ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
ATRESIA ANI/ANUS IMPERFORATA
1.
Landaasan Teori
1.1
Pengertian :
1)
Atresia ani adalah struktur
anus yang terjadi ketika dua bagian usus gagal untuk bertemu in uteru atau bila
membran diantaranya tidak diabsorbsi.
2) Atresia ani adalah komplikasi
perkembangan embriotik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara
abodiminal (survadi, S.Kp, 2001 : 157).
3) Atresia ani adalah kelainan
congenital dimana tidak ada lubang tetap pada anus.
1.2
Etiologi
1)
Secara pasti belum diketahui
2)
Merupakan anomaly
gastrointestinal dan genitourinay.
1.3
Pembagian
Lodd dan Gross (1996) dikutip Ngastiyah (1997) membagi anus
imperforata dalam 4 golongan.
1.4
Klasifikasi
1.4.1
Tipe Rendah (Translevator)
1.4.2
Tipe Intermediet
Rectum sampai dipuborecctalis
(tali tidak melewati) bisa berakhir buntu atau mempunyai fistla antara rectum
dan bulbusurcctalis atau bagian atas vagina.
1.4.3
Tipe Tinggi
Pada tipe ini ujung distal bisa buntu
tapi sering berakhir dengan fistula kearah uretra atau vesika urinaria atau
bagian atas vagina.
1.5
Patifisiologi
1) Anus dan rectum, berkembang
dari embrionik bagian belakang, ujung ekor dari bagian belakang berkembang jadi
kloaka yang merupakan egenito urinary dan struktur anorectal.
2) Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorectal.
3) Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kotor antara 7 dan 10
minggu dalam perkembangan fotal.
4) Kegagalan migrasi dapat juga
karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada retra dan vagina.
5) Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstraksi.
1.6
Manifestasi Klinis
1)
Bayi muntah-muntah pada 24 – 48
jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium.
2)
Mekonium tidak keluar dalam 24
jam pertama setelah kelahiran
3)
Tidak dapat dilakukan
pengukuran suhu rectal
4)
Mekonium keluar melalui sebuah
fishila atau anus yang salah letaknya
5)
Distensi bertahap dan adanya
tanda-tanda obstraksi usus bila tidak ada fistula.
1.7
Komplikasi
1.7.1
Asidosis hiperkloremia
1.7.2
Infeksi saluran cerna yang
berkepanjangan
1.7.3
Kerusakan uretra (akibat
prosedur bedah)
1.7.4
Komplikasi jangka panjang :
1)
Eversi mukosa anal
2)
Stenosis (akibat kontraksi
jaringan parut dari anastomosis)
3)
Impaksi dan obstipasi (akibat
diatasnya anal atau impaksi)
4)
Masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training
5)
Inkortinensia (akibat stenosis
anal atau impaksi)
6)
Prolap mukosa anorektal
(menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
7)
Fistula kambuh karena (tegangan
diare pembedahan dan infeksi)
1.8
Pemeriksaan diagnostik
1)
Pemeriksaan rectal digital dan
visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2) Jika ada fistula, urine dapat
diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel cpithclial mekonium.
3) Pemeriksaan sinar X
lateralinversi (tehnik wangesteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara
dalam ujung rectum yang buntu pada atau didekati perineum, dapat menyesatkan
jika rectum penuh deretan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong
rectal.
4) Utrasound dapat digunakan untuk
menentukan letak kantong rectal
5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi
kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi.
Jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, detek tersebut
dianggap sebagai defek tingkat tinggi.
1.9
Penatalaksanaan
1.9.1
Medik
1) Eksisi membran anal
2) Fistula yaitu dengan mengunakan
kolostomi sementara (ransveskolostomi dan sigmoidostomi).
1.9.2
Keperawatan
1) Padsa semua kasus yang
memerlukan tindakan pembedahan sebelum tindakan itu bayi dipasang infus, sering
diisap cairan lambungnya dan dilakukan observasi TTV
2) Kepada orang tuanya perlu
diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebt diperbaiki
dengan jalan operasi.
3) Pada atresia ani perlu
diterangkan bahwa operasi akan berlangsung 2 tahap yaitu tahap pertama harus
dibuatkan anus dan setelah umur 3 bulan atau lebih dilakukan operasi tahapan
kedua.
4) Karena pada bayi dilakukan anus
buatan maka orang tua perlu memperhatikan kebersihan daerah tersebut untuk
mencegah terjadinya infeksi sebelum dipulangkan orang tua diberitahu bagaimana
cara merawat anus buatan tersebut.
5) Perlu diperhatikan kesehatan
bayi agar operasi tahap kedua dapat dilaksanakan tepat pada waktunya agar bayi
selalu dibawa konsultasi secara teratur.
2.
Landasan Asuhan Keperawatan
2.1
Pengkajian
2.1.1
Identitas Klien
1)
Terjadi pada bayi baru lahir
2)
Atresia ani imperforata terjadi
pada satu dari 1500 – 5000 kelahiran hidup.
3)
Anus imperforata sama banyaknya
baik pada laki-laki maupun perempuan.
2.1.2
Keluhan Utama
Mekonium tidak bisa keluar
2.1.3
Riwayat Penyakit Sekarang
Mekonium tidak bisa keluar dalam 24-48
jam pertama setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri
abdomen, disertai distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstraksi (bila
tidak ada fistula) atau hasil pemeriksaan, bayi baru lahir dengan test
anorectal tidak bisa masuk.
2.1.4
Riwayat Penyakit Dahulu
Antenatal care : faktor predisposisi :
kemungkinan ibu hamil pernah mengkonsumsi jamu dan obat-obatan.
2.1.5
Keluhan Nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan minum
asi dan pernah muntah berwarna hijau.
2.1.6
Kebutuhan Eliminasi
Mekonium tidak bisa keluar
2.1.7
Pemeriksaan
1)
Pemeriksaan Fisik
Bila pemeriksaan dilakukan
segera setelah bayi lahir secara spesifik dengan termometer tidak bisa masuk
rectal.
2)
Pemeriksaan lanjutan
(1)
Distensi abdomen, menonjol,
kembung, nyeri abdomen, masa pelvis teraba.
(2)
Anus, ujung rectum buntu, bila
anus terlihat normal penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perinium.
(3)
Vagina terdapat mekonium (pada
bayi dengan fistula urogenital).
2.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
pada klien dengan atresia ani adalah (Marlene Mayers, 1999 : 155)
2.2.1
Diagnosa keperawatan pre
operasi
1)
Resiko kekurangan volume cairan
b/d muntah
2)
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d muntah, puasa
3)
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d
kembung dan perut membuncit (distensi abdomen).
4)
Resiko aspirasi b/d muntah
5)
Kurangnya pengetahuan orang tua
b/d kurang informasi tentang penyakit
6)
Perubahan eliminasi BAB b/d
fecal tidak keluar (obstruksi).
2.2.2
Diagnosa keperawatan post
operasi
1)
Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas b/d post anastesi
2)
Resiko gangguan status nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, ketidak mampuan
mentoleransi peroral.
3)
Gangguan eliminasi b/d
perubahan defekasi melalui kolostomi
4)
Nyeri b/d insisi pembedahan
5)
Resiko gangguan intogritas
kulit b/d tindakan pembedahan, sering defekasi.
6)
Kurang pengetahuan b/d
kurangnya informasi tentang perawatan kolostomi dirumah.
2.3
Intervensi
2.3.1
Diagnosa Pre Operasi
1)
Diagnosa Keperawatan I
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh
terpenuhi
Kriteria hasil :
(1)
Tidak mengalami dehidrasi
(2)
UUB (< 2 tahun) datar
(3)
Mata tidak cowong
(4)
Bibir lembab
(5)
Turgor kembali dalam 1 detik
(6)
BB kembali seperti semula
(7)
Urine 1 – 2 cc/kg BB/hr
Intervensi :
(1)
Monitor tanda-tanda dehidrasi
R/Menunjuk status
dehidrasi atau kemungkinan untuk
peningkatan penggantian cairan.
(2)
Monitor cairan yang masuk dan
keluar
R/ Memberikan indikator langsung
keseimbangan cairan
(3)
Monitor BB
R/ Mengidentifikasi
status cairan serta memastikan kebutuhan metabolik
(4)
Berikan cairan sesuai kebutuhan
dan program terapi.
R/ Dapat diperlukan untuk mempertahakan
perfusi jaringan adekuat atau fungsi organ.
2)
Diagnosa Keperawatan II
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
(1)
Klien tidak mntah
(2)
Mengkonsumsi nutrisi sesuai
kebutuhan
(3)
Tidak terjadi penurunan BB
Intervensi
(1)
Berikan nutrisi parenteral
sesuai kebutuhan
R/ Menambah kebutuhan komponen yang
keluar dan mencegah status katabolisme.
(2)
Pantau pemasukan makanan selama
perawatan
R/ Memberikan kesempatan untuk
mengobservasi penyimpangan dari normal atau dasar pasien dan mempengaruhi
pilihan intervensi.
(3)
Timbang berat badan tiap hari
R/ Kehilangan atau peningkatan dini
menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defecit
nutrisi.
3)
Diagnosa Keperawatan III
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
(1)
Tidak kembung
(2)
Bising usus 5 35 x/menit
(3)
Tidak rewwl
Intervensi :
(1)
Pertahankan status puasa
R/ Menurunkan ketidak nyamanan pada
peristaltik usus dini dan iritasi gaster atau muntah.
(2)
Auskultasi bising usus, catat
bnyi tidak ada atau hiperaktif
R/ Menentukan kembalinya peristaltik
usus.
(3)
Ukur lingkar abdomen
R/ Memberi bukti kuantitas perubahan
distensi gaster atau usus dan atau akumulasi cairan.
2.3.2
Diagnosa Post Operasi
1)
Diagnosa Keperawatan I
Ketidak efektifan jalan nafas
b/d posi anastesi
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
(1)
Respirasi normal
(2)
Bunyi nafas bersih
(3)
Suara nafas vesikuler
Intervensi :
(1)
Pertahankan status puasa
R/ Istirahat usus menurunkan
peristaltik dimana menyebabkan malabsorbsi atau kehilangan nutrien.
(2)
Lakukan penghisapan lendir
dengan hati-hati
R/ Obstruksi jalan nafas dapat
terjadi karena adanya mukus atau sekret dalam tenggorokan atau trakea.
(3)
Berikan oksigen sesuai
kebutuhan à sesuai advise
R/ Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran gas.
(4)
Monitor sistem pernafasan tiap
jam
R/ Dilakuakn untuk memastikan
efektifitas perbatasan sehingga upaya memperbaikinyha dapat segera dilakukan.
(5)
Atur posisi tidur klien
R/ Sokong tangan atau bantal dan
lain-lain membant menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi
dada.
2)
Diagnosa Keperawatan II
Gangguan status ntrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak kuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
(1)
Dapat mentoleransi diit sesuai
kebuthan secara parenteral atau peroral.
Intervensi :
(1)
Berikan nutrisi parenteral
sesuai kebutuhan
R/ Menambah kebuthan komponen
yang keluar dan mencegah status katabolisme.
(2)
Observasi dan catat secara
adekuat intake dan output
R/ Pengamatan yang akurat dapat
menentukan tindakan selanjutnya terutama dalam penentuan diit yang disesuaikan
dengan kebutuhan.
(3)
Kaji dan catat tanda atau
gejala adanya perubahan nutrisi tiap 4 jam.
R/ Adanya tanda-tanda perubahan
nutrisi yang kurang menunjukkan intake yang tidak adekuat.
(4)
Timbang BB tiap hari
R/ Kehilangan atau peningkatan
dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit
cairan.
3)
Diagnosa Keperawatan III
Ganggan eliminasi b/d perubahan
defekasi melalui kolostomi.
Tujuan : Kebutuhan eliminasi
terpenuhi
Kriteria Hasil :
(1)
Mekonium atau feces bisa keluar
lewat anus buatan dengan lancar.
(2)
Konsistensi lembek.
Intervensi :
(1) Selidiki perlambatan awitan
atau tidak adanya kesuaraan auskultasi bising usus.
R/ Kolostomi atau dinamik apsca
operasi biasanya membaik dalam 48-71 jam perlambatan dapat menandakan ilcus
atau obstruksi statis menetap yang dapat terjadi pasca operasi karena edema.
(2) Informasikan pasien dengan
kolostom bahwa pada awalnya keluaran cairan cari.
R/ Usus halus mulai melakukan fungsi
absorbsiami.
(3) Tinjau ulang pola diit dan
jumlah nutrisi melalui parenteral menentukan keluaran mekonium.
R/ Masukan adekuat dan nutrisi
parenteral menentukan keluaran mekonium.
2.4
Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan
kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dengan lanjut untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal, pelakasanaan tindakan keperawatan pada
prinsipnya adalah :
1)
Mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2)
Mempertahankan kebutuhan
nutrisi tetap tercukupi
3)
Memenuhi kebutuhan rasa nyaman
4)
Mencegah terjadinya aspirasi
5)
Mengatasi masalah eliminasi BAB
6)
Mempertahankan ketidak efektifan
bersihan dan nafas.
7)
Meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang perawatan dirmah dan kebutuhan evaluasi.
2.5
Evalusi
Evaluasi merupakan tahap dimana proses
keperawatan menyangkut pengumpulan dan obyektif dan subyektif yang dapat
menunjang masalah apa yang terselesaikan apa yang perlu dikaji dan
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah tercapai
atau belum sebagian tercapai atau timbul masalah baru.
0 comments:
Posting Komentar