Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Ikterus Neonatorum
KONSEP DASAR
A. Definisi
1. Ikterus
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane
mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin
di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice.
2. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan
Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
• Timbul pada hari kedua – ketiga
• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak
melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang
bulan
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak
melebihi 5 mg % perhari
• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak mempunyai dasar patologis
3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana
kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau
hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
• Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah
kelahiran
• Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau
> setiap 24 jam
• Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada
neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan
• Ikterus disertai proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
• Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa
gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan
15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan
10 mg % dan 15 mg %.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang
biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih
dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan
syaraf spatis yang terjadi secara kronik.
B. Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin
dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin
indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan
dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta
bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk
atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk
otak.
C. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
• Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang
terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
rhesus dan ABO.
• Perdarahan tertutup misalnya pada trauma
kelahiran
• Ikatan bilirubin dengan protein terganggu
seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
• Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat
Dehidrogenase)
• Breast milk jaundice yang disebabkan oleh
kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid)
• Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga
kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR
• Kelainan congenital
2. Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan
darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra
hepatic.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya
pada ileus obstruktif.
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi
pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia
dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase
pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high
pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah
warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera)
mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat
perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada
permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus
otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
G. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
• Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat
kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
• Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan
untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan
lanjutan yang dibutuhkan
• Kadar bilirubin serum total diperlukan bila
ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
H. Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya.
Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut,
tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan
termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari
telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada,
lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor
disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Derajat
Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin
(rata-rata)
Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai dengan umbilicus 8,9 9,4
3 Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut 11,8
11,4
4 Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan
dan kaki 15,8 13,3
5 Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan
ujung jari
I. Diagnosis Banding Ikterus
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang atau
diagnosis lain yang sudah diketahui Kemungkinan diagnosis
• Timbul saat lahir hari ke-2
• Riwayat ikterus pada bayi sebelumnya
• Riwayat penyakit keluarga: ikterus, anemia,
pembesaran hati, pengangkatan limfa, defisiensi G6PD Sangat ikterus
Sangat pucat
Hb<13 g/dl, Ht<39% Bilirubin>8 mg/dl pada
hari ke-1 atau kadar Bilirubin>13 mg/dl pada hari ke-2 ikterus/kadar
bilirubin cepat
Bila ada fasilitas: Coombs tes positif
Defisiensi G6PD
Inkompatibilitas golongan darah ABO atau Rh
Ikterus hemolitik akibat inkompatibilitas darah
• Timbul saat lahir sampai dengan hari ke2 atau
lebih
• Riwayat infeksi maternal Sangat ikterus
Tanda infeksi/sepsis: malas minum, kurang aktif,
tangis lemah, suhu tubuh abnormal Lekositosis, leukopeni, trombositopenia
Ikterus diduga karena infeksi berat/sepsis
• Timbul pada hari 1
• Riwayat ibu hamil pengguna obat
• Ikterus hebat timbul pada hari ke2
• Ensefalopati timbul pada hari ke 3-7
• Ikterus hebat yang tidak atau terlambat diobati
• Ikterus menetap setelah usia 2 minggu
• Timbul hari ke2 arau lebih
• Bayi berat lahir rendah Ikterus
Sangat ikterus, kejang, postur abnormal, letragi
Ikterus berlangsung > 2 minggu pada bayi cukup
bulan dan > 3 minggu pada bayi kurang bulan
Bayi tampak sehat
Bila ada fasilitas: Hasil tes Coombs positif
Faktor pendukung: Urine gelap, feses pucat,
peningkatan bilirubin direks Ikterus akibat obat
Ensefalopati
Ikterus berkepenjangan (Prolonged Ikterus)
Ikterus pada bayi prematur
J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit
teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse
pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau
dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi
bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi
jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di
kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan
kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati.
Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar
bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa
ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu
menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy
of Pediaatrics (AAP) tahun 1994
Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu)
Usia bayi (jam) Pertimbangan terapi sinar Terapi
sinar Transfuse tukar bila terapi sinar intensif gagal Transfuse tukar dan
terapi sinar intensif
Kadar bilirubin Indirek serum Mg/dl
<24
25 -48 >9 >12 >20 >25
49 – 72 >12 >15 >25 >30
>72 >15 >17 >25 >30
Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:
Usia (jam) Berat lahir < 1500 g kadar bilirubin
BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin BL >2000 g kadar bilirubin
< 24 > 4 > 4 > 5
25 - 48 > 5 > 7 > 8
49 - 72 > 7 > 8 > 10
> 72 > 8 > 9 > 12
Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin
serum
Saat timbul ikterus Bayi cukup bulan sehat kadar
bilirubin, mg/dl: (µmol/l) Bayi denagn factor resiko (kadar bilirubin,
mg/dl:µmol/l)
Hari ke 1 Setiap terlihat ikterus Setiap terlihat
ikterus
Hari ke 2 15 (260) 13 (220)
Hari ke 3 18 (310) 16 (270)
Hari ke 4 dst 20 (340) 17 (290)
b. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan
adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di
minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl
pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak
susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang
tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah
golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar
bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa
setiap hari sampai stabil
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat
mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan
siklus enterohepatika
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari
dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn penderiata
sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan
atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita
DM.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus,
ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya
pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal,
selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi,
hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking.
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial antara lain dampak sakit
pada anak hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, merasa
bonding, perpisahan dengan anak.
4. Perpisahan Keluarga
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari hiperbilirubinemia.
5. Laboratorium
Pada bayi denagn hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi aterm
lebih dari 12,5 mg/dl, premature lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes Comb.
B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya volume cairan
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, dan diare.
Tujuan: Cairan tubuh neonatus adekuat.
Intervensi:
a. Catat jumlah dan kualitas feses
b. Pantau turgor kulit
c. Pantau intake out put
d. Beri air diantara menyusui atau memberi botol
2. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh
(hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat
dipertahankan
Intervensi:
a. Beri suhu lengkungan yang netral
b. Pertahankan suhu antara (35,5 – 37)oC
c. Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam
3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare.
Tujuan: Keutuhan kulit bayi bias dipertahankan
Intervensi:
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
b. Pantau bilirubin direk dan indirek
c. Rubah posisi setiap 2 jam
d. Masase daerah yang menonjol
e. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya
4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting
berhubungan dengan pemisahan
Tujuan:
a. Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku
“Attachment”
b. Orang tua dapatmengekspresikan ketidakmengertian
proses bonding
Intervensi:
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
b. Buka tutup mata saat disusui untuk stimulasi
social dengan ibu
c. Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara
anaknya
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila
men\mungkinkan
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
5. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan meningkat
berhubungan dengan terapi yang diberikan pada bayi
Tujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan,
dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan.
Intervensi:
a. Kaji pengetahuan keluarga klien
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya.
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi di rumah
6. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma
berhubungan dengan efek fototerapi.
Tujuan: Neonatus akan berkembang tanpa disertai
tanda-tanda gangguan akibat fototerapi.
Intervensi:
a. Tempatkan neonatus pada jaraj 45 cm dari sumber
cahaya
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang
kecuali mata dan daerah genital serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya
c. Usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir
d. Matikan lampu
e. Buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam
f. Buka tutup mata setiap akan disusukan
g. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan
perawatan
7. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma
berhubungan dengan transfuse tukar.
Tujuan: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa
komplikasi
Intervensi:
a. Catat kondisi umbilical jika vena umbilical
yang digunakan
b. Basahi umbilical dengan NaCl selama 30 menit
sebelum melakukan tindakan
c. Neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan
d. Pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rh serta
darahyang akan ditransfusikan adalah darah segar
e. Pantau tanda-tanda vital, salama dan sesudah
transfusi
f. Siapkan suction bila diperlukan
g. Amati adanya gangguan cairan elektrolit; apnoe,
bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program
C. Evaluasi
• Tidak terjadi kernikterus pada neonatus
• Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam
batas normal
• Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi
terpelihara
• Integritas kulit baik/utuh
• Bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan
visual
• Terjalin interaksi bayi dan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, J.1985. Maternity and Ginecologic Care. Precenton.
Maulana Surya, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Makalah. http://www.smkmuh5babat.info
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Pritchard, J.A. 1997. Obstetric Williams. Edisi xvii. Airlangga University
Press: Surabaya.
Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP, Jakarta.
Solahudin, G. 2006. Kapan Bayi Kuning
Perlu Terapi?. http://riyawan.com
Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik
Pediatrik. Jakarta : EGC.
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma,
H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.
Tarigan, M. 2003 Asuhan Keperawatan dan
Aplikasi Discharge Planning Pada Klien dengan Hiperbilirubinemia. FK Program
Studi Ilmu Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal Bedah USU. Medan.
0 comments:
Posting Komentar