ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KASUS
TETANUS NEONATORUM
I.
Pengertian
Neonatus adalah organisme pada
periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan intra uterin hingga
berusia kurang dari 1 bulan. (Asri Rosad, 1987)
Tetanus neonatorum adalah penyakit
tetanus yang terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani
yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat.
(Abdul Bari Saifuddin, 2000)
II.
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani. Kuman
ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropoik.
III. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak
berkapsul, gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang
menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal
terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk perebusan, tetapi
dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman ini dapat hidup
bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar matahari, selain
dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus
manusia serta hewan.
IV. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada
sumsum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan
oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian
dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah
pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang
terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum
di Indonesia.
V.
Gambaran Klinik
Masa inkubasi biasanya 3 – 10 hari. Gejala permulaan
adalah bayi mendadak tidak mau atau tidak bisa menetek karena mulut tertutup
(trismus), mulut mencucu seperti ikan, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan
kejang yang umum. Leher menjadi kaku dan kepala mendongak ke atas
(opistotonus). Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalau terdapat kejang otot
pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat sampai 390 C.
Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
VI. Diagnosis
Diagnosis tetanus neonetorum tidak susah. Trismus,
kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus
neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada
kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala
trismus biasanya hanya terdapat pada tetanus.
VII. Pencegahan
a. Melaui
pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan
bersih alat.
1. Bersih
tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat
dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan
sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan
menggunakan sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan
bebas dari infeksi.
2. Bersih alas
Tempat atau alas
yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium tetani
bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran.
3. Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C
selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C
selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
b. Perawatan
tali pusat yang baik
Untuk
perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan
baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah
dibasahi dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya.
Kasa dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah
lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul
(selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas
tali pusat karena akan terjadi infeksi.
c. Pemberian
Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu
hamil
Kekebalan
terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus.
Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah
melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke
seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi
TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT
kedua dengan saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam
darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua serta
antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus dalam darah
bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon
imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus
dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang
sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila
ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi
TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka
yang tidak mendapatkan imunisasi .
Pemberia Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan
Dosis
|
Saat Pemberian
|
% Perlindungan
|
Lama Perlindungan
|
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
|
Pada kunjungan pertama atau sedini mungkin pada
kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT1
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau selama kehamilan
berikutnya
Minimal setahun setelah TT3 atau selama kehamilan
berikutnya
Minimal setahun setelah TT4 atau selama kehamilan
berikutnya
|
0
80 %
95 %
99 %
99 %
|
Tidak ada
3 tahun
5 tahun
10 tahun
selama usia subur
|
VIII. Penatalaksanaan
a.
Medik
1. Mengatasi
kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi
fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg
parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari.
Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian
diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah
luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain
adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.
2. Pemberian
antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S
(antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3. Pemberian
antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000
satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4. Tali pusat
dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.
5. Memperhatikan
jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
IX. Keperawatan
Masalah yang perlu
diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan, kebutuhan
nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1. Bahaya
terjadinya gangguan pernafasan
Gangguan
pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang disebabkan adanya tenospasmin
yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi.
Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga
mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir di
tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien
tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus.
Tindakan yang perlu dilakukan :
a. Baringkan
bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal di bawah bahunya.
b. Berikan O2
secara rumat karena bayi selalu sianosis
(1 – 2 L/menit jika sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah
berat O2 berikan lebih tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang
telah berhenti turunkan lagi).
c. Pada saat
kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan
memudahkan penghisapan lendirnya.
d. Sering hisap
lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada saat
apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e. Observasi
tanda vital setiap ½ jam .
f.
Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.
g. Jika bayi
menderita apnea :
* Hisap lendirnya
sampai bersih
* O2
diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
*Letakkan
bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan bagian
iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan
frekuensi 50 – 6 x/menit.
*Bila belum
berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup mulut dan
hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu
diselingi tiupan.
2. Kebutuhan
nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk
memenuhi kebutuhan makananya perlu
diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering sianosis
maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1. Bila
keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat diberikan
melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat diubah
memakai dot secara bertahap.
3. Kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru
diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan
dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan
tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk
tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu
tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu
dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan
tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada dokter,
bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu
diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
a.
Pengkajian
umum
1.
Keluhan
utama :
kaku pada otot luka, kesukaran buka mulut, kejang.
2.
Riwayat
penyakit sekarang :
adanya luka parah, dan imunisasi yang tidak adekuat.
3.
Sistim
pernafasan :
dipnue, asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan.
4.
Sistim
kardiovaskuler :
disritmia, takikardi, HT dan perdaarhan, suhu tubuh
awal 38-40⁰C
/ febris, terminal 43-44⁰C.
5.
System
neurologis (awal) irritability, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa
saraf otak.
6.
System
perkemihan :
retensi urin (distensi kandung kemih dan urin out put
tidak ada / oliguria).
7.
System
pencernaan :
konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
8.
System
integument dan musculoskeletal :
nyeri kesemutan ditempat luka, berkeringat (hiper
dehidrasi).
b.
Masalah
kolaboratif
1.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b\d penumpukan
srutum pada trakea dan spasme otot pernafasan.
2.
Gangguan
pola nafas b\d jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan .
3.
Peningkatan
suhu tubuh (hipertermi) b/d efek toksin (bakterimia).
4.
Pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kekakuan otot mengunyah.
5.
Hubungan
inter personal b/d kesulitan bicara.
6.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari b/d kondisi lemah, sering kejang.
7.
Resiko
terjadi cidera b/d sering kejang.
8.
Kurangnya
kebutuhan istirahat b/d seringnya kejang.
II. Rencana Keperawatan
a. Bersihan Bersihan jalan nafas tidak efektif b\d penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot
pernafasan.
Tujuan : jalan nafas efektif.
Criteria :
-
Klien
tidak sesak, lender / sleam tidak ada
-
Pernaafsan
16-18 x/mnt
-
Tidak
ada pernafasan cuping hidung
-
Tidak
ada tarikan otot bantu pernafasan
-
Hasil
pemeriksaan laboratorium darah analisa gas darah dalam batas normal (pH
7.35-7.45, PCO2: 35-45mmHg, PO2 80-100mmHg)
Intervensi
dan rasional :
1.
Bebaskan
jalan nafas dengan mengatur kepala ekstensi
R/ secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan
cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga respirasi tetap lancar.
2.
Pemeriksaan
fisik dengan cara auskultasi (ronchi) tiap 2-4 jam sekali
R/ ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan
akibat cairan / secret yang menutupi sebagian saluran pernafasan sehingga perlu
dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3.
Bersihkan
mulut dan saluran nafas dari secret dan lender dengan melakukan suction.
R/ suction merupakan tindakan untuk mengeluarkan
secret sehingga mempermudah proses respirasi.
4.
Oksigenasi
R/ pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai
dan memberikan cadangan O2 sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5.
Observasi
TTV / 2jam
R/ dipsneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun, timbul takikardi dan
capillary refill time yang memenjang / lama.
6.
Observasi
timbulnya gagal nafas
R/ ketidak mampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilation).
7.
Kolaborasi
pemberian obat pengencer secret (mukolitik)
R/ obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang
kental.
b. Gangguan pola nafas b\d jalan nafas terganggu akibat
spasme otot pernafasan.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal
Criteria :
-
Hipoksimia
teratasi, mengalami perbaikan kebutuhan O2
-
Tidak
sesak, pernafasan normal 16-18X/mnt
-
Tidak
sianosis
Intervensi
dan rasional:
1.
Monitor
irama pernafasan dan RR
R/ indikasi adanya penyimpangan, kelainan dari
pernafasan dapat dilihat dari frekwensi, jenis pernafasan dan irama nafas
2.
Atur
posisi, luruskan jalan nafas
R/ jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancar
3.
Observasi
tanda dan gejala sianosis
R/ sianosis merupakan salah satu tanda manifesatasi
ketidak adekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
4.
Oksigenasi
R/ pemberian O2 secara adekuat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan O2, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5.
Observasi
TTV /2 jam
R/ dipsneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun, timbul takikardi dan
capillary refill time yang memanjang/ lama.
6.
Obseravsi
observasi timbulnya gagal nafas
R/ ketidak mampuan tubuh dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilation).
7.
Kolaboarsi
dalam pemeriksaan analisa gas darah
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d efek toksin
(bakterimia).
Tujuan : suhu tubuh normal
Criteria : 36-37⁰C,
hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
1.
Atur
suhu lingkungan yang nyaman
R/ iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan
suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui evaporasi dan
konveksi
2.
Pantau
suhu tubuh tiap 2 jam
R/ identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok
exhaution
3.
Berikan
hidrasi/minum yang adekuat
R/ cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan
kompresi badan dari dalam tubuh
4.
Lakukan
tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
R/ perawatan luka mengeliminasi kemungkinana toksin
yang masih berada disekitar luka
5.
Berikan
kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
R/ kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi
6.
Laksanakan
program pengobatan antibiotic dan anti pieretik
R/ obat-obat anti bacterial dapat mempunyai spectrum
luas untuk mengobati bacterial gram positif / bacterial gram negative.
Antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas
7.
Kolaboratif
dalam pemeriksaan lab leukosit
R/ hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
>10.000/mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan / untuk mengetahui
perkembangan pengobatan yang diprogramkan
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kekakuan
otot mengunyah.
Tujuan : pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria : BB optimal, intake adekuat, hasil
pemeriksaan albumin 3.5-5mg%
Intervensi dan
rasional :
1.
Jelaskan
factor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan bagi
tubuh
R/ dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari
otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul
refek balik/tersedak
2.
Kolaboratif
- Pemberian
cairan IV
R/ diberikan dengan ketidakmampuan menghisap
-
Pemasangan
NGT bila perlu
R/ berfungsi sebagai masukan nutrisi dan memberikan
obat
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, (2000),
Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
Suriadi, Yuliani
Rita (2001), Asuhan Keperawatan Anak Edisi I
Riyawan.com
0 comments:
Posting Komentar