Selasa, 10 Juni 2014

SYNDROM NEFROTIK


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK 
PADA KASUS SYNDROM NEFROTIK


Konsep Dasar Medis
1.      Pengertian
nefrotik syndrom adalah gangguan klinis yang di  tandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunann albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hioerlipidemia). Kejadian in di akibatkan oleh kelebihan pecahahn plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerolus. (Dr. Nursalam. M. Nur. 2006)

2.      Etiologi
1.1      Sindrom nefrotik bawaan
Dituurunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal resisten terhadap pengobatan. Gejala : edema pada masa neonatus. Pernah di coba pencakokan ginjal pada neonatus tapi tidak berhasil, prognosis buruk dan biasanya meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupan.
1.2      Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
     Malaria kuartana/ parasit lainnya.
     Penykit kolagen seperti lupus eritematosus disemenata, purpura anafilaktoid.
     Glomerulonefritis akut/ glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis.
     Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racumdan air raksa.
     Amilodosis, penyakit seperti sel sabit, hiperprolinemisis, nefritis membranopoliferati, hipokomplementemik.
1.3    sindrom nefrotik idiopatik
(tidak diketahui sebabnya/juga disebut SN primer), berdsarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan microskop elektron. Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
 a.       Kelainan  minimal
Dengan microskop biasa glumerulus nampak normal, sedangkan mikroskop elektron tampak foot prposesus sel epitel terpadu.
b.      Nefropati membranosa
Semua glumerulus menunjukkan penebalan diding kapiler yang tersebar tanpa prolivari sel tidak sering ditemukan pada anak prognosis kurang baik.
c.       Glumerulonefritis membranoproliferatif
     Glumerulonefritis proliferatif eksudatif difus
 terdapat prolliberasi sel mesangial & infiltrasi sel polimorfobukleus.
     Dengan penebalan batang lobular (lobular stalik theckening)
 terdapat prolifersi sel mesangial yang tersebar & penebalan batang lobular
     Dengan bulan sabit
Dipastikan proliferasi sel mesangial & proliferasi sel epitel sampai (kapsular) & fiselar prognosis buruk.
          Glumerulonefritis proliferatif
Proliferasi sel mesangial & penempatan vibrin yang menyerupai membran basalis & mesangiumtiler globulin beta. 1C/beta 1A rendah. Prognosis tidak baik.
1.4      glumerulosklerosis fokal segmental
pada kelainan ini yang mencollok sklerosis glumerulus sering disertai atrovi tubulus. Prognosis buruk.

3.      Patofisiologi
3.1    pada berbagai kondisi kerusakan membran kapiler glumerulus yang serius pada glumerulus nefritis kronis, diabetes militus dengan glumerulosklerosis interkapiler, amilodosis ginjal, lupis eritomatosus sistemik (SLE), tumor ganas sekunder ( pada dewasa tua).
3.2     hipoalbuminemia akibat penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema menyeluruh dimana cairan keluar dari permukaan vaskuler.
3.3    penurunan volume sirkulasi & penurunan aktivitas sistem renin angiotensin yang menyebabkan refensi sodium & edema.
3.4    Mekanisme peningkatan lipid yang tidak di ketahui.

4.      gejala
  1. kejadian piting edema : berat bertambah
  2. proteinuri : mengakibatkan kehilangan protein tubuh
  3. hiperlipidemia mengakibatkan aterosklerosis
  4. odem
5.      penatalaksanaan
1.      diit tinggi protein
2.      pembatasan sodium jika anak hipertensi
3.      antibiotik untuk mencegah infeksi
4.      terapi diuretik sesuai program
5.      terapi albumin jika intake oral & output urine kurang
6.      terapi prednison dengan dosis 2mg/kg/hari sesuai program.

Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
1.1      Biodata
Pada umumnya mengenai anak umur 6-7 tahun (puncaknya umur 7 th) & perbandingan antara wanita dan pria 1:1,6. sindrom nefrotik dijumpai pada anak mulai umur kurang dari 1th (3bulan) sampai umur 14th.
1.2        Keluhan utama
Pembengkakan (odem) seluruh tubuh
1.3        RPS
Tahap awal odem dimulai dari kelopak mata terlihat jelas pada pagi, berikutnya odem berturut-turut pada perut, scccrotum/labia, reduuksi tungkai serta seluruh tubuh (anasarka). Bila odem terjadi pada mukosa intestinal akan didapatkan keluhan diare, kehilangan nafsu makan, kadang-kadang hematuria, jika terjadi hydrothorax terhadap keluhan sesak.
1.4        RPD
1.4.1   danya nefrotik bawaan , riwayat pembengakakan ginjal tetapi tidak berhasil
1.4.2 adanya riwayat penyakit glomerolus sekunder
-         Penyakit infeksi ( siphilis, endokarditis) diabetes.
1.5        RPK
1.6        Data psiko sosial
1.6.1    Adanya odema pada muka / moonface, ansietas dapat menimbulkan rasa malu/rendah diri sehingga dapat menarik diri dari teman-temannya.
1.6.2    isolasi-isolasi merupakan masalah yang menyertai anak karena dirawat diruma sakit secara relaps.
2.      Pemeriksaan fisik
2.1    Kepala
Odema pada periorbital, moonface, pucat, konjungtiva anemis.
2.2      Thoraks/dada
Bentuk: bulat datar
Paru: bila hidrothorax frekwensi pernafasan naik kadang-kadang sesak, suara nafas normal / melemah
2.3      Abdomen
Perut membesar/ cembung simetris dengan mengkilat karena asites bunyi pekak di perut bagian bawah dengan batas cekung ke atas bunyi tympani.
2.4      Ekstrimitas
Odema tungkai, kuku pucat.
2.5      Genetalia
Odema labia mayora pada anak wanita & anak laki-laki pada scrotum.
2.6      Rektum
Bila diare berkepanjangan timbul iritasi pada daerah perianal.
3.      Pemeriksaan tanda vital
Suhu  relatif normal (36º - 37º) kecuali ada infeksi penyerta terjadi kenaikan.
Nadi : dalam batas normal bayi 120 – 140 x/menit, anak 15 -30 x/menit bila terdapat hidrothorax meningkat/tachipnea.
4.      Pemeriksaan penunjang
BB : terjadi peningkatan karena odema.
5.      Pemeriksaan laboratorium
5.1    Hb turun
5.2      LED meningkat
5.3      Faal ginjal
-         Bun meningkat
-         Kretinin menurun
-         Colesterol naik
-         Albumin serum turun
-         Protein turun
5.4      Urine
-         Proteinuria meningkat
-         Leukosit meningkat
-         BJ urine meningkat
6.      Diagnosis
6.1      Resiko kekurangan cairan yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit ditandai dengan
DS : laporrran riwayat penyakit (DM< glumerulonefritis kronis)
DO : hipoalbbuminemia, peningkatan proteinuria, penurunan total protein & albumin, peningkatan kreatinin, penigkatan trigleserida & gangguan gambaran lipid.
6.2      Resiko infeksi yang berhubungan dengan pengobatan imunosupresant yang di tandai dengan
DS : status nefrotik syndrom
DO : mendapat terapi imunosupresant
7.      Intervensi Keperawatan
7.1  Diagnosa keperawatan I
            Tujuan : penigkatan volume sirkulasi & menurunkan edema
1.      Monitor BB setiap hari, asupan & pengeluaran & BJ urine
2.      Monitor CVP (jika diindikasikan). Tanda vital, tekanan ortostatik & irama jantung untuk mendeteksi hipovolemia.
3.      Berikan diuretik / imunosupresant sesuai dengan resep & evaluasi pasien.
4.      infus alnumin sesuai anjuran
5.      Bedrest selama beberapa hari untuk mobilisasi edema, walaupun beberapa ambulasi dinutuhkan untuk mengurangi resiko komplikasi tromboembolik
6.      Tekan secara perlahan untuk menyalurkan sodium & cairan jika terjadi edema berat/diet tinggi protein.
7.2      Diagnosis Keperawatan II
Tujuan mencegah infeksi :
1.      Monitor tanda-tanda & gejala infeksi
2.      Monitor suhu tubuh & hasil laboratorium untuk mengetahui neutropenia.
3.      Gunakan teknik aseptik pada tiap prosedur invasif & saat menyentuh pasien serta semua kontak cuci tangan, cegah kontak pasien dengan orang yang resiko menularkan infeksi.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Suriadi, Yuliani (2001), Asuhan Keperwatan Anak Edisi I
2.      Dr. Nursalam (2006), Askep Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
3.      Hidayat, Aziz Aminul A (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
4.   Riyawan.com

0 comments:

Posting Komentar