngastiyah; 1997)
Asma (dalam bahasa Yunani ἅσθμα, ásthma, "terengah") merupakan peradangan kronis yang umum terjadi pada saluran napas yang ditandai dengan gejala yang bervariasi dan berulang, penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel, dan spasme bronkus. Gejala umum meliputi mengi, batuk, dada terasa berat, dan sesak napas. Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh kombinasi faktor genetika dan lingkungan. Diagnosis biasanya didasarkan atas pola gejala, respons terhadap terapi pada kurun waktu tertentu, dan spirometri. Asma diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa sering gejala muncul, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran ekspirasi. Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau non-atopik (intrinsik) dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi perkembangan reaksi hipersensitivitas tipe 1
Asma (dalam bahasa Yunani ἅσθμα, ásthma, "terengah") merupakan peradangan kronis yang umum terjadi pada saluran napas yang ditandai dengan gejala yang bervariasi dan berulang, penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel, dan spasme bronkus. Gejala umum meliputi mengi, batuk, dada terasa berat, dan sesak napas. Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh kombinasi faktor genetika dan lingkungan. Diagnosis biasanya didasarkan atas pola gejala, respons terhadap terapi pada kurun waktu tertentu, dan spirometri. Asma diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa sering gejala muncul, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran ekspirasi. Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau non-atopik (intrinsik) dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi perkembangan reaksi hipersensitivitas tipe 1
2. Data Subyektif
- Sesak napas
- Batuk disertai sekret yang kental
- Cemas/ gelisah
- Hipoksia
- Dehidrasi
- Deafeiosis
- Nafsu makan akan menurun
3. Data Obyektif
- Cyanosis
- Perubahan tingkat kesadaran
- Nafas berbunyi (mengi, menurun/ tak terdengar)
- Nadi meningkat
- Frekuensi pernafasan meningkat
- Distensi vena leher
- Tekanan Darah meningkat
- Fatique, tachypneu, dyspneu
4. Diagnosa yang Mungkin Timbul
- Diagnosa I
Bersihan jalan napas tidak efektif / Perubahan pola napas / Kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan bronco spasme , oedema mukosa, penumpukan lendir.
- Diagnosa II
Anxiety ( cemas ) sehubungan dengan suffucation ( takut kematian ), lingkungan asing, tindakan/ prosedur, respirasi distress.
- Diagnosa III
Gangguan keseimbangan cairan ( defisit ) sehubungan dengan dyspnea peningkatan IWL , tachypnea, intake menurun (oral ).
5. Intervensi
- Diagnosa I
1. Monitor respirasi, denyut jantung, tekanan darah
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distres pernpasan dan/ atau kronisnya proses penyakit.
2. Auskultasi suara nafas dan observasi warna kulit tiap 15-03 menit, obsrvasi udsaha bernapas dan penyimpangan.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat / tak di manifestasikanadanya bunyi napas adventisius.
3. Kaji posisis yang lebih nyaman ( tidak harus di fiksasi, kemana anak nyaman itulah yang digunakan )
R/ Anak-anak akan mencari posisi yang menurutnya enak dan merasa aman sehingga dengan posisi tersebut kita dapat melakukan tindakan atau membuat liran udara lebih lancar.
4. Berikan obat sesuai hasil kolaborasi, monityor obat dan respon sampingannya ( Bronkodilator, steroid, antibiotik ).
R/ Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekwensi spasme jalan napas , inflamasi pernapasan dan dipsnea.
5. Pertahankan pattern garis IV untuk pengaturan bronkodilator untuk anak dengan kateter IV.
R/ Meningkatkan ventilasi dan membuang sekret dengan relaksasi otot halus / spasme bronkus.
6. Berikan O2 sesuai dengan permintaan ( jika anak mempunyai retensi O2 kronik, jangna melampaui 2 liter/menit gunakan nasal canule untuk O2 anak-anak / mist tesy untuk bayi.
R/ Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia. Pemberian yang berlebihan dapat mengiritasi jalan napas sehingga akan memperburuk keadaan.
7. Amati / pantau ABG dan daya kerja dari darah sebagaimana mestinya.
R/ Mengetahui kadar gas dalam darah arteri yang nantinya akan dialirkan keseluruh jaringan tubuh.
8. Ciptakan lingkungan yang tenang untuk mengurangi kecemasan pada anak.
R/ Kecemasan merupakan salah satu faktor yang akan memperburuk keadaan karena cemas akan menambah spasme dari pada jalan napas.
9. Sediakan peralaatan emmergency.
R/ Menanggulangi keadaan yang secara toiiba-tiba terjadi sehingga keadaan yang lebih buruk dapat dicegah.
10. Ketahui bahwa bayi harusd bernafas lewat hidung, lakukan suction pada hidung bila diperlukan.
R/ Memperlancar jalan napas sehingga kebutuhan tubuh akan O2 dapat terpenuhi.
- Diagnosa II
1. Hindari penutup wajah dengan masker / menempatkan pada daerah berkabut jika distres eksaserbasi
R/ anak akan merasa takut karena merasa asing dengan bentuk yang demikian.
2. Longgarkan pakaian yang ketat
R/. Mengurangi kepengapan sehingga anak akan merasa lebih bebas dalam melakukan aktifitas.
3. Hindarkan penggunaan sedativ
R/ Anak akan menjadi tidak ada gairah atau semangat dalam beraktifitas sehingga perasasan cemas akan semakin meningkat.
4. Tinggalah bersama anak, bicara dengan pelan, nada bicara bersemangat
R/ Anak akan merasa diperhatikan dan merasa mempunyai teman dalam hidup
5. Izinkan orang tua tinggal dengan anak, pastikan orang tua ikut dengan menjelaskan semua prosedur.
R/ Sparation anxiety tidak akan terjadi karena anak merasa tetap berada dalam lindungan orang yang dikenal.
6. Siapkan kesempatan aktifitas untuk anak melalui terapi bermain
R/ Anak akan tidak merasa kalau sedang dalam terapi penyembuhan
7. Orientasi waktu, tempat, dan status fisik, siapkan dengan jalan yang benar dengan menetapkan waktu kalender.
R/ Tindakan yang diberikan akan lebih terfokus dan lebih teratur.
8. Fasilitasi perkembangan keopercayaan sesuai dengan kenyataan.
R/ Menghindari mispersepsi dan ketidak percayaan anak terhadap petugas kesehatan, sehingga anak tidak akan menolak ketika dilakukan tindakan.
- Diagnosa III
1. Berikan infus IV sesuai kebutuhan rata-rata.
R/ Menghindari masukan ciran yang berlebihan sehingga gangguan keseimbangan cairan akan semakin meningkat.
2. Intruksikan pemberian cairan oral
R/ Pemberian cairan melalui oral adalah penting untuk menjaga kekurangan cairan dalam tubuh
3. Berikan cairan ( dalam makanan ) dalam porsi kecil dengan frekwensi sering.
R/ Modifikasi bentuk tindakan penting dalam mengatasi masalah yamg terjadi pada anak, yaitu menjaga keseimbangan caran dalam tubuh dengan memberikan secara bersama-sama dengan makanan.
4. Gunakan teknik bermain sesuai umur anak-anak dalam pemberian intake cairan
R/ Memodifikasi tindakan sehingga anak tidak menyadari kalau sedang menjalani terapi.
5. Monitor intake dan out put, membran mukosa, turgor kulit dan BJ urine serta serum elektrolit
R/ Mengidentifikasi keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dengan mengobservasi tanda –tanda kurang cairan., sehingga gangguan keseimbamgan cairan dapat dihindari.
6. Koreksi dehidrasi secara bertahap
R/ Menghindari adanya dehidrasi sehingga akan memepreburuk keadaan.
7. Timbang BB secara bertahap.
R/ Mengetahui perubahan tubuh anak akibat adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan kedua. EGC. Jakarta
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.
Riyawan.com
0 comments:
Posting Komentar