LAPORAN PENDAHULUAN (L.P)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN
ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH)
1. KONSEP DASAR
I.
DEFINISI
1. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki
maupun perempuan dari semua umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun pada
umur lanjut.
2. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita
lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang dari 515%, untuk
menyatakan adanya ASK harus ditemukan bakteri didalam urin. Bakteriuria
bermakna yang disertai gejala pada saluran kemih disebut bakteriunia bergejala
sedangkan yang tanpa gejala kemih disebut bakteriunia tanpa gejala. Mikro
organisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri aerob.
Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba yang lain, karena
itu rutin dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra
bagian bawah terutama pada bagian yang mendekati kandung kemih.
Selain bakteri aerob, ISK
dapat disebabkan oleh virus, nagi, dan jamur. Ada kalanya ISK tanpa
bakteriuria, ditemukan pada keadaaan-keadaan :
1.Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi
dini pielonefritis karena infeksi hematogen.
2.Bendungan total pada bagian yang menderita infeksi.
3.Bakteriuria disamakan karena pemberian antibiotika.
II.
ETIOLOGI
Organisme penyebab ISK yang paling sering ditemukan adalah escheriucia (80
% kasus). E. Coli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme-organisme
lain yang juga dapat menyebabkan ISK
adalah : golongan proteus, klebsiela, pseudomonas, enterokokus dan
stophylokokus.
III.
PATOFISIOLOGI
IV.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala.
Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria dan terdesak kencing
yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri supra pubik dan daerah pelvis.
Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung urin lebih dari
500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria yaitu
kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang yang sering ditemukan pada
sistitis akut. Tenesmus ialah rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung
kemih meskipun telah kosong. Nukturia ialah cendrung sering kencing pada malam
hari akibat kapasitas kandung kemih menurun, sering juga ditemukan enuresis
noktural sekunder yaitu ngompol pada orang dewasa, prostatismus yaitu kesulitan
memulai kencing dan kurang deras arus kencing, nyeri uretra, kolik ureter dan
ginjal.
Gejala klinis ISK
sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut :
1. Pada bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa
sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih
sedikit-sedikit serta rasa tidak enak didaerah suprapubik.
2. Pada ISK bagian atas dapat ditemukan sakit kepala,
malaise mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri dipinggang.
V.
KOMPLIKASI
-
Gagal ginjal akut
-
Ensefalopati
hipertensif
-
Gagal jantung,
edema paru, retinopati hipertensif
VI.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Biakan urin : Biakan ini pancaran tengah (mid stream
urine) dianggap positif ISK bila jumlah kuman ³ 100.000 kuman/ml
urin, jumlah kuman antara 10.000 - < 100.000 kuman/ml urin dianggap
meragukan akan perlu diulang. Bila < 10.000 kuman/ml, urin hasil dianggap
sebagai kontaminasi. Bila pengambilan urin dilakukan dengan pungsi supra
pubik/karteterisasi kandung kemih, maka seberapapun kuman yang ditemukan
dianggap positif ISK (ada maka juga yang menyebutkan batasan > 200 kuman/ml
urin).
b. Urin lengkap : tidak ada korelasi pasti antara piuria dan
bakteri urin, tetapi pada setiap kasus dengan piuria harus dicurigai
kemungkinan ISK, bila ditemukan silinder leukosit, kemungkinan pielonefritis
perlu dipikirkan.
c.
Radiologi :
Pemeriksaan ultrasonografi sedapat mungkin dilakukan pada semua pasien ISK,
pielografi intravena (PIV) dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
pielonefritis kronis, kelainan konginital, maupun abstruksi dengan
miksio-sisto-uretrografi (MSU) dapat ditemukan tanda-tanda refluks vesiko
ureter/penyempitan pada muara uretra.
d. Lain-lain : data tambahan berupa peninggian laju endap
darah (LED) dan kadar protein kurang rektif, penurunan fungsi ginjal, serta
adanya azotemia memberi petunjuk adanya ISK bagian atas.
VII.
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan
lain-lain. Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan
kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin) 7-10
mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Tatalaksana khusus
ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan
pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin
anatamis saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi
dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan
urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah ampisilin,
katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan sefaleksin.
Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida (gentamisin, amikasin, dan
lain-lain), sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan
selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan
mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka,
perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan
fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2
tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada fase akut.
Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan
terapi profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu
nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi atau asam mandelamin. Umumnya
diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bisa
ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil
uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu sampai
2 tahun.
3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan
obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks
tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan menghilang
dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan V perlu dilakukan
koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik,
nefrektami kadang-kadang perlu dilakukan.
2. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PERKAWINAN
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Suku bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
Tanggal MRS
Diagnosa medis
RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan
utama : - Disuria
- Polakisria
- Nyeri
- Terdesak
kencing yang berwarna terjadi bersamaan.
b. Riwayat
penyakit sekarang
Penyebab dari disuria disebabkan
karena masuknya organisme eschericea coli kedalam kolon.
c. Riwayat
penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit
ISK.
d. Riwayat
penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
e. Riwayat
psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan gangguan dalam beribadat karena klien lemah.
f. Pola-pola
fungsi kesehatan
1.
Pola nutrisi dan
metabolisme
Klien mengalami penurunan nafsu
makan karena mual, muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2.
Pola eliminasi
Eliminasi alvi klien tidak dapat
mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine
mengalami gangguan karena ada organisme yang masuk sehingga urine tidak lancar.
3.
Pola aktifitas dan
latihan
Aktivitas klien akan terganggu
karena harus tirah baring total agar tidak terjadi komplikasi maka segala
kebutuhan klien dibantu.
4.
Pola tidur dan
istirahat
Pola tidur dan istirahat
terganggu sehubungan dengan imobilisasi yang lama.
5.
Pola persepsi dan
konsepsi diri
Biasanya terjadi kecemasan
terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
6.
Pola hubungan dan
peran
Hubungan dengan orang lain
terganggu sehubungan dengan klien dirawat di rumah sakit dan klien harus
bedrest total.
7.
Pola penanggulangan
stress
Biasanya klien sering melamun dan
merasa sedih karena keadaan sakitnya.
8.
Pola tata nilai dan
kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya
terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitasi karena
penyakitnya.
g. Pemeriksaan
Fisik
1.
Keadaan Umum
Didapatkan
klien tampak lemah, nadi 100x/menit, T = 119/60
2.
Tingkat Kesadaran
Normal
GCS 4-5-6
3.
Sistem Respirasi
Pernafasan
normal yaitu 20x/menit, nafsu normal
4.
Sistem Kardiovaskuler
Terjadi
penurunan tekanan darah
5.
Sistem Integumen
Kulit
kering, turgor kulit menurun, rambut agak kusam.
6.
Sistem
Gastrantestinal
Bibir
kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor.
7.
Sistem
Muskuloskeletal.
Klien
lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8.
Sistem Abdomen
Pada
palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada ginjal akibat adanya peradangan akut
maupun kronis dari ginjal atau saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal,
pielonefritis, cystitis, uretra.
II.
DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan koliks
ginjal, pelvis, parenkim, invasi bakteri pada mukosa kandung kemih (systitis)
mengakibatkan nyeri panggul atau nyeri supra pubik.
2. Hipertermia
berhubungan dengan infeksi diginjal mengakibatkan potensial infeksi dan
ketidakseimbangan cairan.
3. Perubahan pola
eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanik dari infeksi mengakibatkan
disuria, frekwensi dan urgency.
III. INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Dx : Nyeri
berhuibungan dengan koliks ginjal, pelvis, parenkim, invasi bakteri pada mukosa
kandang kemih mengakibatkan nyeri panggul atau nyeri supropubik.
Tujuan :
- nyeri berkurang
- Penurunan
kebutuhan terhadap analogetik
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang saat istirahat,
aktifitas atau berkemih
Intervensi :
1.
Nyeri supropubik dan
disuria
R/ menandakan terjadinya infeksi pada kandung
kemih.
2.
Kultur urine,
urinalisis RBC, WBC, peningkatan pH (infeksi kandung kemih)
R/ Jumlah bakteri ³
100.000/ml menandakan adanya infeksi yang menyebabkan nyeri.
3.
Istirahatkan pasien
selama perawatan
R/ mencegah timbulnya nyeri.
4.
Kolaboratif dengan
tim kesehatan dalam pemberian analgetik
R/
untuk mengontrol nyeri dan menanggulangi nyeri.
2.
Dx : Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi ginjal mengakibatkan potensial infeksi dan
ketidakseimbangan cairan.
Tujuan : Hipertermia dapat ditanggulangi dengan tanda
vital dan suhu kembali normal
Kriteria Hasil :-
Tidak terjadi demam dan dioporesis
- Tidak ada
tanda dan segala dehidrasi
Intervensi :
1.
Suhu yang meningkat
secara persisten
R/ indikasi infeksi renal
2.
Kulit : suhu, warna,
turgar, kering atau lembab.
R/ perubahan penandaan adanya dehidrasi
3.
Tanda vital :
Peningkatan denyut nadi, pernafasan dan suhu
R/ mengtahui perubahan tanda vital
4.
Kolaboratif dalam
pemberian (aspirin, aminahen)
R/ menurunkan panas dengan mengintibisi pusat
pengaturan panas suhu.
5.
Kolaboratif dengan
tim medis dalam pemberian antibiotik
R/
membunuh bakteri dengan mengintibisi sistesis dinding sel/mengubah metabolisme
protein sel bakteri.
3.
Dx : Perubahan
pola eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanik dan infeksi
mengakibatkan disuria, frekwensi dan urgency.
Tujuan : Pola
eliminasi kembali normal tanpa disertai disuria, frekwensi dan urgency
Kriteria Hasil :-
Disuria berkurang
-
Frekwensi dan urgensi kembali normal
Intervensi :
1.
Kaji rasa panas,
frekwensi, urgency, bau busuk urine, urine bercampur darah, nanah dan lendir.
R/ menandakan adanya bakteri yang mengakibatkan
iritasi kandung kemih
2.
Ulangi pmx urine :
peningkatan RBC, WBC, Urine cultue: bakteri ³ 100.000/ml
R/ menentukan penanganan jika hasil lab kurang
dari batas normal.
3.
Kolaboratif dengan
tim medis dalam pemberian antibiotik/sulfanamide (amoxicllin, sulfiscoxazole)
R/
pengobatan infeksi akan mengurangi gejala dengan menghambat sintetis bakteri
4.
Kosongkan kandung
kemih setiap 4 jam, gunakan tampan/popok dan ganti setiap 3-4 jam, gunakan
pakaian dalam yang terbuat dari katun, hindari celana ketat.
R/
mencegah statis urine dan media pertumbuhan bakteri : kartominasi dan iritasi
genital.
II.
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan merupakan pengelolaan
dan perwujudan dan rencana tindakan meliputi beberapa bagian yaitu validasi,
secara keperawatan memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Lumidar
1990)
III. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang
matematis dari rencana tindakan dari masalah kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan kesehatan lainnya (Ependi, 1995)
DAFTAR PUSTAKA
Dengoes Marilyn E, 1993. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3. EGC, Jakarta
Tessy Agus, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
3, FKUI. Jakarta
Mansgoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi 3 FKUI. Jakarta.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel keperawatan & Farmasi
0 comments:
Posting Komentar