Kamis, 17 Juli 2014

Luka Bakar

MAKALAH LUKA BAKAR PASIEN
ASUHAN KEPERAWATANN PADA PASIEN LUKA BAKAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan perawat.  Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain.  Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu. (Elizabeth,2009)

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan tentang “Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien dengan kegawatdaruratan  Luka Bakar”.

1.3    Tujuan
1.3.1        Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan Klien dengan Kegawatdaruratan Luka Bakar.
1.3.2        Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan kembali :
1.   Pengertian luka bakar.
2.   Penyebab terjadinya luka bakar.
3.   Fase terjadinya luka bakar
4.   Klasifikasi luka bakar.
5.   Cara menghitung luas luka bakar.
6.   Tingkat keparahan luka bakar.
7.   Patofisiologi luka bakar.
8.   Indikasi pasien rawat inap luka bakar.
9.   Penatalaksanaan luka bakar.

1.4    Manfaat
1.4.1.      Manfaat untuk mahasiswa
Melalui makalah ini mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pembelajaran terutama tentang pengetahuan mahasiswa dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar secara komperhensip.
1.4.2.      Manfaat untuk profesi keperawatan
Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah keilmuan dalam keperawatan terutama keperawatan kegawatdaruratan luka bakar. sehingga mahasiswa dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.3.      Manfaat lain
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai bahan dalam melanjutkan penelitian terkait dengan hubungan antara pengetahuan tentang luka bakar.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Prinsip Medis Luka Bakar
2.1    Definisi
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. ( Moenajat, 2001)
2.2    Etiologi
2.2.1   Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
  1)   Gas
  2)   Cairan
  3)   Bahan padat (Solid)
2.2.2   Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
2.2.3   Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
2.2.4   Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury).
     (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
2.3    Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.   Proses inflamasi dan infeksi.
2.   Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.   Keadaan hipermetabolisme
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

2.4 Klasifikasi Luka Bakar ( Moenajat, 2001).
A. Dalamnya Luka Bakar
Klasifikasi Combustio
1). Luka Bakar Tingkat I
Kedalaman : Ketebalan partial superfisial
Penyebab : Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Penampilan : Kering tidak ada gelembung, oedem minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Warna : Bertambah merah.
Perasaan : Nyeri
2). Luka Bakar Tingkat II
Kedalaman : Lebih dalam dari ketebalan partial, superfisial, dalam.
Penyebab : Kontak dengan bahan air atau bahan padat, jilatan api kepada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar ultra violet.
Penampilan : Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar, pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Warna : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Perasaan : Sangat nyeri
3). Luka Bakar Tingkat III
Kedalaman : Ketebalan sepenuhnya
Penyebab : Kontak dengan bahan cair atau padat, nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik.
Penampilan : Kering disertai kulit mengelupas, pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas, gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan.
Warna : Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam, merah.
Perasaan : Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut.
2.4.2  Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1)   Kepala dan leher                                            : 9%
2)   Lengan masing-masing 9%                            : 18%
3)   Badan depan 18%, badan belakang 18%      : 36%
4)   Tungkai masing-masing 18%                         : 36%
5)   Genetalia/perineum                                        : 1%
Total    : 100%

2.4.3  Berat Ringannya Luka Bakar (Skeet, 2002)
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
     1)      Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
     2)      Kedalaman luka bakar.
     3)      Anatomi lokasi luka bakar.
     4)      Umur klien.
     5)      Riwayat pengobatan yang lalu.
     6)      Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
     A. Parah – critical:
                a)  Tingkat II         : 30% atau lebih.
                b)  Tingkat III        : 10% atau lebih.
                c)  Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
                d)  Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
     B. Sedang – moderate:
                a) Tingkat II            : 15 – 30%
                b) Tingkat III           : 1 – 10%
     C. Ringan – minor:
               a) Tingkat II              : kurang 15%
               b) Tingkat III             : kurang 1%

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.      Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2.      Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3.      Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4.      Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5.      Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6.      Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7.      Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8.      Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9.      Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
10.  Pemeriksaan diagnostik:
1)   LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2)   Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3)   Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada  cedera inhalasi asap.
4)   BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5)   Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6)   Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7)   Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
8)   Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
3.2  Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.   Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2.   Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3.   Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4.   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5.   Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6.   Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7.   Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9.   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi tidak mengenal sumber informasi.
3.3 Rencana Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan  obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompresi jalan nafas .
Tujuan dan Kriteria Hasil : Bersihan jalan nafas tetap efektif. Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi :
1)   Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi. Rasional : Dugaan cedera inhalasi
2)   Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda. Rasional : Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
3)   Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Rasional : Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
4)   Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera. Rasional : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
5)   Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
6)   Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering. Rasional : Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
7)   Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril. Rasional : Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
8)   Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik. Rasional : Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
9)   Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental. Rasional : Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
10) Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan. Rasional : Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
·     Lakukan program kolaborasi meliputi : Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah. Rasional : O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
·     Awasi/gambaran seri GDA. Rasional : Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
·     Kaji ulang seri rontgen. Rasional : Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar.
·     Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif. Rasional : Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
·     Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi. Rasional : Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksigenasi.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi :
1)   Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer. Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
2)   Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi. Rasional : Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
3)   Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak. Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
4)   Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya.
5)   Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi. Rasional : Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
6)   Selidiki perubahan mental. Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral.
7)   Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam. Rasional : Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
8)   Hemates drainase NG dan feces secara periodik. Rasional : Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
9)   Lakukan program kolaborasi meliputi :
   o Pasang / pertahankan kateter urine. Rasional : Memungkinkan infus cairan cepat.
   o Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Rasional : Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
   o Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin. Rasional : Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian  cairan dan elektrolit.
   o Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ). Rasional : Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
   o Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol), Kalium, Antasida. Rasional : Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar, Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
10)  Pantau:  Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi. Warna urine. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit. Berat badan setiap hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan. Status umum setiap 8 jam. Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat. Inspeksi adekuat dari luka bakar.
11)  Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar. Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP. Rasional : Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.
12)  Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap. Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.
13)  Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi. Rasional : Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
14)  Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif. Rasional : Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
15)  Berikan antasida yang diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin. Rasional : Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
3.Diagnosa Keperawatan : Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat. Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi :                                                                   
1)   Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
2)   Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). Rasional : Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
3)   Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring. Rasional : Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
4)   Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada. Rasional : Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
5)   Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional : Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
4.Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien bebas dari infeksi. Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :
1)   Pantau: Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam. Suhu setiap 4 jam. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
2)   Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site. Rasional : Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
3)   Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka. Rasional : Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.
4)   Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan. Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
5)   Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan. Rasional : Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
6)   Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan. Rasional : Melindungi terhadap tetanus.
7)   Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral. Rasional : Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat membantu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
5.Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :
1)   Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan dokter dan diberikan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas. Rasional : Analgesik narkotik diperlukan untuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
2)   Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan. Rasional : Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipotermia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
3)   Berikan ayunan di atas tempat tidur bila diperlukan. Rasional : Menururnkan nyeri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen tempat tidur terhadap luka dan menurunkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
4)   Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri. Rasional : Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meminimalkan ketidaknyamanan.
6.Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat. Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
Intervensi :
1)   Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setiap 2 jam. Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2)   Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
3)   Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional : Temuan-temuan ini menandakan kerusakan sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk menentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
7.Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi jaringan. Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi :                                                                                                                
1)   Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2)   Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi. Rasional : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
3)   Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. Rasional : Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
4)   Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan. Rasional : Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
5)   Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi. Rasional : Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
6)   Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai. Rasional : Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
7)   Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Rasional : Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
                                                     
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. ( Potter & Perry, 2006)
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001)
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001).
Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri).
Adapun Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah
1)  Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan.
2)  Bersihan jalan napas b/d Obstruksi trakeobronkial.
3)  Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar/

4)  Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan.
4.2  SARAN
1)   Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan luka bakar diharapkan mampu memahami konsep dasar luka bakar serta konsep asuhan keperawatan.
2)   Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan penyakit ini.

Daftar Pustaka                               
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel Farmasi & Keperawatan
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

0 comments:

Posting Komentar