Obat yang bekerja pada uterus salah
satunya adalah Oksitosik yaitu obat yang merangsang kontraksi uterus.
Banyak obat yang memperlihatkan efek
Oksitosik, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif dan dapat
berguna dalam praktek kebidanan.
Obat Oksitosik yang sering digunakan
adalah Oksitosin sintetis, Methylergometrine Maleate (turunan Alkaloid Ergot),
Dinoprostone (golongan Prostaglandin semisintetik).
Sedangkan obat yang bekerja pada uterus
dengan efek dan kegunaan lainnya adalah Isoxsuprine HCl dan Ritodrine HCl.
Methylergometrine maleate
Semua alkaloid Ergot meningkatkan
kontraksi uterus dengan nyata. Efeknya sebanding dengan besarnya dosis yang
diberikan. Dosis kecil menyebabkan peninggian amplitudo dan frekuensi, kemudian
diikuti relaksasi. Dosis besar menimbulkan kontraksi tetanik, dan peninggian
tonus otot dalam keadaan istirahat. Dosis yang sangat besar menimbulkan
kontraksi yang berlangsung lama. Kepekaaan uterus terhadap alkaloid Ergot
sangat bervariasi, tergantung maturitas dan umur kehamilan.
Dinoprostone
Dinoprostone bekerja dengan cara membuat
servik menipis dan membuka dan uterus berkontraksi agar terjadi persalinan.
Setelah pemberian Dinoprostone, anda
harus dalam posisi tidur selama 10 menit hingga 2 jam sehingga obat dapat
diserap. Lamanya waktu yang diperlukan tergantung pada jenis sediaan obat yang
diberikan.
Dosis yang diberikan bervariasi untuk
setiap pasien. Jangan ubah dosis yang diberikan dokter anda wlau berbeda dengan
dosis yang tertera pada kemasan kecuali atas permintaan dokter.
Jumlah obat yang anda minum tergantung
pada kekuatan obat. Juga berapa kali anda minum obat dalam sehari dan lamanya
minum obat tergantung pada masalah medis yang ada.
Oksitosin
Oxytocin ada di asam amnio peptida sembilan
yang disintesa pada syaraf hipotalamus dan dialirkan ke akson dari Pituitary
Posterior untuk disekresikan ke dalam darah. Oxytocin juga disekresikan ke
dalam otak dan dari beberapa jaringan.
Adapun fungsi dari Oksitosin adalah
menstimulasi kontraksi otot halus kandungan sewaktu melahirkan.
Pada waktu akhir kehamilan, uterus harus
berkontraksi secara hebat dan semakin lama agar janin keluar. Sepanjang tahap
kehamilan selanjutnya, terjadi peningkatan yang besar pada reseptor Oksitosin
pada sel otot halus kandungan, yang diasosiasikan dengan peningkatan
iritabilitas dari uterus.
Oksitosin dilepaskan sepanjang masa
melahirkan sewaktu janin menstimulasi leher rahim dan vagina. Dan hal itu
meningkatkan kontraksi otot halus kandungan agar terjadi proses melahirkan.
Pada kasus dimana kontraksi tidak cukup
agar terjadi kelahiran, dokter terkadang memberikan Oksitosin untuk
menstimulasi lebih lanjut kontraksi kandungan- perhatian besar harus dilakukan
pada beberapa situasi untuk memastikan janin keluar dengan baik dan mencegah
pecahnya uterus.
Sediaan yang ada adalah Oksitosin
sintetik.
Isoxsuprine HCl
Isoxsuprine membantu memperlebar
pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih baik. Kegunaannya pada bidang
kebidanan adalah kebalikan dari Oksitosin yaitu memperlemah kontraksi. Biasa
digunakan untuk mencegah kelahiran immatur dan prematur, kontraksi Tetani dan
Dismenore.
Ritodrine HCl
Ritodrine hydrochloride adalah obat
Tokolitik digunakan untuk menghentikan persalinan prematur.
Ritodrine adalah kelas Beta-2 agoni yang
digunakan untuk relaksasi pada otot halus.
Ritodrine hydrochloride bekerja pada
reseptor Beta 2 yang ada di otot kandungan. Obat ini menurunkan kontraksi
kandungan sehingga kerjanya sebagai relaksan kandungan.
Semua obat yang bekerja pada uterus harus
diresepkan dokter dan pemakaiannya ditangani dan dipantau oleh dokter.
Di apotik online medicastore anda dapat
mencari Obat yang bekerja pada uterus secara mudah dengan mengetikkan di search
engine medicastore. Sehingga anda dapat memilih dan beli Obat yang bekerja pada
uterus sesuai kebutuhan anda.
Pengertian
Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di
hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang
jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah.
Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni
percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus.
Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan
ejeksi ASI dari kelenjar mammae.
Bagaimana
Oksitosin dikeluarkan ?
Impuls neural
yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi
pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus
sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi
oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad,
plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi
oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
Pelepasan
oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang beredar dalam darah
d. Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma
e. Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi
darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh
tangisan bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI
Pelepasan
oksitosin disupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi
darah
Bagaimana
Mekanisme Kerja Oksitosin ?
Pada otot
polos uterus. Mekanisme
kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk
menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul
spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa
miliunit permenit intra vena, rahim yang hamil sudah berkontraksi demikian kuat
sehingga seakan-akan dapat membunuh janin yang ada didalamnya atau merobek
rahim itu sendiri atau kedua-duanya.
Kehamilan akan
berlangsung dengan jumlah hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing
spesies tetapi faktor yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal
memang dicurigai tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone
merupakan factor yang dicurigai mengingat kedua hormon ini mempengaruhi
kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa katekolamin turut terlibat
dalam proses induksi persalinan.
Karena
oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk
memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan
sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak
pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlahestrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.
Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai
refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus
selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada
otot, mungkin merupakan hal penting.
Pengertian
Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di
hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang
jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah.
Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni
percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus.
Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan
ejeksi ASI dari kelenjar mammae.
Bagaimana
Oksitosin dikeluarkan ?
Impuls neural
yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi
pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus
sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi
oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad,
plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi
oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
Pelepasan
oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang beredar dalam darah
d. Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma
e. Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi
darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh
tangisan bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI
Pelepasan
oksitosin disupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi
darah
Bagaimana
Mekanisme Kerja Oksitosin ?
Pada otot
polos uterus. Mekanisme
kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk
menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul
spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa
miliunit permenit intra vena, rahim yang hamil sudah berkontraksi demikian kuat
sehingga seakan-akan dapat membunuh janin yang ada didalamnya atau merobek
rahim itu sendiri atau kedua-duanya.
Kehamilan akan
berlangsung dengan jumlah hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing
spesies tetapi faktor yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal
memang dicurigai tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone
merupakan factor yang dicurigai mengingat kedua hormon ini mempengaruhi
kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa katekolamin turut terlibat
dalam proses induksi persalinan.
Karena
oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk
memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan
sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak
pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlahestrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu
proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks
neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya.
Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot,
mungkin merupakan hal penting.
Pada kelenjar
mammae . Fungsi
fisiologik lain yang kemungkinan besar dimiliki oleh oksitosin adalah
merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi fisiologik
ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan memungkinkan
terjadinya ejeksi ASI.
Reseptor
membran untuk oksitosin ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae.
Jumlah reseptor ini bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh
pengaruh progesterone. Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan
penurunan kadar progester6n dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa
menjelaskan awal laktasi sebelum persalinan. Derivat progesterone lazim
digunakan untuk menghambat laktasi postpartum pada manusia.
Pada ginjal. ADH dan oksitosin disekresikan secara
terpisah kedalam darah bersama neurofisinnya. Kedua hormon ini beredar dalam
bentuk tak terikat dengan protein dan mempunyai waktu paruh plasma yang sangat
pendek yaitu berkisar 2-4 menit. Oksitosin mempunyai struktur kimia yang sangat
mirip dengan Vasopresin/ADH, sebagaimana diperlihatkan dibawah ini:
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Arginin Vasopresin
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Lys -Gly-NH2 : Lisin Vasopresin
Cys-Tyr-Lie-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Oksitosin
Masing-masing
hormon ini merupakan senyawa nono apeptida yang mengandung molekul sistein pada
posisi 1 dan 6 yang dihubungkan oleh jembatan S—S. Sebagian besar binatang
menpunyai Arginin Vasopresin, meskipun demikian hormon pada babi dan spesies
lain yang terkait, mempunyai lisin yang tersubtitusi pada posisi 8. Karena
kemiripan structural yang erat tersebut tidaklah mengherankan kalauoksitosin dan ADH masing-masing memperlihatkan
sebagian efek yang sama/tumpang tindih.
Salah satu
efek penting yang tidak
diingini pada oksitosin adalah anti diuresis yang terutama disebabkan oleh
reabsorbsi air. Abdul Karim dan Assali (1961) menunjukan dengan jelas bahwa
pada wanita hamil maupun tidak hamil oksitosin mempunyai aktivitas anti
diuresis. Pada wanita yang mengalami diuresis sebagai akibat pemberian air,
apabila diberikan infus dengan 20 miliunit oksitosin permenit, biasnya akan
mengakibatkan produksi air seni menurun. Kalau dosis ditingkatkan menjadi 40
miliunit permenit, produksi air seni sangat menurun. Dengan dosis yang sama
apabila diberikan dalam cairan dekstorse tanpa elektrolit dalam volume yang
besar akan dapat menimbulkan intoksikasi air. Pada umunnya kalau pemberian
oksitosin dalam dosis yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang agak lama
maka lebih baik meningkatkan konsentrasi hormon ini dari pada menambah jumlah
cairan dengan konsentrasi hormon yang rendah . Efek anti diuresis pemberian
oksitosin intravena hilang dalam waktu beberapa menit setelah infus dihentikan.
Pemberian oksitosin im dengan dosis 5-10 unit tiap 15-30 menit juga menimbulkan
anti diuresis tetapi kemungkinan keracunan air tidak terlalu besar karena tidak
desertakan pemberian cairan tanpa elektrolit dalam jumlah besar. Oksitosin dan
hormon ADH memiliki rumus bangun yang sangat mirip , hal ini akan menjelaskan
mengapa fungsi kedua hormon ini saling tumpang tindih. Peptida ini terutama
dimetabolisme dihati, sekalipun eksresi adrenal ADH menyebabkan hilangnya
sebagian hormon ini dengan jumlah yang bermakna dari dalam darah.
Gugus kimia
yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer pada sistein
dengan ujung terminal –amino: gugus fenolik pada tirosin ; gugus tiga
carboksiamida pada aspa-ragin, glutamin serta glisinamida; dan ikatan disulfida
(s----s). Delesi atau subtitusi gugus ini pernah menghasilkan sejumlah analog
oksitosin. Sebagai contoh penghapusan gugus amino primer bebas pada belahan
terminal residu sistein menghasilkan desamino oksitosin yang memiliki aktivitas
anti diuretika empat hingga lima kali lebih kuat dari pada aktivitas anti diuretika
hormon oksitosin.
Pada pembuluh
darah . Oksitosin
bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan penurunan
tekanan darah khususnya diastolik karena vasodilatasi. Secher dan kawan-kawan
(1978) selalu mendapatkan adanya penurunan tekanan darah arterial sesaat namun
cukup nyata apabila pada wanita sehat diberikan 10 unit bolus oksitosin secara
intravena kemudian segera diikuti kenaikan kardiak autput yang cepat. Mereka
juga menyimpulkan bahwa perubahan henodinamik ini dapat membahayakan jiwa
seorang ibu bila sebelumnya sudah terjadi hipovolemi atau mereka yang mempunyai
penyakit jantung yang membatasi kardiak autput atau yang mengalami komplikasi
adanya hubungan pintas dari kanan kekiri. Dengan demikian maka oksitosin
sebaiknya tidak diberikan secara intravena dalam bentuk bolus, melainkan dalam
larutan yang lebih encer, dalam bentuk infus atau diberikan suntikan
intramuskular.
Oksitosin
sintetik
Sekresi
oksitosin endogenus tidak disupresi oleh mekanisme umpan balik negatif, ini
berarti bahwa oksitosin sintetis tidak akan mensupresi pelepasan oksitosin
endogenus. Oksitosin dapat diberikan intramuskular, intravena, sublingual
maupun intranasal. Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin
lewat intravena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian intravena,
peningkatan kontraksi uterus dimulai segera setelah pemberian . Waktu paruh
oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan
itravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. Data
terakhir menyebutkan sekitar 15 menit. Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu
30-40 menit setelah pemberian
Efek samping oksitosin
Bila oksitosin
sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat
timbul efek samping yang berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Stimulasi
berlebih pada uterus
b. Konstriksi
pembuluh darah tali pusat
c. Kerja anti
diuretika
d. Kerja pada
pembuluh darah ( dilatasi )
e. Mual
f. Reaksi hipersensitif
Stimulasi
uterus dengan oksitosin pada persalinan hipotonik
Perlu diperhatikan dulu apakah jalan
lahir cukup luas untuk ukuran kepala janin dan apakah kepala janin juga dalam
posisi fleksi yang baik, sehingga diameter yang terkecil kepala janin yang akan
menyesuaikan dengan jalan lahir ( diameter biparietal dan suboccipitobregmatika
). Suatu kesempitan panggul adalah tidak
mungkin bila semua criteria dibawah ini kita jumpai:
a. Konjugata diagonalis normal
b. Bila dinding lateral panggul sejajar
c. Spina ischiadika tidak menonjol
d. Sakrum tidak mendatar
e. Arkus pubis tidak sempit
f. Bagian terendah janin adalah oksiput
g. Bila dilakukan dorongan pada fundus maka
kepala janin akan turun melewati pintu atas panggul
Jika kriteria
diatas tidak dipenuhi, ,maka pilihannya adalah seksio sesaria. Bila
dipergunakan oksitosin, maka harus dilakukan pengawasan ketat terhadap denyut
jantung janin dan pola kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, lamanya, dan
waktu relaksasi serta hubungannya dengan denyut jantung janin diamati secara
ketat. Bila denyut jantung tidak diawasi terus menerus, maka penting sekali
untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin segera setelah kontraksi
uterus, dan tidak harus menunggu satu menit atau lebih.
Teknik
Pemberian Oksitosin Intravena
Sepuluh unit
oksitosin dilarutkan dalam satu liter cairan, biasanya diberikan glukosa 5%
dalam air, atau lebih baik dipakai suatu larutan garam berimbang. Larutan yang
lebih encer dapat disiapkan dengan melipatkan jumlah cairan atau mempergunakan
setengah jumlah oksitosin. Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa
larutan yang lebih encer juga efektif, tetapi larutan ( 10 U dalam 1 liter )
adalah mudah dipersiapkan, aman, efektif, dan mungkin paling sedikit memberikan
keraguan dalam mempersiapkan dan pemberiannya. Dengan larutan oksitosin 10 mU/
ml, maka aliran rata-rata mudah dikalkulasi. Dianjurkan menggunakan sistim
pompa infus yang konstan, yang akan meningkatkan ketelitian dosis yang
diberikan, terutama dalam dosis rendah.
Jarum yang
mempunyai penutup-aliran dimasukkan ke dalam vena di lengan, atau lebih baik
melaui infus intravena yang sudah terpasang dan berfungsi baik, dan tetesan
mulai di berikan tidak lebih dari 1 mU tiap menit. ( Seitchik dan Castillo,
1982 ). Untuk meningkatkan persalinan akibat murni suatu disfungsi uterus
hipotonik, jumlah oksitosin tersebut tidak akan menyebabkan tetania uteri,
walaupun pada suatu saat harus siap sewaktu-waktu menghentikan tetesan pada
keadaan dimana uterus sangat sensitive terhadap oksitosin. Aliran dinaikkan
secara sangat bertahap, dengan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk
mendapatkan tidak lebih dari 10 mU tiap menit, seperti yang dianjurkan oleh
Seitchik dan Castillo(1981,1983a,1983b). Untuk pengobatan disfungsi uterus,
rata-rata dosis yang dibutuhkan jarang melampaui dosis tersebut. Untuk induksi
persalinan, jika diberikan dengan tetesan rata-rata 30-40 mU tiap menit tidak
dapat menimbulkan kontraksi uterus yang memuaskan, maka tetesan yang lebih
besarpun tidak mungkin akan berhasil.
Selama infus
oksitosin dilaksanakan ibu tidak boleh dibiarkan sendirian. Kontraksi uterus
diawasi terus-menerus dan tetesan segera dihentikan bila dijumpai kontraksi
uterus yang lamanya melebihi 1 menit atau bila diselerasi denyut jantung janin
yang bermakna. Bila salah satu hal tersebut terjadi, tetesan harus segera
dihentikan dan biasanya terjadi perbaikan gangguan tersebut, serta mencegah
bahaya pada ibu dan janin. Kosentrasi oksitosin dalam plasma cepat menurun,
karena waktu-paruh oksitosin rata-rata kurang dari 3 menit.
Harus selalu
diingat bahwa oksitosin mempunyai pengaruh antidiuretik yang kuat. Pada
pemberian oksitosin 20 mU atau lebih tiap menit, klirens air –bebas oleh ginjal
(free water clearance) menurun secara nyata. Jika cairan mengandung air
(aqueous fluids), terutama dextrose dalam air, diberikan dalam jumlah cukup
besar dan lama, bersamaan dengan oksitosin, terdapat kemungkinan untuk terjadi
intoksikasi air yang merupakan penyebab terjadinya kejang, coma, dan malahan
kematian.
Diparkland
Memorial Hospital, bila menggunakan oksitosin pada uterus yang hipotonus, maka
dilaksanakan persyaratan umum berikut :
Wanita harus
sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa proses persalinan benar-benar telah
terjadi, bukan suatu persalinan palsu atau persalinan prodromal. Satu-satunya
tanda persalinan, adalah terjadinya pendataran serviks yang progresif dan
pembukaan serviks. Walaupun proses itu dapat terhenti, tetapi pembukaan servik
paling tidak sudah mencapai 3 cm. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan
oleh seseorang pakar obstetrik adalah mencoba melakukan perangsangan
persalinan, sebelum wanita tersebut mengalami persalinan aktif.
Harus tidak
ada factor-faktor obstruksi mekanik sehingga jalannya persalinan aman.
.Penggunaan
oksitosin umumnya dihindarkan pada kasus-kasus dengan presentasi janin abnormal
dan regangan uterus yang berlebihan seperti pada hidramnion, janin tunggal yang
besar, atau kehamilan multiple.
Wanita dengan
paritas tinggi (lebih dari 5), pada umumnya tidak diberi oksitosin karena mudah
mengalami ruptura uteri dibandingkan dengan wanita paritas rendah. Demikian
pula dengan wanita dengan cacat uterus, penggunaan oksitosin ditangguhkan.
Keadaan janin
harus baik, yang dibuktikan dengan pemeriksaan denyut jantung janin dan tidak
adanya mekonium yang kental dalam cairan amnion. Tentu saja pada janin yang
mati tidak ada kontra indikasi untuk memberikan oksitosin, kecuali bila jelas
terdapat disproporsi fetopelvik atau letak lintang.
Ahli obstetrik
harus memperhatikan kontraksi pertama setelah pemberian obat tersebut dan siap
menghentikan pemberiannya bila terjadi tetania uteri. Merupakan keharusan untuk
menghindarkan suatu hiperstimulasi. Frekuensi, intensitas, dan lamanya
kontraksi, serta tonus uterus antara kontraksi tidak boleh melebihi seperti apa
yang terjadi pada persalinan spontan yang normal.
Pola denyut
jantung janin dan kontraksi uterus dievaluasi berulang-ulang. Untuk itu
dianjurkan melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap denyut jantung
janin dan kontraksi uterus.
Oksitosin
merupakan obat yang kuat, obat tersebut dapat membunuh dan membuat cacat ibu
dengan terjadinya ruptura uteri, dan malahan menyebabkan lebih banyak kematian
dan cacat janin akibat hipoksia yang disebabkan oleh kontraksi uterus yang
sangat hipertonik. Tetapi pemberian oksitosin intravena pada berbagai publikasi
terbukti jelas memberikan keuntungan, karena keefektifan maupun keamanannya.
Kegagalan mengobati disfungsi uterus menyebabkan ibu manghadapi peningkatan
bahaya terjadinya kelelahan, infeksi intrapartum, dan kelahiran operatif yang
traumatik. Disamping itu, kegagalan mengobati disfungsi uterus dapat
menghadapkan janin terhadap resiko kematian yang lebih besar, sedangkan resiko
penggunaan oksitosin intravena, bila digunakan dengan cara yang benar, dapat
diabaikan. Tetapi kecelakaan yang berat dapat terjadi pada penggunaannya bila
persyaratannya tidak diawasi dengan ketat. Ruptura uteri pada segmen bawah
uterus akibat stimulasi dengan larutan oksitosin intravena hendaknya merupakan
peringatan kepada dokter tentang pentingnya persyaratan tersebut. Dalam kasus
tersebut, oksitosin diberikan pada seorang multipara umur 38 tahun. Karena
tidak ditemukan kelainan lian, seharusnya dianggap adanya otot uterus yang
menua yang telah mengalami regangan berkali-kali pada persalinan-persalinan
sebelumnya, sehingga tidak dapat menahan beban yang ditimbulkan oleh oksitosin.
Satu sifat
oksitosin intravena adalah kenyataan bahwa bila berhasil, obat tersebut bekerja
dengan segera, menyebabkan kemajuan yang jelas dengan sedikit hambatan. Pada
setiap kecepatan tetesan infus kadar plasma mencapai plateau setelah 30 menit
karena kecepatan tetesan dan kecepatan penghancurannya oleh oksitosinase
mencapai keseimbangan. Oleh karena itu obat tersebut tidak perlu diberikan pada
jangka waktu yang tak terbatas untuk merangsang persalinan. Obat tersebut harus
diberikan selama tidak lebih dari beberapa jam (O’Driscoll dkk, 1984; Seitchik
dan Castillo 1983a,1983b); bila kemudian serviks tidak mengalami perubahan yang
nyata, dan bila diramalkan tidak akan terjadi persalinan pervaginam secara
mudah, maka harus dilakukan kelahiran seksio sesarea. Sebaliknya, oksitosin
tidak boleh digunakan untuk memaksa pembukaan serviks dengan kecepatan yang
melebihi keadaaan normal (Cohen dan Friedman,1983). Kesiapan untuk melakukan
seksio sesarea dalam hal kegagalan oksitosin atau bila terdapat kontraindikasi
pemakaiannya, sangat menurunkan mortalitas dan morbiditas perinata.
Harapan untuk
semua pihak
Pada tulisan ini telah dipaparkan
tentang oksitosin, cara kerjanya pada otot polos uterus, mioepitel kelenjar
mammae, efek yang tupang tindih dengan hormon ADH, dan beberapa efek samping
yang tidak diinginkan serta yang berkaitan dengan rumus kimia oksitosin dan
juga cara pemberian dan pemakaian yang dianjurkan agar tidak terjadi atau
terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan yang merugikan klien.
Diharapkan dengan paparan ini kepada para bidan dapat memahami atau
meningkatkan pengetahuannya tentang oksitosin sehingga
dapat menyahuti himbauan ataupun gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat khususnya ibu hamil,
ibu melahirkan dan ibu nifas.
Pada kelenjar
mammae . Fungsi
fisiologik lain yang kemungkinan besar dimiliki oleh oksitosin adalah
merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi fisiologik
ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan memungkinkan
terjadinya ejeksi ASI.
Reseptor
membran untuk oksitosin ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae.
Jumlah reseptor ini bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh
pengaruh progesterone. Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan
penurunan kadar progester6n dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa
menjelaskan awal laktasi sebelum persalinan. Derivat progesterone lazim
digunakan untuk menghambat laktasi postpartum pada manusia.
Pada ginjal. ADH dan oksitosin disekresikan secara
terpisah kedalam darah bersama neurofisinnya. Kedua hormon ini beredar dalam
bentuk tak terikat dengan protein dan mempunyai waktu paruh plasma yang sangat
pendek yaitu berkisar 2-4 menit. Oksitosin mempunyai struktur kimia yang sangat
mirip dengan Vasopresin/ADH, sebagaimana diperlihatkan dibawah ini:
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Arginin Vasopresin
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Lys -Gly-NH2 : Lisin Vasopresin
Cys-Tyr-Lie-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Oksitosin
Masing-masing
hormon ini merupakan senyawa nono apeptida yang mengandung molekul sistein pada
posisi 1 dan 6 yang dihubungkan oleh jembatan S—S. Sebagian besar binatang menpunyai
Arginin Vasopresin, meskipun demikian hormon pada babi dan spesies lain yang
terkait, mempunyai lisin yang tersubtitusi pada posisi 8. Karena kemiripan
structural yang erat tersebut tidaklah mengherankan kalauoksitosin dan ADH masing-masing memperlihatkan
sebagian efek yang sama/tumpang tindih.
Salah satu
efek penting yang tidak
diingini pada oksitosin adalah anti diuresis yang terutama disebabkan oleh
reabsorbsi air. Abdul Karim dan Assali (1961) menunjukan dengan jelas bahwa
pada wanita hamil maupun tidak hamil oksitosin mempunyai aktivitas anti
diuresis. Pada wanita yang mengalami diuresis sebagai akibat pemberian air,
apabila diberikan infus dengan 20 miliunit oksitosin permenit, biasnya akan
mengakibatkan produksi air seni menurun. Kalau dosis ditingkatkan menjadi 40
miliunit permenit, produksi air seni sangat menurun. Dengan dosis yang sama
apabila diberikan dalam cairan dekstorse tanpa elektrolit dalam volume yang
besar akan dapat menimbulkan intoksikasi air. Pada umunnya kalau pemberian oksitosin
dalam dosis yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang agak lama maka lebih
baik meningkatkan konsentrasi hormon ini dari pada menambah jumlah cairan
dengan konsentrasi hormon yang rendah . Efek anti diuresis pemberian oksitosin
intravena hilang dalam waktu beberapa menit setelah infus dihentikan. Pemberian
oksitosin im dengan dosis 5-10 unit tiap 15-30 menit juga menimbulkan anti
diuresis tetapi kemungkinan keracunan air tidak terlalu besar karena tidak
desertakan pemberian cairan tanpa elektrolit dalam jumlah besar. Oksitosin dan
hormon ADH memiliki rumus bangun yang sangat mirip , hal ini akan menjelaskan
mengapa fungsi kedua hormon ini saling tumpang tindih. Peptida ini terutama
dimetabolisme dihati, sekalipun eksresi adrenal ADH menyebabkan hilangnya
sebagian hormon ini dengan jumlah yang bermakna dari dalam darah.
Gugus kimia
yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer pada sistein
dengan ujung terminal –amino: gugus fenolik pada tirosin ; gugus tiga
carboksiamida pada aspa-ragin, glutamin serta glisinamida; dan ikatan disulfida
(s----s). Delesi atau subtitusi gugus ini pernah menghasilkan sejumlah analog
oksitosin. Sebagai contoh penghapusan gugus amino primer bebas pada belahan
terminal residu sistein menghasilkan desamino oksitosin yang memiliki aktivitas
anti diuretika empat hingga lima kali lebih kuat dari pada aktivitas anti
diuretika hormon oksitosin.
Pada pembuluh
darah . Oksitosin
bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan penurunan
tekanan darah khususnya diastolik karena vasodilatasi. Secher dan kawan-kawan
(1978) selalu mendapatkan adanya penurunan tekanan darah arterial sesaat namun
cukup nyata apabila pada wanita sehat diberikan 10 unit bolus oksitosin secara
intravena kemudian segera diikuti kenaikan kardiak autput yang cepat. Mereka
juga menyimpulkan bahwa perubahan henodinamik ini dapat membahayakan jiwa
seorang ibu bila sebelumnya sudah terjadi hipovolemi atau mereka yang mempunyai
penyakit jantung yang membatasi kardiak autput atau yang mengalami komplikasi
adanya hubungan pintas dari kanan kekiri. Dengan demikian maka oksitosin
sebaiknya tidak diberikan secara intravena dalam bentuk bolus, melainkan dalam
larutan yang lebih encer, dalam bentuk infus atau diberikan suntikan
intramuskular.
Oksitosin
sintetik
Sekresi
oksitosin endogenus tidak disupresi oleh mekanisme umpan balik negatif, ini
berarti bahwa oksitosin sintetis tidak akan mensupresi pelepasan oksitosin
endogenus. Oksitosin dapat diberikan intramuskular, intravena, sublingual
maupun intranasal. Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin
lewat intravena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian intravena,
peningkatan kontraksi uterus dimulai segera setelah pemberian . Waktu paruh
oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan
itravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. Data
terakhir menyebutkan sekitar 15 menit. Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu
30-40 menit setelah pemberian
Efek samping oksitosin
Bila oksitosin
sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat
timbul efek samping yang berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Stimulasi
berlebih pada uterus
b. Konstriksi
pembuluh darah tali pusat
c. Kerja anti
diuretika
d. Kerja pada
pembuluh darah ( dilatasi )
e. Mual
f. Reaksi hipersensitif
Stimulasi
uterus dengan oksitosin pada persalinan hipotonik
Perlu diperhatikan dulu apakah jalan
lahir cukup luas untuk ukuran kepala janin dan apakah kepala janin juga dalam
posisi fleksi yang baik, sehingga diameter yang terkecil kepala janin yang akan
menyesuaikan dengan jalan lahir ( diameter biparietal dan suboccipitobregmatika
). Suatu kesempitan panggul adalah tidak
mungkin bila semua criteria dibawah ini kita jumpai:
a. Konjugata diagonalis normal
b. Bila dinding lateral panggul sejajar
c. Spina ischiadika tidak menonjol
d. Sakrum tidak mendatar
e. Arkus pubis tidak sempit
f. Bagian terendah janin adalah oksiput
g. Bila dilakukan dorongan pada fundus maka
kepala janin akan turun melewati pintu atas panggul
Jika kriteria
diatas tidak dipenuhi, ,maka pilihannya adalah seksio sesaria. Bila
dipergunakan oksitosin, maka harus dilakukan pengawasan ketat terhadap denyut
jantung janin dan pola kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, lamanya, dan
waktu relaksasi serta hubungannya dengan denyut jantung janin diamati secara
ketat. Bila denyut jantung tidak diawasi terus menerus, maka penting sekali
untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin segera setelah kontraksi uterus,
dan tidak harus menunggu satu menit atau lebih.
Pengertian
Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di
hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang
jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah.
Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni
percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus.
Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan
ejeksi ASI dari kelenjar mammae.
Bagaimana
Oksitosin dikeluarkan ?
Impuls neural
yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi
pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus
sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi
oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad,
plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi
oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
Pelepasan
oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang beredar dalam darah
d. Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma
e. Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi
darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh
tangisan bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI
Pelepasan
oksitosin disupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi
darah
Bagaimana
Mekanisme Kerja Oksitosin ?
Pada otot
polos uterus. Mekanisme
kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk
menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul
spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa
miliunit permenit intra vena, rahim yang hamil sudah berkontraksi demikian kuat
sehingga seakan-akan dapat membunuh janin yang ada didalamnya atau merobek
rahim itu sendiri atau kedua-duanya.
Kehamilan akan
berlangsung dengan jumlah hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing
spesies tetapi faktor yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal
memang dicurigai tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone
merupakan factor yang dicurigai mengingat kedua hormon ini mempengaruhi
kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa katekolamin turut terlibat
dalam proses induksi persalinan.
Karena
oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk
memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan
sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak
pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlahestrogen yang
meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin.
Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai
refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus
selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada
otot, mungkin merupakan hal penting.
Pada kelenjar
mammae . Fungsi
fisiologik lain yang kemungkinan besar dimiliki oleh oksitosin adalah
merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi fisiologik
ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan memungkinkan
terjadinya ejeksi ASI.
Reseptor
membran untuk oksitosin ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae.
Jumlah reseptor ini bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh
pengaruh progesterone. Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan
penurunan kadar progester6n dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa
menjelaskan awal laktasi sebelum persalinan. Derivat progesterone lazim
digunakan untuk menghambat laktasi postpartum pada manusia.
Pada ginjal. ADH dan oksitosin disekresikan secara
terpisah kedalam darah bersama neurofisinnya. Kedua hormon ini beredar dalam
bentuk tak terikat dengan protein dan mempunyai waktu paruh plasma yang sangat
pendek yaitu berkisar 2-4 menit. Oksitosin mempunyai struktur kimia yang sangat
mirip dengan Vasopresin/ADH, sebagaimana diperlihatkan dibawah ini:
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Arginin Vasopresin
Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Lys -Gly-NH2 : Lisin Vasopresin
Cys-Tyr-Lie-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Oksitosin
Masing-masing
hormon ini merupakan senyawa nono apeptida yang mengandung molekul sistein pada
posisi 1 dan 6 yang dihubungkan oleh jembatan S—S. Sebagian besar binatang
menpunyai Arginin Vasopresin, meskipun demikian hormon pada babi dan spesies
lain yang terkait, mempunyai lisin yang tersubtitusi pada posisi 8. Karena
kemiripan structural yang erat tersebut tidaklah mengherankan kalauoksitosin dan ADH masing-masing memperlihatkan
sebagian efek yang sama/tumpang tindih.
Salah satu
efek penting yang tidak
diingini pada oksitosin adalah anti diuresis yang terutama disebabkan oleh
reabsorbsi air. Abdul Karim dan Assali (1961) menunjukan dengan jelas bahwa
pada wanita hamil maupun tidak hamil oksitosin mempunyai aktivitas anti
diuresis. Pada wanita yang mengalami diuresis sebagai akibat pemberian air,
apabila diberikan infus dengan 20 miliunit oksitosin permenit, biasnya akan
mengakibatkan produksi air seni menurun. Kalau dosis ditingkatkan menjadi 40
miliunit permenit, produksi air seni sangat menurun. Dengan dosis yang sama
apabila diberikan dalam cairan dekstorse tanpa elektrolit dalam volume yang
besar akan dapat menimbulkan intoksikasi air. Pada umunnya kalau pemberian
oksitosin dalam dosis yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang agak lama
maka lebih baik meningkatkan konsentrasi hormon ini dari pada menambah jumlah
cairan dengan konsentrasi hormon yang rendah . Efek anti diuresis pemberian
oksitosin intravena hilang dalam waktu beberapa menit setelah infus dihentikan.
Pemberian oksitosin im dengan dosis 5-10 unit tiap 15-30 menit juga menimbulkan
anti diuresis tetapi kemungkinan keracunan air tidak terlalu besar karena tidak
desertakan pemberian cairan tanpa elektrolit dalam jumlah besar. Oksitosin dan
hormon ADH memiliki rumus bangun yang sangat mirip , hal ini akan menjelaskan
mengapa fungsi kedua hormon ini saling tumpang tindih. Peptida ini terutama
dimetabolisme dihati, sekalipun eksresi adrenal ADH menyebabkan hilangnya
sebagian hormon ini dengan jumlah yang bermakna dari dalam darah.
Gugus kimia
yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer pada sistein
dengan ujung terminal –amino: gugus fenolik pada tirosin ; gugus tiga
carboksiamida pada aspa-ragin, glutamin serta glisinamida; dan ikatan disulfida
(s----s). Delesi atau subtitusi gugus ini pernah menghasilkan sejumlah analog
oksitosin. Sebagai contoh penghapusan gugus amino primer bebas pada belahan
terminal residu sistein menghasilkan desamino oksitosin yang memiliki aktivitas
anti diuretika empat hingga lima kali lebih kuat dari pada aktivitas anti
diuretika hormon oksitosin.
Pada pembuluh
darah . Oksitosin
bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan penurunan
tekanan darah khususnya diastolik karena vasodilatasi. Secher dan kawan-kawan
(1978) selalu mendapatkan adanya penurunan tekanan darah arterial sesaat namun
cukup nyata apabila pada wanita sehat diberikan 10 unit bolus oksitosin secara
intravena kemudian segera diikuti kenaikan kardiak autput yang cepat. Mereka
juga menyimpulkan bahwa perubahan henodinamik ini dapat membahayakan jiwa
seorang ibu bila sebelumnya sudah terjadi hipovolemi atau mereka yang mempunyai
penyakit jantung yang membatasi kardiak autput atau yang mengalami komplikasi
adanya hubungan pintas dari kanan kekiri. Dengan demikian maka oksitosin
sebaiknya tidak diberikan secara intravena dalam bentuk bolus, melainkan dalam
larutan yang lebih encer, dalam bentuk infus atau diberikan suntikan
intramuskular.
Oksitosin
sintetik
Sekresi
oksitosin endogenus tidak disupresi oleh mekanisme umpan balik negatif, ini
berarti bahwa oksitosin sintetis tidak akan mensupresi pelepasan oksitosin
endogenus. Oksitosin dapat diberikan intramuskular, intravena, sublingual
maupun intranasal. Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin
lewat intravena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian intravena,
peningkatan kontraksi uterus dimulai segera setelah pemberian . Waktu paruh
oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan
itravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. Data
terakhir menyebutkan sekitar 15 menit. Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu
30-40 menit setelah pemberian
Efek samping oksitosin
Bila oksitosin
sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat
timbul efek samping yang berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Stimulasi
berlebih pada uterus
b. Konstriksi
pembuluh darah tali pusat
c. Kerja anti
diuretika
d. Kerja pada
pembuluh darah ( dilatasi )
e. Mual
f. Reaksi hipersensitif
Stimulasi
uterus dengan oksitosin pada persalinan hipotonik
Perlu diperhatikan dulu apakah jalan
lahir cukup luas untuk ukuran kepala janin dan apakah kepala janin juga dalam
posisi fleksi yang baik, sehingga diameter yang terkecil kepala janin yang akan
menyesuaikan dengan jalan lahir ( diameter biparietal dan suboccipitobregmatika
). Suatu kesempitan panggul adalah tidak mungkin
bila semua criteria dibawah ini kita jumpai:
a. Konjugata diagonalis normal
b. Bila dinding lateral panggul sejajar
c. Spina ischiadika tidak menonjol
d. Sakrum tidak mendatar
e. Arkus pubis tidak sempit
f. Bagian terendah janin adalah oksiput
g. Bila dilakukan dorongan pada fundus maka
kepala janin akan turun melewati pintu atas panggul
Jika kriteria
diatas tidak dipenuhi, ,maka pilihannya adalah seksio sesaria. Bila
dipergunakan oksitosin, maka harus dilakukan pengawasan ketat terhadap denyut
jantung janin dan pola kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, lamanya, dan
waktu relaksasi serta hubungannya dengan denyut jantung janin diamati secara
ketat. Bila denyut jantung tidak diawasi terus menerus, maka penting sekali
untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin segera setelah kontraksi
uterus, dan tidak harus menunggu satu menit atau lebih.
Teknik
Pemberian Oksitosin Intravena
Sepuluh unit
oksitosin dilarutkan dalam satu liter cairan, biasanya diberikan glukosa 5%
dalam air, atau lebih baik dipakai suatu larutan garam berimbang. Larutan yang
lebih encer dapat disiapkan dengan melipatkan jumlah cairan atau mempergunakan
setengah jumlah oksitosin. Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa
larutan yang lebih encer juga efektif, tetapi larutan ( 10 U dalam 1 liter )
adalah mudah dipersiapkan, aman, efektif, dan mungkin paling sedikit memberikan
keraguan dalam mempersiapkan dan pemberiannya. Dengan larutan oksitosin 10 mU/
ml, maka aliran rata-rata mudah dikalkulasi. Dianjurkan menggunakan sistim pompa
infus yang konstan, yang akan meningkatkan ketelitian dosis yang diberikan,
terutama dalam dosis rendah.
Jarum yang
mempunyai penutup-aliran dimasukkan ke dalam vena di lengan, atau lebih baik
melaui infus intravena yang sudah terpasang dan berfungsi baik, dan tetesan
mulai di berikan tidak lebih dari 1 mU tiap menit. ( Seitchik dan Castillo,
1982 ). Untuk meningkatkan persalinan akibat murni suatu disfungsi uterus
hipotonik, jumlah oksitosin tersebut tidak akan menyebabkan tetania uteri,
walaupun pada suatu saat harus siap sewaktu-waktu menghentikan tetesan pada
keadaan dimana uterus sangat sensitive terhadap oksitosin. Aliran dinaikkan
secara sangat bertahap, dengan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk
mendapatkan tidak lebih dari 10 mU tiap menit, seperti yang dianjurkan oleh
Seitchik dan Castillo(1981,1983a,1983b). Untuk pengobatan disfungsi uterus,
rata-rata dosis yang dibutuhkan jarang melampaui dosis tersebut. Untuk induksi
persalinan, jika diberikan dengan tetesan rata-rata 30-40 mU tiap menit tidak
dapat menimbulkan kontraksi uterus yang memuaskan, maka tetesan yang lebih
besarpun tidak mungkin akan berhasil.
Selama infus
oksitosin dilaksanakan ibu tidak boleh dibiarkan sendirian. Kontraksi uterus
diawasi terus-menerus dan tetesan segera dihentikan bila dijumpai kontraksi
uterus yang lamanya melebihi 1 menit atau bila diselerasi denyut jantung janin
yang bermakna. Bila salah satu hal tersebut terjadi, tetesan harus segera
dihentikan dan biasanya terjadi perbaikan gangguan tersebut, serta mencegah
bahaya pada ibu dan janin. Kosentrasi oksitosin dalam plasma cepat menurun,
karena waktu-paruh oksitosin rata-rata kurang dari 3 menit.
Harus selalu
diingat bahwa oksitosin mempunyai pengaruh antidiuretik yang kuat. Pada
pemberian oksitosin 20 mU atau lebih tiap menit, klirens air –bebas oleh ginjal
(free water clearance) menurun secara nyata. Jika cairan mengandung air
(aqueous fluids), terutama dextrose dalam air, diberikan dalam jumlah cukup
besar dan lama, bersamaan dengan oksitosin, terdapat kemungkinan untuk terjadi
intoksikasi air yang merupakan penyebab terjadinya kejang, coma, dan malahan
kematian.
Diparkland
Memorial Hospital, bila menggunakan oksitosin pada uterus yang hipotonus, maka
dilaksanakan persyaratan umum berikut :
Wanita harus
sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa proses persalinan benar-benar telah
terjadi, bukan suatu persalinan palsu atau persalinan prodromal. Satu-satunya
tanda persalinan, adalah terjadinya pendataran serviks yang progresif dan
pembukaan serviks. Walaupun proses itu dapat terhenti, tetapi pembukaan servik
paling tidak sudah mencapai 3 cm. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan
oleh seseorang pakar obstetrik adalah mencoba melakukan perangsangan
persalinan, sebelum wanita tersebut mengalami persalinan aktif.
Harus tidak
ada factor-faktor obstruksi mekanik sehingga jalannya persalinan aman.
.Penggunaan
oksitosin umumnya dihindarkan pada kasus-kasus dengan presentasi janin abnormal
dan regangan uterus yang berlebihan seperti pada hidramnion, janin tunggal yang
besar, atau kehamilan multiple.
Wanita dengan
paritas tinggi (lebih dari 5), pada umumnya tidak diberi oksitosin karena mudah
mengalami ruptura uteri dibandingkan dengan wanita paritas rendah. Demikian
pula dengan wanita dengan cacat uterus, penggunaan oksitosin ditangguhkan.
Keadaan janin
harus baik, yang dibuktikan dengan pemeriksaan denyut jantung janin dan tidak
adanya mekonium yang kental dalam cairan amnion. Tentu saja pada janin yang
mati tidak ada kontra indikasi untuk memberikan oksitosin, kecuali bila jelas
terdapat disproporsi fetopelvik atau letak lintang.
Ahli obstetrik
harus memperhatikan kontraksi pertama setelah pemberian obat tersebut dan siap
menghentikan pemberiannya bila terjadi tetania uteri. Merupakan keharusan untuk
menghindarkan suatu hiperstimulasi. Frekuensi, intensitas, dan lamanya
kontraksi, serta tonus uterus antara kontraksi tidak boleh melebihi seperti apa
yang terjadi pada persalinan spontan yang normal.
Pola denyut
jantung janin dan kontraksi uterus dievaluasi berulang-ulang. Untuk itu
dianjurkan melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap denyut jantung
janin dan kontraksi uterus.
Oksitosin
merupakan obat yang kuat, obat tersebut dapat membunuh dan membuat cacat ibu
dengan terjadinya ruptura uteri, dan malahan menyebabkan lebih banyak kematian
dan cacat janin akibat hipoksia yang disebabkan oleh kontraksi uterus yang
sangat hipertonik. Tetapi pemberian oksitosin intravena pada berbagai publikasi
terbukti jelas memberikan keuntungan, karena keefektifan maupun keamanannya.
Kegagalan mengobati disfungsi uterus menyebabkan ibu manghadapi peningkatan
bahaya terjadinya kelelahan, infeksi intrapartum, dan kelahiran operatif yang
traumatik. Disamping itu, kegagalan mengobati disfungsi uterus dapat
menghadapkan janin terhadap resiko kematian yang lebih besar, sedangkan resiko
penggunaan oksitosin intravena, bila digunakan dengan cara yang benar, dapat
diabaikan. Tetapi kecelakaan yang berat dapat terjadi pada penggunaannya bila
persyaratannya tidak diawasi dengan ketat. Ruptura uteri pada segmen bawah
uterus akibat stimulasi dengan larutan oksitosin intravena hendaknya merupakan
peringatan kepada dokter tentang pentingnya persyaratan tersebut. Dalam kasus
tersebut, oksitosin diberikan pada seorang multipara umur 38 tahun. Karena
tidak ditemukan kelainan lian, seharusnya dianggap adanya otot uterus yang
menua yang telah mengalami regangan berkali-kali pada persalinan-persalinan
sebelumnya, sehingga tidak dapat menahan beban yang ditimbulkan oleh oksitosin.
Satu sifat
oksitosin intravena adalah kenyataan bahwa bila berhasil, obat tersebut bekerja
dengan segera, menyebabkan kemajuan yang jelas dengan sedikit hambatan. Pada
setiap kecepatan tetesan infus kadar plasma mencapai plateau setelah 30 menit
karena kecepatan tetesan dan kecepatan penghancurannya oleh oksitosinase
mencapai keseimbangan. Oleh karena itu obat tersebut tidak perlu diberikan pada
jangka waktu yang tak terbatas untuk merangsang persalinan. Obat tersebut harus
diberikan selama tidak lebih dari beberapa jam (O’Driscoll dkk, 1984; Seitchik
dan Castillo 1983a,1983b); bila kemudian serviks tidak mengalami perubahan yang
nyata, dan bila diramalkan tidak akan terjadi persalinan pervaginam secara
mudah, maka harus dilakukan kelahiran seksio sesarea. Sebaliknya, oksitosin
tidak boleh digunakan untuk memaksa pembukaan serviks dengan kecepatan yang
melebihi keadaaan normal (Cohen dan Friedman,1983). Kesiapan untuk melakukan
seksio sesarea dalam hal kegagalan oksitosin atau bila terdapat kontraindikasi
pemakaiannya, sangat menurunkan mortalitas dan morbiditas perinata.
Harapan untuk
semua pihak
Pada tulisan ini telah dipaparkan
tentang oksitosin, cara kerjanya pada otot polos uterus, mioepitel kelenjar
mammae, efek yang tupang tindih dengan hormon ADH, dan beberapa efek samping
yang tidak diinginkan serta yang berkaitan dengan rumus kimia oksitosin dan
juga cara pemberian dan pemakaian yang dianjurkan agar tidak terjadi atau
terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan yang merugikan klien.
Diharapkan dengan paparan ini kepada para bidan dapat memahami atau
meningkatkan pengetahuannya tentang oksitosin sehingga
dapat menyahuti himbauan ataupun gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat khususnya ibu hamil,
ibu melahirkan dan ibu nifas.Teknik Pemberian Oksitosin IntravenaSepuluh unit oksitosin dilarutkan dalam
satu liter cairan, biasanya diberikan glukosa 5% dalam air, atau lebih baik
dipakai suatu larutan garam berimbang. Larutan yang lebih encer dapat disiapkan
dengan melipatkan jumlah cairan atau mempergunakan setengah jumlah oksitosin.
Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa larutan yang lebih encer juga
efektif, tetapi larutan ( 10 U dalam 1 liter ) adalah mudah dipersiapkan, aman,
efektif, dan mungkin paling sedikit memberikan keraguan dalam mempersiapkan dan
pemberiannya. Dengan larutan oksitosin 10 mU/ ml, maka aliran rata-rata mudah
dikalkulasi. Dianjurkan menggunakan sistim pompa infus yang konstan, yang akan
meningkatkan ketelitian dosis yang diberikan, terutama dalam dosis rendah.
Jarum yang
mempunyai penutup-aliran dimasukkan ke dalam vena di lengan, atau lebih baik
melaui infus intravena yang sudah terpasang dan berfungsi baik, dan tetesan
mulai di berikan tidak lebih dari 1 mU tiap menit. ( Seitchik dan Castillo,
1982 ). Untuk meningkatkan persalinan akibat murni suatu disfungsi uterus
hipotonik, jumlah oksitosin tersebut tidak akan menyebabkan tetania uteri,
walaupun pada suatu saat harus siap sewaktu-waktu menghentikan tetesan pada
keadaan dimana uterus sangat sensitive terhadap oksitosin. Aliran dinaikkan
secara sangat bertahap, dengan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk
mendapatkan tidak lebih dari 10 mU tiap menit, seperti yang dianjurkan oleh
Seitchik dan Castillo(1981,1983a,1983b). Untuk pengobatan disfungsi uterus,
rata-rata dosis yang dibutuhkan jarang melampaui dosis tersebut. Untuk induksi
persalinan, jika diberikan dengan tetesan rata-rata 30-40 mU tiap menit tidak
dapat menimbulkan kontraksi uterus yang memuaskan, maka tetesan yang lebih
besarpun tidak mungkin akan berhasil.
Selama infus
oksitosin dilaksanakan ibu tidak boleh dibiarkan sendirian. Kontraksi uterus
diawasi terus-menerus dan tetesan segera dihentikan bila dijumpai kontraksi
uterus yang lamanya melebihi 1 menit atau bila diselerasi denyut jantung janin
yang bermakna. Bila salah satu hal tersebut terjadi, tetesan harus segera
dihentikan dan biasanya terjadi perbaikan gangguan tersebut, serta mencegah
bahaya pada ibu dan janin. Kosentrasi oksitosin dalam plasma cepat menurun,
karena waktu-paruh oksitosin rata-rata kurang dari 3 menit.
Harus selalu
diingat bahwa oksitosin mempunyai pengaruh antidiuretik yang kuat. Pada
pemberian oksitosin 20 mU atau lebih tiap menit, klirens air –bebas oleh ginjal
(free water clearance) menurun secara nyata. Jika cairan mengandung air
(aqueous fluids), terutama dextrose dalam air, diberikan dalam jumlah cukup
besar dan lama, bersamaan dengan oksitosin, terdapat kemungkinan untuk terjadi
intoksikasi air yang merupakan penyebab terjadinya kejang, coma, dan malahan
kematian.
Diparkland
Memorial Hospital, bila menggunakan oksitosin pada uterus yang hipotonus, maka
dilaksanakan persyaratan umum berikut :
Wanita harus
sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa proses persalinan benar-benar telah
terjadi, bukan suatu persalinan palsu atau persalinan prodromal. Satu-satunya
tanda persalinan, adalah terjadinya pendataran serviks yang progresif dan
pembukaan serviks. Walaupun proses itu dapat terhenti, tetapi pembukaan servik
paling tidak sudah mencapai 3 cm. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan
oleh seseorang pakar obstetrik adalah mencoba melakukan perangsangan
persalinan, sebelum wanita tersebut mengalami persalinan aktif.
Harus tidak
ada factor-faktor obstruksi mekanik sehingga jalannya persalinan aman.
.Penggunaan
oksitosin umumnya dihindarkan pada kasus-kasus dengan presentasi janin abnormal
dan regangan uterus yang berlebihan seperti pada hidramnion, janin tunggal yang
besar, atau kehamilan multiple.
Wanita dengan
paritas tinggi (lebih dari 5), pada umumnya tidak diberi oksitosin karena mudah
mengalami ruptura uteri dibandingkan dengan wanita paritas rendah. Demikian
pula dengan wanita dengan cacat uterus, penggunaan oksitosin ditangguhkan.
Keadaan janin
harus baik, yang dibuktikan dengan pemeriksaan denyut jantung janin dan tidak
adanya mekonium yang kental dalam cairan amnion. Tentu saja pada janin yang
mati tidak ada kontra indikasi untuk memberikan oksitosin, kecuali bila jelas
terdapat disproporsi fetopelvik atau letak lintang.
Ahli obstetrik
harus memperhatikan kontraksi pertama setelah pemberian obat tersebut dan siap
menghentikan pemberiannya bila terjadi tetania uteri. Merupakan keharusan untuk
menghindarkan suatu hiperstimulasi. Frekuensi, intensitas, dan lamanya
kontraksi, serta tonus uterus antara kontraksi tidak boleh melebihi seperti apa
yang terjadi pada persalinan spontan yang normal.
Pola denyut
jantung janin dan kontraksi uterus dievaluasi berulang-ulang. Untuk itu
dianjurkan melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap denyut jantung
janin dan kontraksi uterus.
Oksitosin
merupakan obat yang kuat, obat tersebut dapat membunuh dan membuat cacat ibu
dengan terjadinya ruptura uteri, dan malahan menyebabkan lebih banyak kematian
dan cacat janin akibat hipoksia yang disebabkan oleh kontraksi uterus yang sangat
hipertonik. Tetapi pemberian oksitosin intravena pada berbagai publikasi
terbukti jelas memberikan keuntungan, karena keefektifan maupun keamanannya.
Kegagalan mengobati disfungsi uterus menyebabkan ibu manghadapi peningkatan
bahaya terjadinya kelelahan, infeksi intrapartum, dan kelahiran operatif yang
traumatik. Disamping itu, kegagalan mengobati disfungsi uterus dapat
menghadapkan janin terhadap resiko kematian yang lebih besar, sedangkan resiko
penggunaan oksitosin intravena, bila digunakan dengan cara yang benar, dapat
diabaikan. Tetapi kecelakaan yang berat dapat terjadi pada penggunaannya bila
persyaratannya tidak diawasi dengan ketat. Ruptura uteri pada segmen bawah
uterus akibat stimulasi dengan larutan oksitosin intravena hendaknya merupakan peringatan
kepada dokter tentang pentingnya persyaratan tersebut. Dalam kasus tersebut,
oksitosin diberikan pada seorang multipara umur 38 tahun. Karena tidak
ditemukan kelainan lian, seharusnya dianggap adanya otot uterus yang menua yang
telah mengalami regangan berkali-kali pada persalinan-persalinan sebelumnya,
sehingga tidak dapat menahan beban yang ditimbulkan oleh oksitosin.
Satu sifat
oksitosin intravena adalah kenyataan bahwa bila berhasil, obat tersebut bekerja
dengan segera, menyebabkan kemajuan yang jelas dengan sedikit hambatan. Pada
setiap kecepatan tetesan infus kadar plasma mencapai plateau setelah 30 menit
karena kecepatan tetesan dan kecepatan penghancurannya oleh oksitosinase
mencapai keseimbangan. Oleh karena itu obat tersebut tidak perlu diberikan pada
jangka waktu yang tak terbatas untuk merangsang persalinan. Obat tersebut harus
diberikan selama tidak lebih dari beberapa jam (O’Driscoll dkk, 1984; Seitchik
dan Castillo 1983a,1983b); bila kemudian serviks tidak mengalami perubahan yang
nyata, dan bila diramalkan tidak akan terjadi persalinan pervaginam secara
mudah, maka harus dilakukan kelahiran seksio sesarea. Sebaliknya, oksitosin
tidak boleh digunakan untuk memaksa pembukaan serviks dengan kecepatan yang
melebihi keadaaan normal (Cohen dan Friedman,1983). Kesiapan untuk melakukan
seksio sesarea dalam hal kegagalan oksitosin atau bila terdapat kontraindikasi
pemakaiannya, sangat menurunkan mortalitas dan morbiditas perinata.
Harapan untuk
semua pihak
Pada tulisan ini telah dipaparkan tentang
oksitosin, cara kerjanya pada otot polos uterus, mioepitel kelenjar mammae,
efek yang tupang tindih dengan hormon ADH, dan beberapa efek samping yang tidak
diinginkan serta yang berkaitan dengan rumus kimia oksitosin dan juga cara
pemberian dan pemakaian yang dianjurkan agar tidak terjadi atau terhindar dari
efek samping yang tidak diinginkan yang merugikan klien. Diharapkan dengan
paparan ini kepada para bidan dapat memahami atau meningkatkan pengetahuannya
tentang oksitosin sehingga dapat menyahuti himbauan ataupun gerakan yang dicanangkan
oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat
khususnya ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas
Sumber : dr H. MAULANA SURYA I, S.Si, Apt
H. EDY YULI RIYAWAN, S.Kep.
Seitchik dan Castillo
0 comments:
Posting Komentar