ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN
PADA THYPOID
A.
KONSEP DASAR
1.1 PENGKAJIAN
1.1.1 Thypoid
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala
demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
1.1.2 Demam Thypoid
adalah demam menular yang bersifat akut yang ditandai dengan bakterimia atau perubahan
pada sistem retikuloedeterial yang bersifat diftus. Pembentukan micro abses dan
ulserasi nodus payer distal ileum (Sugeng Sujianto 2002 : 1).
1.1.3 Demam thypoid
(entericfever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran (Nursalam 2005 : 152)
1.2 ETIOLOGI
1.2.1
Salmonella
typhii mempunyai ciri-ciri sebagi berikut :
* Basil gram negatif
* Bergerak dengan rambut getar
* Tidak berspora
* Masa inkubasi 10-20 hari
1.2.2
Salmonella
typhii memounyai 3 macam antigen. Yaitu :
* Antingen O (somatik, terdiri zat kompleks
lipopolisakarida) berasal dari tubuh kuman ® antigen O menunjukkan bila seseorang belum pernah
menderita / baru pertama terjangkit.
* Antigen H (Flagella kuman) ® antigen H menunjukkan seseorang bila sudah pernah
terjangkit / kelambuhan ulang.
* Antigen Vi (terletak pada kapsul dari kuman yang
mempunyai struktur kimia protein)
1.2.3
Cara
penularan :
* Fecal oral
* Faktor predieposisi :
·
Makanan /
minuman yang terkontaminasi bakteri / vektor
·
Sumber
infeksi / pembawa kuman “carier”
·
Sanitasi dan hygiene
yang jelek
·
Sosial
ekonomi rendah
1.3 PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui
mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan infoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer) dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi di
dalam masa tunas dan akan berakhir pada saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya
kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu.
Pada minggu pertama
sakit terjadi. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi uleserasi plaks peyer. Pada minggu
keempat terjadi peyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sakartrik ulkus dapat menyebabkan
pendarahan bahkan sampai perforasi usus, selain hepar, kelenjar-kelenjar
mesentrial dan limpa membesar.
Gejala demam disebabkan
oleh endotoksin sedangkan gejala padasaluran pencernaan disebabkan oleh
kelainan pada usus halus.
1.4 GEJALA KLINIS
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari,
selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit /
gejala yang tidak khas) :
·
Perasaan
tidak enak badan
·
Lesu
·
Nyeri kepala
·
Pusing
·
Diare
·
Anoreksia
·
Batuk
·
Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain
1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
· Minggu I : demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari.
· Minggu II : demam terus
· Minggu III : demam mulai turun secara berangsur-angsur
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
· Lidah kotor
yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor
jarang disertai tremor
· Hati dan
limpa membesar yang nyeri pada perabaan
· Terdapat konstipasi,
diare
3. GANGGUAN KESADARAN
·
Kesadaran
yaitu apatis – somnolen
· Gejala lain
“ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit)
kapiler kulit)
1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
· Pemeriksaan
darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
· Biakan empedu
: basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
biasanya dalam minggu pertama sakit.
·
Pemeriksaan
WIDAL - Bila
terjadi aglutinasi
Pada minggu ke 2 - diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno
yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesene
mengarah kepada demam tiphoid.
1.6 PENATALAKSANAAN
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Perawatan
· Tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
selama 14 hari.
·
Posisi tubuh
harus diubah setiap ± 2 jam untuk mencegah dekubitus.
·
Meobilisasi
sesuai kondisi.
2) Diet
· Makanan
diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya
(mula-mula air-lunak-makanan biasa)
(mula-mula air-lunak-makanan biasa)
·
Makanan
mengandung cukup cairan, TKTP
· Makanan harus
mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.
3) Obat
·
Antimikroba
o
Kloramfenikol
o
Tiamfenikol
o
Co-trimoksazol
(Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol)
·
Obat
Symptomatik
o
Antipiretik
o
Kartikosteroid,
diberikan pada pasien yang toksik
o
Supportif :
vitamin-vitamin
o
Pemenang :
diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri.
4) Hoffman terapi
· Cara memberikan
o
Inisial :
dexa metason dengan dosis 3 mg/kg BB di dripkan ke DS 100 cc diberikan selama
1-2 jam.
o
Maintenence :
dexa metason dengan dosis 1 mg/kg BB di dripkan ke DS 100 cc diberikan selama 1
jam.
o
Pemberian
menggunakan tetesan makro. Di ulang tiap 6 jam sampai 8 x pemberian.
· Syarat pemberian
o
Lumbal fungsi
dalam batas normal
o
Demam typhoid
secara klinis sudah jelas
o
Elektrolit /
metabolik normal atau sudah terkoneksi
o
Pemberiannya
harus tepat karena bisa menimbulkan perdarahan usus.
1.7 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usu
b. Perforasi usu
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Kardiovaskuler :
kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitie.
kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitie.
b. Darah :
anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
c. Paru :
pneumoni, empiema, pleuritis.
pneumoni, empiema, pleuritis.
d. Hepar dan kandung empedu :
hipertitis dan kolesistitis.
hipertitis dan kolesistitis.
e. Ginjal :
glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Tulang :
oeteomielitis, periostitis dan arthritis.
oeteomielitis, periostitis dan arthritis.
g. Neuropsikiatrik :
delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid,
komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan
tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang
sempurna.
1.8 PENCEGAHAN
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang
hygiene
c. Pemberantasan lalat
2. Usaha terhadap manusia
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene
sanitasi personal hygiene.
ASUHAN
KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Sering ditemukan pada anak berumur
diatas 1 tahun
2.
Riwayat
keperawatan
a. Keluhan utama : panas atau demam yang tidak
turun-turun.
b. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh disertai mual, muntah
dan diare
c. Riwayat penyakit dahulu
o
Sebelumnya
pernah sakit thypoid atau tidak
o
Sebelumnya
pasien pernah masuk Rumah Sakit atau tidak dan nama penyebabnya (penyakitnya).
d. Riwayat penyakit keluarga
o
Di keluarga
ada yang pernah menderita thypoid atau tidak
o
Di keluarga
ada yang mempunyai penyakit menular (misal TBC, lepra) dan penyakit keturunan
(misal : diabetes mellitus, hipertensi) atau tidak.
e. Pola-pola fungsi kesehatan
o
Pola nutrisi
dan metabolisme
o
Klien
mengalami nafsu makan atau tidak, penyebabnya penurunan
nafsu makan klien.
nafsu makan klien.
o
Pola
eliminasi
o
Eliminasi
alvi. Klien dapat mengalami konstipasi.
o Eliminasi
urine. Tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.
Klien dengan demam thipoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
o
Pola
aktivitas dan latihan
o Aktivitas
klien akan terganggu karena bed rest dan segala kebutuhan klien
dibantu agar tidak terjadi komplikasi.
dibantu agar tidak terjadi komplikasi.
o
Pola tidur
dan istirahat.
o
Pola tidur
dan istirahat akan terganggu sehubungan peningkatan suhu.
o
Pola persepsi
dan konsep diri.
o
Biasanya terjadi
kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi
klien. Bagaimana konsep diri klien, antara lain : body image, ideal diri, harga
diri, peran dan identitas apakah ada perubahan atau tidak.
o
Pola hubungan
peran
o
Peran klien
dalam keluarga
o
Hubungan
klien dan keluarga terganggu atau tidak.
o
Pola
penanggulangan stress
o
Biasanya
klien sering melamun dan merasa cemas atas keadaan penyakitnya.
o
Pola tata nilai
dan kepercayaan
o
Dalam hal
beribadah sedikit teragnggu karena harus bedrest sehingga aktivitas klien
dibantu oleh keluarga.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu
badan meningkat 38-41 0C muka kemerahan.
2. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran
(apatis)
3. Pemeriksaan kepala
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut
kering, rambut agak kuram.
4. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan,
nafas cepat dan dalam.
5. Sistem kardiovaskuler
Terjadinya penurunan tekanan darah,
bradikardi relative, hemoglobin rendah.
6. Sistem integument
Kering turgor kulit menurun, muka
tampak pucat.
7. Sistem muskolasbeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak
didapatkan adanya kelainan hanya pada bagian sendi kadang terasa nyeri.
8. Sistem gastrointestinal.
Lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, konstipasi, nyeri perut kembung.
9. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati
membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltic usus meningkat.
II.
DIAGNOSA
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi
Salmonella Typhii.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
/ bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare /
muntah).
III.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
infeksi salmonella typhsi
Tujuan :
tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal
Turgor kulit membaik
Intervensi :
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ agar klien dan keluarga mengetahui
sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
2. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan
menyerap keringat.
R/ untuk menjaga agar klien merasa
nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
3. Batasi pengunjung
R/ agar klien merasa tenang dan udara
di dalam ruangan tidak terasa panas.
4. Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum ± 2,5
liter / 24 jam
R/ peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
6. Memberikan kompres dingin
R/ untuk membantu menurunkan suhu
tubuh
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx
antibiotik dan antipiretik.
R/ antibiotik untuk mengurangi
infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
2. Dx gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : - nafsu makan meningkat
- pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
porsi yang diberikan.
Intervensi :
1. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat
makanan / nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkatkan.
2. Timbang berat badan klien setiap 2 hari
R/ untuk mengetahui peningkatan dan
penurunan berat badan.
3. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung
banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan
karena mudah ditelan
4. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ untuk menghindari mual dan muntah
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida
dan nutrisi parentral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan
muntah.
Nutrisi parentral dibutuhkan terutama jika
kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
3. Dx intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan / bed rest.
Tujuan :
pasien bisa melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan
Kriteria hasil : kebutuhan personal terpenuhi
Dapat miring ke kanan dan kiri
Intervensi :
1. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk
melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri)
R/ agar pasien dan keluarga
mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
2. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan,
minum)
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan
yang terjadi
3. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya
R/ untuk mempermudah pasien dalam
melakukan aktivitas
4. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah
demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi
dan mencegah adanya dekubitus.
4. Dx gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah).
Tujuan :
tidak terjadi gangguan keseimbangan-keseimbangan cairan
Kriteria hasil : turgor kulit meningkat
wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
1. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan
cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan
(minum) pada pasien.
2. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter /
24 jam
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4. Observasi kelancaran tetesan infus
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan
dan mencegah adanya odem.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral
/ parenteral)
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan
yang tidak terpenuhi (secara parenteral)
IV.
IMPLEMENTASI
Dari hasil
intervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan
disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pelaksanaan merupakan
pengelolahan dan perwujudan dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian,
yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data.
V.
EVALUASI
Dari hasil intervensi yang telah
tertulis, evaluasi yang diharapkan :
1. Dx : peningkatan suhu berhubungan dengan infeksi
salmonella typhii.
Evaluasi : suhu
tubuh normal (36 0C)
2. Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan ‘berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : kebutuhan
nutrisi terpenuhi
3. Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan / bedrest.
Evaluasi : klien
dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan
4. Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
Evaluasi : kebutuhan
cairan terpenuhi
Maka dapat
disimpulkan EVALUASI adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari
masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah dutetapkan dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tim kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
riyawan.com, smkmuh5babat.info, babat.web.id
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi
pertama, Salemba Medika. Jakarta.
Mansur, Arif. 2004. Kapita Selekta Anak Media Aesculapius.
EKUI.
Sujianto, Sugeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan
Penalaksanaan. Edisi 2
0 comments:
Posting Komentar