Eritrosit pada manusia
Sel
darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan
berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah. Bagian dalam
eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat
oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru, dan oksigen akan
dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah
merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat
besi.
Struktur Eritrosit
Eritrosit
merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap milliliter darah mengandung
rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah),yang secara klinis
sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per millimeter
kubik (mm3). Eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf,yang merupakan sel gepeng
berbentuk piringan yang dibagian tengah dikedua sisinya mencekung,seperti
sebuah donat dengan bagian tengah mengepeng bukan berlubang. dengan diameter 8
µm, tepi luar tebalnya 2 µm dan bagian tengah 1 µm
Sel
darah merah memiliki struktur yang jauh lebih sederhana dibandingkan kebanyakan
sel pada manusia. Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membran yang
membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95% protein
intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. Sel darah manusia, seperti sebagian
sel darah merah pada hewan, tidak berinti. Namun, sel darah merah tidak inert
secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah merah membentuk ATP yang
berperan penting dalam proses untuk memperthankan bentuknya yang bikonkaf dan
juga dalam pengaturan transpor ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar
anion serta pengaturan air keluar-masuk sel. Bentuk bikonkaf ini menigkatkan
rasio permukaan-terhadap-volume sel darah merah sehingga mempermudah pertukaran
gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting
dalam menentukan bentuknya.
Metabolisme Eritrosit
'''Eritrosit'''
adalah cakram bikonkaf yang fleksibel dengan kemampuan menghasilkan energi
sebagai adenosin trifosfat (ATP) melalui jalur gikolisis anaerob(Embden
Meyerhof) dan menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai NADH melalui jalur ini
serta sebagai nikotamida adenine dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH) melalui
jalur pintas heksosa monofosfat (hexsose monophosphate shunt) (Hoffbrand et al,
2005). Jalur Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan oleh enzim
methemoglobin reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemoglobin teroksidasi)
yang tidak berfungsi, yang mengandung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi
sekitar 3% hemoglobin setiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi yang aktif
berfungsi. 2,3-DPG yang dihasilkan pada pintas Luebering-Rapoport (Luebering-Rapoport
Shunt), atau jalur samping pada jalur ini membentuk suatu kompleks 1:1 dengan
hemoglobin, dan seperti telah disebutkan di atas, penting dalam regulasi
afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Hoffbrand et al, 2005). Jalur Heksosa
Monofosfat (pentosa fosfat). Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur
oksidatif ini, dengan perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfo-glukonat dan
kemudian menjadi ribulosa-5-fosfat. NADPH dihasilkan dan berkaitan dengan
glutation yang mempertahankan gugus sulfhidril (SH) tetap utuh dalam sel,
termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit. NADPH juga digunakan oleh
methemoglobin reduktase lain untuk mempertahankan besi hemoglobin dalam keadaan
Fe2+ yang aktif secara fungsional. Pada salah satu kelainan eritrosit
diturunkan yang sering ditemukan (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD)), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksidasi
(Hoffbrand et al, 2005).
Daur Hidup
Eritrosit
(sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning (yolk sac) .
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis.Sejak usia 6 minggu sampai
bulan ke 6 dan 7 masa janin.Sumsum tulang Setelah beberapa bulan kemudian,
eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa, dan sumsum tulang (Sherwood,2001).
Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa
eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Sel pembentuk eritrosit adalah
hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum tulang. Semakin
bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin turun.sumsum
kuning berlemak yang tidak mampu melakukan eritropesis secara betahap
menggantikan sumsum merah,yang hanya tersisa disternum,vertebra,iga,dasar
tengkorak,dan ujung-ujung atas ekstermitas yang paling panjang.Sumsum merah tidak
hanya menghasilkan sel darah merah tetapi juga merupakan sumber leukosit dan
trombosit, eritrosit. Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih 120 hari.
Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum
endotelium terutama dalam limfa dan hati (Sherwood,2001).
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Fragilitas Eritrosit
Ada
2 macam hemolisa, yaitu hemolisa osmotik dan hemolisa kimiawi. Hemolisa osmotik
terjadi karena adanya perubahan yang besar antara tekanan osmosa cairan di
dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah merah. Dalam hal
ini tekanan osmosa sel darh merah jauh lebih besar daripada tekanan osmosa di
luar sel. Tekanan osmosa di dalam sel darah merah sama dengan tekanan osmosa
larutan NaCl 0.9%. Bila sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan 0.8% belum
terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja yang megalami hemolisa, sedangkan
sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh. Perbedaan ini disebabkan
karena umur sel darah merah, SDM yang sudah tua, membran selnya mudah pecah
sedangkan SDM muda membran selnya masih kuat. Bila SDM dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 0.3% semua SDM akan mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa
sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada tekanan
osmosa ini SDM disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan yang mempunyai
tekanan osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi SDM disebut larutan
hipertonis. Suatu larutan yang mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan
tekanan osmosa isi SDM disebut larutan isotonis. Sedangkan pada jenis hemolisa
kimiawi, SDM dirusak oleh macam-macam substansi kimia. Dinding SDM terutama
terdiri dari lipid dan protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi,
setiap substansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat
merusak atau melarutkan membran SDM. Kita mengenal bermacam-macam pelarut
lemak, yaitu kloroform, aseton, alkohol benzen, dan eter. Substansi lain yang
dapat merusak membran SDM diantaranya adalah bisa ular, bisa kalajengking,
garam empedu, saponin, nitrobenzen, pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa
arsen. (Asscalbiass, 2011) Sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam
suatu cairan yang mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan
tersebut berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan
interstitial dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam cairan
interstitial, sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah. Membran sel
eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan
bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan berpindah
dari dalam eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan
(krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipotonis, maka air akan masuk ke
dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung yang kemudian
pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh
konsentrasi larutan (Syamsuri 2000).
Sumber
Artikel
- Sherwood, Lauralle (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
- Murray, Robert K., Daryl K. Granner, dan Victor W. Rodwell (2009). Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta : EGC.
- Wikipedia.org
0 comments:
Posting Komentar