ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
BENIGN PROSTATic HYPERPLASIA
KONSEP DASAR Benign ProstatIC Hyperplasia
Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa
atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr
Soetomo, 1994 : 193).
Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign
Prostatic Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi
hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis
dan usia lanjut.
Karena
etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :
1.
Hipotesis Dihidrotestosteron
(DHT)
Peningkatan 5
alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.
Ketidak seimbangan estrogen –
testoteron
Dengan
meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan
testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
3.
Interaksi stroma - epitel
Peningkatan
epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming
gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.
Penurunan sel yang mati
Estrogen yang
meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5.
Teori stem cell
Sel stem yang
meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby,
1994 : 38).
Anatomi Dan
Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung
kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya
berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini
menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar
panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri
atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan
tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
Kelenjar prostat menghasilkan cairan
yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah
mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma.
Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan
prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis
akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30
% dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi
adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada
proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran
kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada
laki-laki usia lanjut.
Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur,
kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas
ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan
buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi
yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa :
Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan
difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai
keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat
Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna.
Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini
disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan
serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali
Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan
intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan
rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan
buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup
menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak
mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
Gejala Benign
Prostatic Hyperplasia
Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing
yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu
menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan
kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
e.
Rasa tidak puas setelah
berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin
buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi
lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada
siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu
kencing.
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam
4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1.
Derajat satu, keluhan
prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc,
pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2.
Derajat dua, keluhan miksi
terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi
(menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih
teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3.
Derajat tiga, gangguan lebih
berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc,
penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4.
Derajat empat, inkontinensia,
prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal,
hydroneprosis.
Pengkajian
Pre operatif Benigne Prostat Hyperplasia
Riwayat
Keperawatan
-
Suspect BPH ® umur > 60 tahun
-
Pola urinari : frekuensi,
nocturia, disuria.
-
Gejala obstruksi leher
buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala
pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
- BPH ® hematuri
Pemahaman
klien tentang kejadian
- Ahli bedah bertanggung jawab,
untuk menjelaskan sifat operasi, semua pilihan alternatif, hasil yang
diperkirakan dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Ahli bedah
mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk prosedur bedah dan satu untuk
anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang
informasi, lalu memberitahu ahli bedah apakah diperlukan informasi lebih banyak
(informed consent).
Kondisi akut dan kronis :
- Untuk mengkompensasi pengaruh
trauma bedah dan anestesi, tubuh manusia membutuhkan fungsi pernafasan,
sirkulasi, jantung, ginjal, hepar dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi
yang mengganggu fungsi sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM.
Anemia, sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu
faktor lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol
membuat klien lebih rentan terhadap komplikasi.
Pengalaman
bedah sebelumnya
- Perawat mengajukan pertanyaan
spesifik pada klien tentang pengalaman pembedahan masa lalu. Informasi yang
didapatkandigunakan untuk meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk
mencegah komplikasi serius.
Status
Nutrisi
- Status nutrisi klien
praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada trauma pembedahan dan
anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma atau bedah, tubuh
harus membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi diri dari infeksi.
Untuk membantu proses ini, klien harus meningkatkan masukan protein dan
karbohidrat dengan cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif,
hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan akibat
masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan kebutuhan
metabolik.
Status
cairan dan elektrolit
- Klien dengan gangguan
keseimbangan cairan dan elektolit cenderung mengalami shock, hipotensi,
hipoksia, dan disritmia, baik pada intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi
valume cairan merupakan akibat dari penurunan masukan cairan atau kehilangan
cairan abnormal.
Status emosi.
- Respon klien, keluarga dan
orang terdekat pada tindakan pembedahan yang direncanakan tergantung pada
pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem
pendukung.
- Kebanyakan klien dengan
pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan
tindakan operasi, nyeri, dan immobilitas.
1.
Pemeriksaan Fisik
· Perhatian khusus pada abdomen ;
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi
dari obstruksi yang lama.
· Distensi kandung kemih
· Inspeksi : Penonjolan pada
daerah supra pubik ® retensi
urine
· Palpasi : Akan terasa adanya
ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil ® retensi urine
· Perkusi : Redup ® residual urine
· Pemeriksaan penis : uretra
kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra/femosis.
· Pemeriksaan Rectal Toucher
(Colok Dubur) ® posisi knee chest
Syarat : buli-buli
kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan
konsistensi prostat
Menentukan
besar prostat
2.
Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan
Radiologi ditujukan untuk
a.
Menentukan volume Benign
Prostatic Hyperplasia
b.
Menentukan derajat disfungsi
buli-buli dan volume residual urine
c.
Mencari ada tidaknya kelainan
baik yang berhubungan dengan Benign Prostatic Hyperplasia atau tidak
Beberapa
Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel
buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif
menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding
Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
3.
Pemeriksaan Endoskopi.
4.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting
dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi
10 - 15 ml/detik ® border
line
< 10 ml/detik ®
obstruktif
5.
Pemeriksaan Laborat
· Urinalisis (test glukosa,
bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan
Urine Kultur)
Jika infeksi:pH
urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
·
RFT ® evaluasi fungsi renal
·
Serum Acid Phosphatase ® Prostat Malignancy.
Trauma bedah
yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada
klien, tergantung pada individu dan pengalaman masa lalu yang unik, pola
koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang
setiap tindakan bedah merupakan peristiwa besar dan mereka bereaksi dengan
takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
Pengertian
Keperawatan Pre operatif
Keperawatan
Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanggung jawab
keperawatan yang berhubungan dengan fase-fase preoperatif, intraoperatif,
pemulihan pascaanestesi dan pascabedah.
Sepanjang
periode perioperatif, perawat menerapkan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi fungsi positip, perubahan fungsi, dan potensial perubahan
fungsi pada klien. Adapun tanggung jawab keperawatan untuk masing-masing fase
berfokus pada masalah kesehatan spesifik aktual atau resiko.
Fokus
Asuhan Keperawatan Pada periode Pre operatif
1. Fase Preoperatif
a.
Pengkajian Preoperatif
b.
Penyuluhan Preoperatif
c.
Persiapan untuk pindah ke ruang
operasi
d.
Dukungan orang terdekat
2. Fase Intraoperatif
a.
Keamanan lingkungan
b.
Kontrol Asepsis
c.
Pemantauan fisiologis
d.
Dukungan psikologis
(prainduksi)
e.
Pemindahan ke ruang pemulihan
pascaanestesi
3. Fase Pemulihan Pascaanestesi
a.
Pemantauan fisiologis (jantung,
pernafasan, sirkulasi, ginjal dan neurologis)
b.
Dukungan psikologis
c.
Keamanan lingkungan
d.
Tindakan kenyamanan
e.
Stabilitas untuk pindah ke unit
atau bangsal
4. Fase Pascaoperatif
a.
Pemantauan fisiologis
b.
Dukungan psikologis Tindakan
kenyamanan
c.
Dukungan orang terdekat
d.
Keseimbangan fisiologis
(nutrisi, cairan dan eliminasi)
e.
Mobilisasi
f.
Penyembuhan luka
g.
Penyuluhan pulang.
Diagnosa
Keperawatan Pre Operasi
1.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi (retensio urine) baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi
akibat pembesaran prostat/dekompresi otot detrussor ditandai dengan urine
menetes, sering buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit tidak bisa
mengosongkan kandung kencing secara total, distensi kandung kencing.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi kandung kencing/kolik renal/infeksi
saluran kencing ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, perubahan
tonus otot, merintih kesakitan.
3. Cemas berhubungan dengan
rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan serta penurunan kemampuan
sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa takut
4. Dysfungsi sexual berhubungan
dengan obstrusi perkemihan.
5. Kurang pengetahuan tentang
sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik
berhubungan dengan kurangnya informasi /terbatasnya informasi/informasi yang
keliru ditandai dengan pasien sering bertanya, perintah yang tidak dituruti dan
perkembangan infeksi tidak dapat dicegah.
6. Gangguan pola tidur berhubungan
dengan sering miksi pada malam hari
7. Resiko injury dan resiko
infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama
Diagnosa
Keperawatan Post Operasi
1. Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi).
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat reseksi
3.
Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih
dapat kambuh lagi.
4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi
saluran kateter oleh bekuan darah/klot.
5. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh (Syndroma
TUR) berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan
retensi Urine.
Intervensi:
A Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi ® hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
1) Prostatic massage
2) Frekuensi
coitus meningkat
3) Masturbasi
2. Menghindari minum
banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic
mencegah oven distensi
kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat
penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin,
decongestan.
4. Observasi Watchfull
Waiting
Yaitu pengawasan
berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien
Indikasi
: BPH dengan IPPS Ringan
Baseline data normal
Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini
diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang
dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih
terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan
berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi
(rumput)
b) Serenoa repens (palem)
c) Curcubita pepo (waluh )
b. Pemberian obat Golongan
Supressor Androgen/anti androgen :
a) Inhibitor 5 alfa
reduktase
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan
Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika :
Prazosin, Alfulosin,
Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi
urine
a. Kateterisasi - Intermiten
Indwelling
b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy
7. Prostetron (Trans
Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)
B. Pembedahan
1.
Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 -
95 %
2.
Open Prostatectomy : 5
- 10 %
BPH yang besar
(50 - 100 gram) ® Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu
Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 -
1 % KAUSA :
Infark Miokatd
Septikemia
dengan Syok
Perdarahan
Massive
Kepuasan
Klien :
66 – 95 %
Indikasi
Pembedahan BPH
*
Retensi urine akut
*
Retensi urine kronis
*
Residual urine lebih dari 100
ml
*
BPH dengan penyulit
*
Hydroneprosis
*
Terbentuknya Batu Buli
*
Infeksi Saluran Kencing
Berulang
*
Hematuri berat/berulang
*
Hernia/hemoroid
*
Menurunnya Kualitas Hidup
*
Retensio Urine
*
Gangguan Fungsi Ginjal
#
Terapi medikamentosa tak
berhasil
#
Sindroma prostatisme yang
progresif
#
Flow metri yang menunjukkan
pola obstruktif
*
Flow. Max kurang dari 10 ml
*
Kurve berbentuk datar
*
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
·
IMA
·
CVA akut
Tujuan
:
·
Mengurangi gejala yang disertai
dengan obstruksi leher buli-buli
·
Memperbaiki kualitas hidup.
1)
Trans Uretral Reseksi
Prostat ® 90 - 95 %
Dilakukan bila
pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
·
Lebih aman pada klien yang
mengalami resiko tinggi pembedahan
·
Tak perlu insisi pembedahan
·
Hospitalisasi dan penyebuhan
pendek
Kerugian :
·
Jaringan prostat dapat tumbuh
kembali
·
Kemungkinan trauma urethra ® strictura urethra.
2)
Retropubic Atau
Extravesical Prostatectomy
- Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih.
3)
Perianal Prostatectomy
*
Pembesaran prostat disertai
batu buli-buli
*
Mengobati abces prostat yang
tak respon terhadap terapi conservatif
*
Memperbaiki komplikasi :
laserasi kapsul prostat
4)
Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy
Periode PRE OPERATIF CARE
Mengkaji
kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan
informasi yang akurat pada klien
·
Type pembedahan
·
Jenis anesthesi ® TUR – P, general / spina anesthesi
·
Cateter : folly cateter,
Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan
orerasi lainnya yaitu :
·
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL,
UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
·
Pemeriksaan EKG
·
Pemeriksaan Radiologi : BOF,
IVP, USG, APG.
·
Pemeriksaan Uroflowmetri ® Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
·
Pemasangan infus dan puasa
·
Pencukuran rambut pubis dan
lavemen.
·
Pemberian Anti Biotik
·
Surat Persetujuan Operasi
(Informed Concern).
Periode Intra Operatif CARE
Pengelolaan Keamanan:
a.
Jaminan penghitungan kasa,
jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk pemakaian.
b.
Mengatur posisi pasien
-
Posisi fungsional
-
Membuka daerah untuk operasi
-
Mempertahankan posisi selama
prosedur.
c.
Memasang alat grounding
d.
Menyiapkan bantuan fisik
Pemantauan fisiologis
a.
Mengkalkulasi pengaruh terhadap
pasien akibat kekurangan cairan
b.
Membandingkan data normal dan
abnormal dari cardiopulmonal.
c.
Melaporkan perubahan-perubahan
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah dan RR.)
Pemantauan psikologi sebelum induksi dan
bila pasien sadar
a.
Menyiapkan bantuan emosional
b.
Melanjutkan observasi status
emosional
c.
Mengkomunikasikan status
emosional pasien kepada anggota tim.
Manajemen Keperawatan
a.
Menyelamatkan keselamatan fisik
pasien.
b.
Mempertahankan aseptis pada
lingkungan yang terkendali
c.
Mengelola dengan efektif sumber
daya manusia.
Anggota Tim Fase intraoperatif
a.
Tim bedah utama steril
-
Ahli bedah utama
-
Asisten ahli bedah
-
Perawat instrumentator.
b.
Tim anestesi:
-
Ahli anestesi atau pelaksana
anestesi
-
Circulating nurse
-
Lain-lain (tehnisi, ahli
aptologi dll.)
Tugas perawat instrumentator
a.
Persiapan pengadaan bahan-bahan
dan alat steril yang diperlukan untuk operasi.
b.
Membantu ahli bedah dan asisten
bedah waktu melakukan prosedur
c.
Pendidikan bagi staf baru yang
berkualifikasi bedah
d.
Membantu jumlah kebutuhan
jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang diperlukan untuk prosedur, menurut
jumlah yang biasa digunakan. Untuk pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat
instrumen harus memiliki pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan
tangan dan ketangkasan, stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat
menghayati kecermatan dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan
pasien yang optimal.
Tugas Perawat Circulating
Perawat keliling memegang peranan dalam
keseluruhan pengelolaan ruang operasi, perawat ini dipercaya untuk koordinasi
semua aktivitas di dalam ruangan dan harus mengelola asuhan keperawatan yang
diperluikan pasien.
Periode Pemulihan Pasca Anestesi
Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua
fungsi utama sistem tubuh, tetapi kebanyakan klien mempunyai kemampuan
kompensasi untuk memulihkan homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih
tinggi untuk mengalami kompensasi tak efektif terhadap efek merugikan dari
pembedahan dan anestesi pada jantung, sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain.
Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang
muncul pada fase /periode pemulihan pasca anrestesi adalah :
a.
Resiko terhadap aspirasi yang
berhubungan dengan samnolen dan peningkatan sekresi sekunder terhadap intubasi.
b.
Ansietas yang berhubungan
dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada jaringan dan syaraf.
c.
Resiko terhadap cedera yang
berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap anestesia
d.
Resiko terhadap hipotermia yang
berhubungan dengan pemaparan pada suhu ruang operasi yang dingin.
Kriteria umum syarat pasien dipindahkan
dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit perawatan adalah sbb. :
a.
Kemampuan memutar kepala
b.
Ekstubasi dengan jalan nafas
bersih.
c.
Sadar, mudah terbangun.
d.
Tanda-tanda vital stabil
e.
Balutan kering dan utuh
f.
Haluaran urine sedikitnya 30
ml/jam.
g.
Drain, selang , jalur intravena
paten dan berfungsi.
h.
Persetujuan ahli anestesi untuk
pindah ke ruangan.
Periode POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama
seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan
kesadaran pasien :
1.
Airway : Bebaskan jalan fafas, Posisi kepala ekstensi
Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan, Observasi pernafasan
Cirkulasi : Mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi
urine
pada fase awal (6jam) paska operasi
harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil,
monitor/interval bisa 3 jam sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat
(kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya perdarahan ® segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun
(bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya
syndroma TUR ® segera
lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar
(menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah ® terjadi retensi urine dalam
buli-buli ® lapor
dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari
Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan
bila produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih.
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur
urine.
2.
Pemberian Anti Biotika
*
Antibiotika profilaksis,
diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya
diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
*
Antibiotik terapeutik,
diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif.
Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral.
Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah
septicemia.
3.
Perawatan Kateter
Kateter uretra
yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang
tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 –
40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine
dan cairan spoling).
Setelah 6 jam
pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah
satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak
boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat
pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha
bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra
bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari
prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada
kateter.
Bila terlambat
melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena
mengalami ischemia.
Tujuan pemberian
spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam
kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena
bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O
/ PZ
Kecepatan
irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan
warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap
jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas
pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat
atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab
terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1.
Terbentuknya bekuan darah
2.
Pengerokan prostat kurang
bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
A.
TUR – P
Setelah TUR – P
klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter
di tarik untuk membantu hemostasis
Intruksikan
klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi ® nyeri spasme
CBI (Continuous
Bladder Irigation) dengan normal salin ® mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter
diangkat 2 – 3 hari berikutnya
Ketika kateter
diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran ® normal
Post TUR – P :
urine bercampur bekuan darah, tissue debris ® meningkat ® intake
cairan minimal 3000 ml/hari ® membantu
menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.
B.
OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post
operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau
pergerakan
Monitor out put
urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial
bleeding ® urine kemerahan (saos) + clotting
Venous bleeding ® urine seperti anggur ® traction
kateter
Vetropubic
prostatectomy
Observasi :
drainage purulent, demam, nyeri meningkat ® deep wound infection, pelvic abcess
Suprapubic
prostatectomy
*
Perlu Continuous Bladder
Irigation via suprapubic ® klien
diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan
*
Kateter uretra diangkat hari 3
– 4 post op
* Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien
disuruh miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter
diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis
yang berhubungan dengan obstruksi urinari adalah :
1.
Mengatasi obstruksi urine tanpa
infeksi atau komplikasi yang permanen
2.
Tidak mengalami tekanan atau
nyeri berkepanjangan
3.
Mengungkapkan penurunan atau
tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4.
Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali
sebagaimana sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djanalaeoni H. (1977). Aseptik dan Antiseptik.
Volume 6. Ropanasuri.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. Seksi/Program Studi Urologi
Unair.
Riyawan.com Kumpulan Makalah Keperawatan dan Farmasi
Hardjowijoto S.
(1999) .Benigna
Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Long, Barbara C.
(1996). Perawatan
Medikal Bedah.
Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Puruhito. (1989). Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. FKUI. Jakarta.
Soesanto Wibowo,
Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.
Sumartono, M.,
Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral Pada Hyperplasia Benigna dari
Kelenjar Prostat.
Bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Riyawan.com Kumpulan Makalah Keperawatan
dan farmasi
TINJAUAN KASUS
I.
PENGKAJIAN
Waktu :
30 April 2002
Tempat :
Ruang OK GBPT Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya .
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.
Robertus Parno
Umur : 54
Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama :
Katolik.
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S 1
Alamat : Pemda II R
5 Kotaraja Jayapura Papua.
Tanggal MRS : 29 April 2002.
Cara Masuk : Lewat
Poliklinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Benigne Prostat
Hyperplasia Grade II
Alasan Dirawat : Akan dioperasi/tidak
dapat buang air kecil
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil
2.
RIWAYAT KEPERAWATAN
(NURSING HISTORY)
1) Riwayat Penyakit
Sekarang
Karena susah
buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu kemudian berobat ke poliklinik di
Rumah Sakit Jayapura, dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan pembesaran
prostat kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo Surabaya untuk
menunggu rencana operasi tanggal 30 April 2002.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sebelumnua
tidak pernah mengalami kelainan seperti yang dideritanya sekarang ini.
Hipertensi (+). DM (-), Sesak (-), Asma (-).
3) Riwayat Kesehatan
Keluarga
Klien mengatakan
bahwa tidak ada keluarganya yang mengalami penyakit seperti yang dideritanya
sekarang ini
4) Keadaan Kesehatan
Lingkungan
Klien mengatakan
bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih
5) Riwayat Kesehatan
Lainnya
Alat bantu yang
dipakai - Kaca mata
3.
OBSERVASI DAN
PEMERIKSAAN FISIK
1)
Keadaan Umum baik
2)
Tanda-tanda vital
Suhu : 36 0C
Nadi : 92 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Respirasi : 16 x/menit
3) Body Systems
(1)
Pernafasan (B 1 :
Breathing)
Frekuensi 16 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat
gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat keringat pada
dahi, hasil thorax foto : Tidak didapatkan kelainan (normal).
(2)
Cardiovascular (B 2 :
Bleeding)
Nadi 92 X/menit
kuat dan teratur, tekanan darah 130/90 mmHg, Suhu 36 0C, perfusi
hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada
Hasil ECG :
Tidak didapatkan kelainan (normal).
(3) Persyarafan (B 3 :
Brain)
Tingkat
kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal :
Orientasi baik (5)
Motorik :
Menurut perintah (6)
Compos Mentis :
Pasien sadar baik
(4) Perkemihan-Eliminasi Uri
(B.4 : Bladder)
Jumlah urine
2000 cc/24 jam, warna urine kuning pekat.
Genital Hygiene
cukup bersih.
Hasil BOF :
Tidak didapatkan kelainan (normal)..
(5)
Pencernaan-Eliminasi
Alvi (B 5 : Bowel)
Peristaltik
normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, klien buang air
besar 1 X/hari
(6)
Tulang-Otot-Integumen (B
6 : Bone)
Tidak terdapat
kontraktur maupun dikubitus
Hasil BOF :
Tidak didapatkan kelainan (normal).
Head To Toe
a.
Kepala : bentuk normal, ukuran normal, posisi simetris,
kulit kepala bersih
b.
Rambut : kebersihan cukup
c.
Mata : sklera tak icteric, konjunctiva tak anemis,
pupil isokor, refleks cahaya ada, tidak memakai alat bantu
d.
Hidung : tidak ada benda asing, tidak epistaksis, tidak
ada polip,
e.
Telinga : tidak ada kelainan.
f.
Mulut dan gigi : bibir kering, agak kering mukosa mulut
stomatatitis tidak, peradangan faring tidak
g.
Leher : Tak ada pembesaran kelenjar getah bening, tak
ada kaku kuduk
h.
Thorax : pernafasan dada, simetris, Ronchi & whezing
tidak ada
i.
Abdomen : asites tidak ada, umbilikus datar,
j.
Alat kelamin luar : bersih
k.
Anus : bersih, Bab. terakhir tgl. 30 –04-2002,
l.
Extremitas : atas dan bawah tak ada kelainan
m.
Integumen : keadaan kulit bersih, tonus baik,
turgor baik, akral hangat.
Pola
aktivitas sehari-hari
(1)
Pola Persepsi Dan Tata
Laksana Hidup Sehatan
Klien jarang
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, kecuali bila sangat terpaksa Klien
terbiasa meminum jamu-jamuan dan obat-obat tradisional.
(2)
Pola Nutrisi dan
Metabolisme
Klien dirumah
biasa makan 3 X/hari dengan lauk yang cukup.Klien tidak alergi makanan
tertentu. Saat ini klien selalu menghabiskan porsi makanan yang diberikan dan
minum air putih sekitar 2 – 3 liter perhari.
(3)
Pola Eliminasi
Klien buang air
besar 1 X/hari.
Klien buang air
kecil saat ini dengan menggunakan polly kateter, Jumlah urine 1200 cc/24 jam,
warna urine kuning pekat.
(4)
Pola tidur.dan Istirahat
Klien kurang
tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak terganggu dengan
kondisi ruang perawatan yang ramai.
(5)
Pola Aktivitas dan
latihan
Klien biasanya
bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit
sambil menunggu rencana operasi.
(6)
Pola Hubungan dan Peran
Hubungan dengan
keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab.
(7)
Pola Sensori dan
Kognitif
Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.
(8)
Pola Persepsi Dan Konsep
Diri
Klien mengalami
cemas karena Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.
(9)
Pola Seksual dan
Reproduksi
Selama dirawat
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping
Klien merasa
sedikit stress menghadapi tindakan operasi. karena kurangnya pengetahuan
tentang Type pembedahan dan Jenis anesthesi.
(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Terpasangnya
kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadahnya.
Personal
Higiene
Kebiasaan di
rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1 X/minggu.
Ketergantungan
Klien tidak
perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
Aspek
Psikologis
Klien terkesan
takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress menghadapi tindakan
operasi.
Aspek
Sosial/Interaksi
Hubungan dengan
keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia luar, kehilangan
pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya mahal.
Aspek
Spiritual
Klien dan
keluarganya sejak kecil memeluk agama katolik, ajaran agama dijalankan setiap
saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan agama
yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun oleh
masyarakat setempat.
Saat ini klien
merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya
3. DIAGNOSTIC TEST
Laboratoriun
Darah lengkap:
-
HCT : 40,6 (L
40 – 47 P 38 – 42)%
-
Hb :14,6 mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl)
-
LED : 29 – 52 (L
0 – 15/jam P 0 – 20/jam
-
Leukosit : 7.720 4000
– 11.000
Gula darah
-
Glukosa Puasa : 108 mg/dl (< 126
mg/dl)
-
Glukosa 2 jam pp : 128 mg/dl (< 140
mg/dl)
Faal Hati
-
Bilirubin Direk : 0,21 (< 0,25)
-
Bilirubin Total : 1,08 (< 1,00)
-
SGOT : 18,4 (L
< 37 P < 31) U/L
-
SGPT : 10,7 (L
< 40 P < 31) U/L
Faal Ginjal
-
Ureum/BUN : 8,8 mg/dl (10 – 45)
-
Serum Creatinin : 1,48 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
Elektrolit
-
Natrium : 137,8 mmol/l (135 – 145 mmol/l)
-
Kalium : 4,27 mmol/l (3,5 – 5,5 mmol/l)
Pengkajian Intra Operatif
Jenis Operasi : TUR P
Tanggal : 30 April 2002
Pre Medikasi
: Sudah diberikan: Morfin5 mg, Dormicum 2,5 mg, SA. 0,25 mgIM.
Jenis Anestesi : General Anestesi
Golongan Operasi
: Besar
Ronde : I
Urgensi Operasi
: Elektif
Waktu Operasi
:
Operator : Dr. Edy Yuli Riyawan
Persiapan Operasi
Linen Set, terdiri dari :
1.
Doek Besar berlubang : 1 buah
2.
Doek kecil : 6 buah
3.
Baju Operasi : 1 buah
4.
Sarung penutup meja instrumen : 1 buah.
Alat Operasi Set Dasar Endourologi, terdiri dari :
1.
Doek klem 2 buah
2.
Desinfeksi klem
3.
sarung tangan/Globe 2 pasang
4.
Mangkok kecil 2 buah, satu
untuk larutan desinfektan, mangkok yang kedua diisi larutan campuran lidocain
dan jelly.
5.
Kocker 1 buah untuk mengambil
chips di luar elik.
6.
Saringan air untuk menyaring
chips
7.
cairan irigan : aquades dan
glisin.
8.
Kasa secukupnya
9.
Spuit 20 cc/Syringe uretra.
10.
Katheter Three Way 24 F.
11.
Infus set (Blood Tranfustion
Set)
12.
Jelly steril
Penunjang yang lain
1.
Tempat sampah
2.
Tempat penampung air.
3.
Standart infus.
4.
Standart irigan.
5.
Diatermie elektrode.
Teknik Pelaksanaan Trans Urethral Resection
Prostatic :
1.
Pasang foto-foto pada light
box.
2.
Setelah dilakukan anestesi
regional atau general klien diletakkan dalam posisi lithotomi.
3.
Dilakukan desinfeksi dengan
povidone jodine di daerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha, perut
sebatas umbilikus.
4.
Persempit lapangan operasi
dengan memasang sarung kaki dan doek kecil di bawah scrotum, doek besar
berlubang sehingga penis dan perut kelihatan.
5.
Kabel fiber optik di pasang
pada cold light fountin standar dan slang irigasi pada resevoir/tabung air atau
pada glisin.
6.
Dilatasi uretra dengan bougie
roser dari 21 sampai 29 F.
7.
Seath 24 F atau 27 F dengan
obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.
8.
Evaluasi buli-buli apakah ada
tumor, batu dan vertikel buli.
9.
Working elemen ditarik keluar
untuk mengevaluasi prostat (panjangnya prostat yang menutupi uretra dan leher
buli).
10.
Selanjutnya dilakukan reseksi
prostat sambil merawat perdarahan.
11.
Waktu reseksi paling lama 60
menit (bila menggunakan irigan aquades). Dan waktu bisa lebih lama bila
menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR.
12.
Chips prostat dikeluarkan
dengan menggunakan elik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan
perawatan perdarahan.
13.
Kateter Tree Way disiapkan no
24 F tetapi sebelum dipasang balon kateter diisi air 30 – 40 cc untuk
mengetahui balon kateter bocor atau tidak.
14.
Setelah selesai kateter Tree
Way no 24 F terpasang, balon kateter diisi 30 sampai 40 cc kemudian dilakukan
traksi kateter pada paha klien dengan menggunakan plaster.
15.
Dipasang Spoel Natrium Klorida
(PZ) atau Aquades pada kateter Tree Way
dengan menggunakan slang infus (blood tranfution set) dan bag urine.
16.
Posisi klien dikembalikan pada
posisi semula (sebelum posisi lithotomi).
17.
Chips prostat ditimbang untuk
mengetahui berat prostat tersebut.
18.
Alat sistoskopi dan endourologi
dibereskan
19.
Klien dirapihkan, dipindahkan
ke ruang pemulihan anestesi.lantai III
Data tambahan lain: Klien puasa sudah
kurang lebih 9 jam, tanda-tanda vital pada monitor : RR.20X/menit, Nadi
104X/menit, tekanan darah. 110/80 mmHg, perdarahan selama operasi. 200CC.,
produksi urine: selama operasi 1300CC.
Analisa Data Intra Operatif
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : OK
No.
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
1
|
S. : tak terkaji, klien dalam pembiusan
O..: Klien dilakukan operasi menggunakan
instrumen dasar ditambah instrumen operasi TUR P
|
Tindakan
operasi
|
Membuka
jaringan
|
Menggunakan
alat-alat instrumen&perlengkapan lain
|
Resiko
tertinggal/cedera
|
Resiko terjadi cedera (corpus alienum)
|
2
|
S. Tak terkaji
O. : Perdarahan 200 CC, pasien puasa
kurang lebih 9 jam, Tekanan darah 110/80 mmHg.Nadi 104X/menit,RR 20X/menit
|
Perdarahan
selama operasi &puasa
|
Resiko kekurangan cairan
|
3.
|
S.: Tak terkaji
O.: Klien menggunakan alat diatermi di
pasang pada daerah betis.
|
Pemasangan
alat diatermi
|
Aliran
listrik
|
Permukaan
tubuh
|
Cedera
luka bakar
|
Resiko cedera luka bakar
|
4.
|
S. Tak terkaji
O.Narkose dihentikan Klien dilakukan
ekstubasi, terdapat banyak lendir.
|
Intubasi
|
Peningkatan
sekresi sekunder
|
Resiko aspirasi
|
Prioritas dan Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi cedera (corpus
alienum) berhubungan dengan penggunaan instrumen dan pelengkapan lain selama
operasi TUR P.
2. Resiko terjadi kekurangan
cairan berhubungan dengan pasien puasa kurang lebih 9 jam, perdarahan selama
operasi kurang lebih 200cc. Produksi urine 1300cc (selama operasi)
3. Resiko terjadi cedera luka bakar
berhubungan dengan penggunaan alat diatermi selama operasi TUR P.
4. Resiko terjadi aspirasi
berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder terhadap intubasi
Pengkajian
Pemulihan Pasca Anestesi
Nama
Klien : Tn. Robertus
Ruang :Pemulihan Anestesi/Jam ………..
Jam/tanggal : 30 April2002/…………
1. Keadaan
Umum ;
Klien dalam
keadaan lemah, kesadaran samnolen, GCS:3-4-6 sudah dilakukan ekstubasi di OK.
menggunakan oksigen 6l/menit, tidur terlentang dengan kepala ekstensi,
terpasang infus RL( sisa dari OK.), terpasang dower kateter.
2. Body
System:
a. Breathing :
Pernafasan
spontan, pergerakan dada simetris, tidak sianotik, RR:20X/menit(monitor ),
teratur, suara nafas bersih, tidak terdengar ronchi ataupun wheezing.
b. Kardiovaskuler
Bentuk
precordium simetris, bunyi jantungS1, dan S2 tunggal, reguler, tidak terdengar
bising jantung TD: 110/80mmHg., nadi 88X/menit,akral hangat
c. Persyarafan
Kesadaran
samnolen,GCS: 3-4-6, klien belum merasakan nyeri pada daerah operasi.
d. Eliminasi urine
Produksdi
urine 1350 CC ( . - . ),
e. Muskuloskeletal
Tangan kanan
terpasang infus, klien belum mampu bergerak atif, turgor baik
f. Sistem digestif
Bising usus
positip, klien masih puasa, bibir agak kering.
g. Integumen
Tidak terdapat
tanda perdarahan.
Analisa Data
No
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
1.
|
S, :Tidak terkaji.
O.
: Klien post operasi TUR P, dengan general anestesi( Pentotal, N2O, Halothan
dan Norcuron) kesadaran samnolen, GCS: 3-4-6, TD.110/80 mmHg. Nadi 88X/menit,
RR 20X/menit) nafas spontan.
|
.Efek
Genaral anestesi
|
Resiko
terhadap perubahan fungsi pernafasan dan sirkulasi..
|
Diagnosa
keperawatan
Resiko
terhadap perubahan fungsi pernafasan dan sirkulasi berhubungan dengan efek
general anestesi
0 comments:
Posting Komentar