ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN
BRONKOPNEUMONIA
1. LANDASAN TEORI
1.1
PENGERTIAN
1) Bronchopneumoni adalah salah
satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam
satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru
yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
2) Bronchopneumonia adalah penyebaran
daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm
mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W,
1995 : 710).
3) Menurut Whaley & Wong,
Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
4) Bronchopneumonia adalah suatu
peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli
terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak
konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder,
menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan
penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998).
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
5) Bronchopneumonia
adalah suatu peradangan pada paru dimana tidak saja jaringan paru tetapi juga
pada bronchioli yang disebabkan karena virus, bakteri,
mycoplasma, pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia holistic, dan sindrom loffer.
(Dr. Nursalam, 2005:113)
6) Pneumonia
adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang
perlu dipertimbangkan. Penyebab noninfeksi ini meliputi, tetapi tidak terbatas
pada aspirasi makanan dan atau asam lambung, benda asing hidrokarbon, dan bahan
lipid. Reaksi hipersensifitas dan pneumotis akibat obat atau radiasi (Nelson
Vol. 2, 2000:883)
1.2
ETIOLOGI
Penyebab dari bronkopneumonia
adalah:
1)
Bakteri,
seperti stapilococcus, streptococcus
2)
Virus, seperti virus influenza
3)
Jamur, seperti candida albicans
4)
Aspirasi karena makanan, benda
asing
Faktor lain yang mempengaruhi
timbulnya bronkopneumonia adalah penyakit menahun, trauma paru, berat badan
anak yang turun karena KKP.
1.3
KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia pada
anak-anak menurut etiologinya :
1) Infeksi-infeksi bakteri
1. Pneumokokus
2. Streptokokus
3. Stafilokokus
4. Haephilos Influensae
5. Pseudomonas aeruginosa
6. Basilus tuberkulosa
2) Infeksi-infeksi virus atau kemungkinan
oleh virus
1. Pneumonitis interstisial dan bronkeolitis
2. Pneumonial sel raksasa
3. Influensae
3) Infeksi-infeksi lain
1. Pneumonia pneumocystis carini
2. Demam Q
3. Pneumonia mycoplasma pneumoniae
4. Treponema palidum
5. Nokardiosis
6. Aktinomikotis
7. Khlamidia
8. Ornitosis
9. Psitakosis
4) Infeksi-infeksi mikosis / jamur
1. Aspergilosis
2. Koksidioidomikosis
3. Histoplasmosis
4. Blastomikosis
5. Mukormikosis
6. Sporotrikosis
7. Sakit guam
5) Aspirasi
1. Kandungan-kandungan amniotik (anotesia
janin)
2. Bahan makanan
3. Benda-benda asing
4. Seng strearat
5. Debu
6. Hidrokarbon-hidrokarbon
7. Zat-zat lipid
6) Sindroma loffler
7) Pneumonia Hipostatis
1.4
PATOGENESIS
Menurut Dra. Jumiarni Ilyas,
dkk,1993;105, perjalanan penyakit bronkopneumonia adalah:
1) Pada anak (usia lebih dari 1 tahun),yang
gizinya buruk, biasanya timbul karena komplikasi dari ISPA yang ditandai dengan
suhu tubuh meningkat, batuk hebat, sesak nafas, gelisah, sianosis, penurunan
kesadaran.
2) Pada bayi (kurang dari 1 minggu),
pneumonia timbul karena aspirasicairan ketuban atau sekret jalan lahir ibunya
sewaktu dilahirkan. Dicurigai bila bayi menjadi lemah, tidak mau minum, dan
sesak nafas.
1.5
PATOFISIOLOGI
Kuman yang masuk bersama sekret ke dalam
paru melalui saluran nafas dapat menyebabkan reaksi radang berupa sembab
seluruh alveoli yang terkena disusul infiltrasi sel radang mulai dari stadium
kongesti sampai dengan stadium resolusi. Gambaran dari stadium-stadium tersebut
adalah bakteri atau kuman yang masuk kedalam paru-paru melalui jalan
pernafasan.
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta didalam
alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi
padat, warna merah, tidak mengandung udara
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus tetap padat warna merah menjadi
pucat kelabu, permukaan alveoli suram diliputi fibrin dan leukosid terjadi
fagositosis dan kapiler tiada lagi kongesti.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang, makrofag bertambah dan
leukosid nekrose dan degenerasi lemah, fibrin direabsorbsi dan menghilang
1.6 GAMBARAN KLINIS
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, gambaran klinis
bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian
atas selama beberapa hari suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai
39-40o C dan disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakit, tapi setelah beberapa hari mula-mula kering
kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar
dibuat diagnosa dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas dangkal dan
cepat, pernafasan cuping hidung, dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat
diduga adanya bronchopneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas
daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan
sedang pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah, nyaraing halus atau
sedang. Bila sarang bronchopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronchi terdengar lagi.
1.6.1.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terdapat
terjadi yaitu emfiema, otitis media akut, atelekstatis, emfisema dan
meningitis. Komplikasi ini tidak terjadi bila diberikan
antibiotik secara tepat.
1.7
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.7.1
Foto thorax
Pada foto thorax pada
bronchopneumonia terdapat bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
1.7.2
Laboratorium
Menurut Ngastiyah,1997;41.
pemeriksaan lab pada kasus broncopneumonia meliputi :
- Gambaran darah tepi menunjukkan
leukositosis, dapat mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran
kekiri. Kuman dapat dibiakkan dari usapan tenggorok atau darah.
- Urine bisanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit thorax hialin.
- Analisa gas darah arteri terjadi asidosis
metabolic dengan atau tanpa retensi CO2 .
1.8
PROGNOSA
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, prognosa dari
kasus bronchopneumonia adalah dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
akurat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Bila pasien
disertai malnutrisi energi protein (KEP) dan pasien yang datang terlambat angka
mortaltasnya masih tinggi.
1.9
PENATALAKSANAAN
1.9.1
Medik
Pengobatan yang diberikan
berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal itu perlu waktu dan perlu
terapi secepatnya maka diberikan. :
1)
Peniccillin
50.000 U/kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50-70 mg/kg/BB/hari atau diberikan
antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampisillin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
2) Pemberian oksigen dan cairan intra vena
biasanya diberikan campuran glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % dalam perbandingan 3:1
ditambah larutan Kcl 10 mEq/500 ml/botol infus
3)
Karena
sebagian besar pasien berada dalam keadaan asidosis metabolic akibat kurang
makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai hasil analisa darah
arteri. Pada bronchopneumonia ringan tidak usah dirawat
di RS
1.9.2
Keperawatan
Sering kali pasien
bronchopneumonia yang dirawat di RS datang sudah dalam keadaan payah, dispnea,
pernafasan cuping hidung dan gelisah
Masalah yang perlu
diperhatikan adalah menjaga kelancaran pernafasan, kebutuhan istirahat,
kebutuhan nutrisi atau cairan, mengontrol suhu tubuh, mencegah komplikasi, dan
kurangnya pengetahuan orang tua terhadap penyakit.
2. LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
PENGKAJIAN
2.1.1
Identitas
klien
Terjadi terutama pada bayi
kurang dari 1 minggu dan anak kurang dari 1 tahun
Tempat tnggal keluarga yang
menyebabkan bronkopneumonia, misalnya sekitar pabrik atau llingkungan banyak
debu serta kebiasaan yang mendukung terjadinya penyakit
2.1.2
Keluhan utama
Sesak nafas
2.1.3
Riwayat penyakit sekarang
Didahului dengan infeksi traktus respiuratorius atas
selama beberapa hari, suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 39-40 o
C dan disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan
mulut, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
2.1.4
Riwayat penyakit dahulu
Infeksi saluran nafas bagian
atas yang dialami dapat disebabkan oleh bahan-bahan lain, misalnya aspirasi
minyak, mineral, inhalasi bahan
bakar organic (uap kimia), debu pabrik,
aspirasi cairan ketuban.
2.1.5
Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga menderita
penyakit paru-paru atau penyakit pernafasan lainnya keadaan ini dapat
memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut diuraikan.
2.1.6
Riwayat psikososial spiritual
Riwayat psiko merupakan respon anak terhadap penyakit
dan dampak dari hospitalisasi sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu takut
dan menangis bila didekati oleh orang yang tidak di kenal.
2.1.7
ADL ( Activity daily life )
1) Pola
nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan dan muntah
2) Pola
istirahat didapatkan kelemahan karena sesak dan suhu lebih tinggi sehingga
harus lebih banyak istirahat.
3) Pola
aktivitas terganggu karena sesak dengan adanya terapi istirahat di tempat
tidur, kelelahan akibat peningkatan upaya bernafas.
4) Pola
eliminasi kadang-kadang diare sedangkan pada eliminasi urine tidak ada
gangguan. Kecuali jika panas tinggi kemungkinan output urine tinggi.
5) Pola
personal higiene pemenuhannya dengan bantuan keluarga karena klienharus beristirahat
dan beraktivitas terbatas.
2.1.8
Pemeriksaan
Pemeriksaan dimulai dari kepala
sampai kaki dan pada pasien bronchopneumonia adalah senbagai berikut :
(1)
Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis sampai koma, keadaan umum lemah
dan gelisah, suhu tubuh 39-40 o C, nadi cepat dan lemah, respirasi
cepat dan dangkal, BB sesuai dengan umur.
(2)
Pemeriksaan fisik
-
Kepala dan leher pemeriksaannya
meliputi keadaan kepala, rambut, mata, hidung terdapat kesukaran bernafas,
pernafasan cuping hidung, sianosis di sekitar mulut, pada leher terdapat
gerakan supra sternal.
- Dada didapatkan perkusi redup, adanya
suara nafas tambahan, ronchi halus pada sisi yang sakit tetapi temuan ini
jarang ditemukan pada anak yang besar. Pada sisi paru-paru yang berlawanan
suara pernafasan mungkin berlebihan, retraksi pada tulang supra klavikula,
ruang intercostae dari subsostae, tachipnea serta tachicardi serta adanya
getaran yang berlebihan pada palpasi.
- Abdomen distensi, menonjal, distensi
lambung, akibat udara yang tertekan. Hati mungkin lebih membesar akibat
pergeseran dari diafragma kebawah kalau ada gagal jantung kongesti yang
menyertai.
(3)
Pemeriksaan penunjang
Menurut Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat
didapatkan leukosit meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine
biasanya lebih tua dan terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah
tepi menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus.
2.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkn timbul
pada klien dengan bronchopneumonia adalah
(1)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas; perubahan pola nafas; kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan produksi mucus kental pada paru dan ketidak efektifan batuk.
(2)
Hipertermi
berhubungan dengan adanya bakteri dan infasi virus
(3)
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran oksigen
(4) Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas
(5) Kurangnya
pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses
penyakit dan perawatan dirumah
2.3
INTERVENSI
2.3.1
Dx I : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas;
perubahan pola nafas; kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi
mucus kental pada paru dan ketidakefektifan batuk
Tujuan :
Bersihan jalan nafas, pola nafas, dan pertukaran gas efektif dengan criteria pernafasan spontan, suara
nafas vesikuler,frekwensi pernafasan normal (30-60 x/menit pada bayi dan 15-30
x pada anak), tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan, analia gas darah
normal (Pa O2 80-100 dan Pa CO2 35-45).
Intervensi:
(1)
Lakukan auskultasi suara 2 –4
jam
R/ Mengetahui obstruksi pada
saluran nafas dan manifestasinya pada suara nafas
(2) Berikan posisi kepala lebih tinggi dari
posisi badan dan kaki.
R/ Penurunan diagfragma dapat
membantu ekspansi paru maksimal
(3) Latih dan anjurkan klien untuk batuk
efektif
R/ Batuk merupakan mekanisme
alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas dengan baik dan
benar.
(4) Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2
jam.
R/ Posisi klien yang tetap
secara terus-menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus
yang berada di bagian bawah.
(5)
Lakukan suction bila perlu.
R/ Peningkatan mucus/lendir di saluran nafas
dapat menyumbat jalan nafas.
(6)
Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan .
(7)
Lakukan kolaborasi pemberian
oksigen
R/ Kebutuhan oksigen yang
masuk ketubuh dapat dibantu dengan tambahan yang diberikan
(8) Lakukan pemijatan dinding dada serta
pemberian nebulizer, hati-hati pada anak yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi
R/ Getaran dan pemijatan
membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding saluran nafas, nebulizer
merangsang batuk efektif klien.
(9) Pemberian obat ekspektoran, bronkodilator,
mukolitik, dan pemeriksaan penunjang.
R/ Pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah
keluar akan memudahkan klien bernafas, deteksi sejauh mana kebutuhan oksigen dapat diberikan dengan
pemeriksaan penunjang .
2.3.2
Dx II :
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya bakteri dan invasi virus
Tujuan :
Suhu tubuh dan tanda vital klien dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh
normal 365 0 – 375 0
C (bayi), 36 0 – 37 0
C (anak), nadi normal 120 – 140 x / mnt (bayi), 100 – 120 x/mnt (anak) dan
respirasi normal 30 – 60 x/mnt (bayi), 30 – 40 x/mnt (anak)
Intervensi
(1)
Monitor suhu tubuh tiap 2 – 4
jam
R/ Perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya
infeksi
(2)
Berikan kompres hangat
R/ Kompres hangat menurunkan
panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan objek.
(3) Berikan antipiretik analgetik sesuai
program dokter.
R/
Menurunkan panas di pusat hipotalamus.
2.3.3 Dx II :
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara pemasukan dan pengeluaran oksigen.
Tujuan :
Klien mampu meningkatkan aktifitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan
aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi
(1) Rencanakan periode istirahat sering pada
klien untuk penghematan energi
R/ Istirahat yang cukup dapat
mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan mencegah pengeluaran yang
berlebihan.
(2) Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa
stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat
memberikan rasa nyaman pada klien.
(3) Ubah posisi secara bertahap dan tingkatan
aktivitas sesuai toleransi
R/ Membantu mobilisasi secara
bertahap
(4) Sertakan orang tua dalam meningkatkan
kebutuhan istirahat
R/
Istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.
2.3.4 Dx IV :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam. Kehilangan cairan berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas
Tujuan : Volume cairan tubuh
seimbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan cairan terpenuhi,
urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi
(1) Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan
melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan
mencegah statis cairan tubuh
(2) Libatkan orang tua dalam menemukan cara
untuk memenuhi kebutuhan cairan.
R/ Anak mudah dibujuk oleh orang tuanya
dalam memenuhi kebutuhan cairannya
(3)
Monitor pengeluaran urine tiap
8 jam
R/ Mengetahui perbandingan antara
pemasukan dan pengeluaran cairan.
(4) Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ Memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit.
(5)
Kolaborasi tentang pemberian
antipiretik
R/ Mencegah timbulnya demam.
2.3.5 Dx V:
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan:
Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan
pencegahan penyakit dengan kriteria klien / orang tua menunjukkan pemahaman
mengenai intruksi evaluasi dan mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat,
cairan, diet, dan perawatan evaluasi.
Intervensi
(1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang
perlunya istirahat
R/
Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
(2) Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan.
R/ Diet bergizi dapat menimbulkan
kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
(3) Diskusikan tanda dan gejala distress
pernafasan
R/ Keluarga
mengetahui lebih dini gejala distress pernafasan
(4) Jelaskan orang tua prosedur drainase
postural dan perkusi.
R/ Keluarga dapat melakukannya
(5) Berikan penjelasan pada keluarga tentang
komplikasi.
R/ Mengetahui secara adanya
komplikasi sehingga dapat dilakukan segera tindakan pencegahan.
(6) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
keperawatan yang akan dilakukan
R/ Menghindari kesalahpahaman
dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
(7) Ajarkan nama antibiotik dan anti piretik,
dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek sampingnya pada keluarga
R/ Keluarga dapat memberikan obat yang tepat
sesuai kondisi klien.
2.4
IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan
yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap
perencanaan.
2.5 EVALUASI
Evaluasi
merupakan tahap dimana proses keperawatan menangkut pengumpulan data objektif
dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang terselesaikan, apa yang
perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah
baru.
1 PEMBERIAN
NEBULIZER
1.1 Pengertian
Suatu tindakan keperawatan dengan memberikan tindakan penguapan agar
lendir lebih encer sehingga lendir lebih mudah dihisap
1.2 Tujuan
Memberikan tindakan penguapan agar lebih encer
atau untuk pengobatan
1.3 Manfaat
1)
Mengencerkan lendir
2)
Mengurangi distress nafas
1.4 Indikasi
1) Penderita tidak dapat mengeluarkan secret
secara fisiologis
2)
Penderita dengan depresi
pernafasan
3)
Penderita sesak dengan
penumpukan sekret
1.5 Persiapan
1.5.1 Persiapan alat
1)
PZ 0,9 %
2)
Obat bronkodilator kalau perlu
3)
Nebulizer dengan berbagai
bentuk
4)
Sarung tangan steril
5)
Kain penutup mata
1.5.2 Persiapan pasien
Inform consern
1.6 Pelaksanaan
1)
Cuci tangan
2) Memberikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentangprosedur nebulizer
3)
Memakai sarung tangan
4)
Posisikan klien sesuai dengan
kebutuhan
5) Melakukan penguapan selama 10-15 menit di
saluran jalan nafas
6) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
2
MENGHISAP LENDIR (SUCTION)
2.1
Pengertian
Melaksanakan pembersihan saluran pernafasan lebih
kedalam dengan menggunakan alat penghisap lendir (sekresi) baik melalui hidung,
mulut, maupun trakea
2.2
Tujuan
Saluran pernafasan bebas dari sumbatan semua
kotoran atau lendir sehingga pasien dapat bernafas secara normal
2.3
Indikasi
1)
Klien dengan retensi sputum
2) Klien dengan respirator atau endotrakeal
tube
3)
Klien dengan trakeostomi
2.4
Kontra indikasi
1)
Klien dengan TIK meningkat
2)
Klien dengan odema paru
2.5
Persiapan
2.5.1 Persiapan alat
1)
Mesin penghisap lendir
2)
Selang penghisap lendir
·
Neonatus 6-8 Fr
·
Bayi sampai 6 bulan 6-8 Fr
·
18 bulan 8-10 Fr
·
24 bulan 10 Fr
·
2-4 tahun 10-12 Fr
·
4-7 tahun 12 Fr
·
7-10 tahun 12 Fr
·
10-12 tahun 14 Fr
·
Dewasa 12-16 Fr
3) Air steril dan PZ dalam tempatnya
4)
Pinset anatomi untuk memegang
selang
5) Spatel atau sudip lidah yang terbungkus
kasa
6)
Sarung tangan
7)
Pengalas
2.5.2 Persiapan pasien
1) Bila sadar dan reflek gag berfungsi,
baringkan klien pada posisi semi fowler dengan kepala miring ke satu sisi untuk
penghisapan oral. Baringkan klien pada posisi fowler dengan leher ekstensi
untuk penghisapan nasal
2) Bila tidak sadar, baringkan klien dengan
posisi lateral menghadap pada anda untuk penghisapan oral atau nasal
2.6
Pelaksanaan
2.6.1 Siapkan
peralatan di samping tempat tidur
2.6.2 Cuci tangan
2.6.3 Berikan penjelasan pada klien dan
keluarganya
2.6.4 Tempatkan handuk pada bantal atau di bawah
dagu klien
2.6.5 Berikan oksigen terlebih dahulu sebelum
dilakukan suction
2.6.6 Tuangkan air steril atau normal salin ke
dalam wadah yang steril
2.6.7 Gunakan tangan yang telah memakai sarung
tangan, sambungkan kateter ke mesin penghisap
2.6.8 Basahi ujung keteter dengan larutan
steril, pasang penghisap dengan ujungnya terletak dalam larutan
2.6.9
Penghisapan :
1)
Orofaringeal:
Dengan perlahan masukkan
kateter ke dalam mulut klien dan arahkan ke orofaring. Jangan lakukan
penghisapan selama pemasangan
Nasofaringeal:
Dengan perlahan masukkan
kateter ke salah satu lubang hidung. Arahkan ke arah medial sepanjang dasar
rongga hidung. Jangan dorong paksa kateter, dan jangan lakukan penghisapan
selama pemasangan.
2) Sumber
port penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat anda
menariknya. Keseluruhan prosedur tidak boleh lebih dari
15 detik.
3) Bilas kateter denagn larutan steril dengan
meletakkannya dalam larutan dan lakukan penghisapan
4) Bila klien tidak mengalami distress
pernafasan, biarkan istirahat 20-30 detik sebelum memasukkan ulang kateter
5) Bila klien mampu minta klien untuk
bernafas dalam dan batuk diantara penghisapan
6) Hisap secret pada mulut atau di bawah
lidah setelah penghisapan orofaring atau nasofaring
7) Buang kateter dengan membungkusnya dalam
tangan anda yang menggunakan sarung tangan dan lepaskan sarung tangan untuk
membungkus kateter
8) Cuci tangan
9)
Catat jumlah, konsistensi,
warna, dan bau secret serta respon klien terhadap prosedur
1
Pengertian
Fisioterapi nafas adalah suatu usaha untuk mengeluarkan secret dari
dalam paru-paru atau trakea untuk mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan
2
Tujuan
1)
Untuk mempertahankan,
memperbaiki, dan mencapai keefektifan dari seluruh bagian paru-paru, termasuk
relaksasi otot-otot pernafasan
2) Untuk mencegah kolaps dari bagian
paru-paru yang disebabkan oleh terhambatnya sekresi secret
3) Mengindarkan terjadinya bronkopneumonia
dan komplikasi lainnya
3
Indikasi
3.1
PPOM
1)
Asma
2)
Bronkitis kronis
3)
Emfisema
3.2
Pasca operasi thorak, system
kardiovaskuler
3.3
Berbaring lama
3.4
Neuromuskular dengan reflek
batuk menurun
3.5
Klien yang tergantung alat
ventilasi
4
Kontra indikasi
1)
Kelainan faal hemostasis
2)
Klien dengan TIK meningkat
3)
Preoperasi karsinoma paru
4)
Hemoptoe
5)
Panas
5
Persiapan klien dan alat
1) 1)
Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan
2) Atur posisi klien sesuai dengan daerah
mana yang akan dilakukan fisioterapi
3)
Stetoskop
4)
Bantal
5)
Handuk
6)
Bedak talk
7)
Tissue
8)
Sarung tangan
6
Macam-macam fisioterapi nafas
6.1
Latihan pernafasan (breathing
exercise)
1)
Tujuan
Membantu melancarkan pengeluaran
secret dan merangsang terjadinya batuk serta mendapatkan pengembangan yang
maksimal dari paru yang terkena penyakit
2)
Bentuk latihan
(1)
Pernafasan diafragma
Melatih klien bagaimana cara
bernafas dalam dengan menggunakan diafragma
Cara:
·
Tarik
nafas lewat hidung, dihembuskan lewat mulut secara pelan-pelan.
·
Diulangi
dengan frekwensi 5-20 kali tarikan nafas dan hembusan nafas lalu dibatukkan
·
Latihan nafas dilakukan tiap
1-2 jam
(2)
Batuk
Tujuannya untuk mengeluarkan
benda asing dari dalam saluran nafas secara efisien termasuk mengeluarkan
secret dari traktus respiratorius.
Faktor-faktor yang menunjang
terjadinya batuk yang adekuat adalah:
·
SSP yang intake
·
Kemampuan
menarik nafas dalam dan menghembuskan keluar dengan cepat (minimal 2 kali
minite volume)
·
Fungsi glottis yang normal
·
Kekuatan otot-otot dinding
depan abdomen yang cukup
6.2
Menepuk-nepuk dada (clapping)
1)
Tujuan
Membantu mendorong dalam
mengeluarkan secret di dalam paru-paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya
grafitasi
2)
Cara
(1)
Cek paru-paru dengan stetoskop
(2) Menepuk-nepuk pada dinding thorak klien
(3-5 menit) pada satu daerah permukaan satu kali fisioterapi
(3) Penepukan dapat membuat secret terlepas,
sehingga udara dapat keluar ke paru-paru dan secret bisa keluar kearah bronkus
dan trakea
(4)
Klien disuruh batuk
(5) Pada waktu penepukan memperhatikan keadaan
umum klien dan reaksi klien
6.3
Menggetarkan (fibrating)
1)
Tujuan
(1)
Merangsang terjadinya batuk
(2)
Membantu melancarkan
pengeluaran sekret
2)
Cara
(1) Klien disuruh bernafas
diafragma
(2) Letakkan kedua tangan diatas dinding
thorak pada waktu klien mengeluarkan nafas, kita lakukan tindakan menggetarkan
tangan
(3) Setelah dilakukan fibrasi sebanyak 3-4
kali lalu klien disuruh batuk
3)
Perhatian
(1) Tindakan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan alat fibrilator
(2) Cegah terjadinya kerusakan tulang iga dan
organ-organ didalamnya
(3) Perhatikan klien jangan sampai
kesakitan
6.4
Postural drainase
1)
Tujuan
(1) Dengan postural drainase tidak akan
terjadi penimbunan secret di dalam paru-paru
(2) Mencegah terhambatnya saluran bronkus,
dengan demikian mencegah kolaps paru
2)
Hal-hal yang perlu diperhatikan
(1) Perubahan posisi dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah pada klien dengan hemodinamik yang belum stabil
(2) Penempatan posisi klien yang diperlukan
hanya dilakukan sejauh tidak ada kontra indikasi
(3) Sebaiknya dilakukan sebelum waktu makan
(jangan pada saat perut penuh)
3)
Macam-macam posisi postural
drainase
● Wajah
berbaring, pangul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal membuat sudut 30-45
derajat
Tujuan:Untuk mengalirkan lobus
posterior bawah
●
Berbaring
kesamping kiri panggul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal
Tujuan:Untuk mengalirkan
segmen paru kanan lateral bawah
●
Berbaring
dengan punggung panggul ditinggikan 16-18 inci diatas bantal
Tujuan:Untuk mengalirkan
segmen paru anterior bawah
●
Duduk
tegak atau semi bersandar
Tujuan:Untuk mengalirkan area
paru atas & memungkinkan batuk lebih kuat
● Berbaring
pada sisi kanan panggul ditinggikan diatas bantal membentuk sudut 30-45 derajat
Tujuan:Untuk mengalirkan lobus kiri bawah
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Suzanne C, 2002
: 572, Sylvia
A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710, .Sudigdiodi dan Imam Supardi,
1998, Dr.
Nursalam, 2005:113, Nelson Vol. 2, 2000:883,
Riyawan.com.
Dra. Jumiarni Ilyas,dkk (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks
Keluarga, Pusat Pendidikan Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta
Riyawan.com | Kumpuln Artikel Farmasi & Keperawatan
Riyawan.com | Kumpuln Artikel Farmasi & Keperawatan
Mcgrow Hill (1995), Perinatal/ Neonatal, USA
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC
,Jakarta.
Staf Pengajar IKA(1985), Ilmu Kesehatan Anak UI , Jakarta
0 comments:
Posting Komentar