Selasa, 10 Maret 2015

Farmakologi Diuretik

BAB I
PENDAHULUAN
1.1           Latar Belakang
Pemakaian diuretik sebagai terapi edema telah dimulai sejak abad ke-16. HgCl2 diperkenalkan oleh Paracelcus sebagai diuretik. 1930 Swartz menemukan bahwa sulfanilamide sebagai antimikrobial dapat juga digunakan untuk mengobati edema pada pasien payah jantung, yaitu dengan meningkatkan eksresi dari Na+. Diuretik modern semakin berkembang sejak ditemukannya efek samping dari obat-obat antimikroba yang mengakibatkan perubahan komposisi dan output urine.Terkecuali spironolakton, diuretik kebanyakan berkembang secara empiris, tanpa mengetahui  mekanisme sistem transpor spesifik di nephron. Diuretik adalah obat yang terbanyak diresepkan di USA, cukup efektif, namun memiliki efek samping yang banyak pula (Ganiswarna, 1995).
1.2           Tujuan
-            Menjelaskan pengertian diuretik
-            Menjelaskan fungsi dari diuretik
-            Menjelaskan klasifikasi diuretik
-            Menjelaskan indikasi dan kontra indikasi dari diuretik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Pengertian Diuretik
Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air.
Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni. Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites , sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal. Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati).

2.2   Peranan Nephron

Peranan Nephron


-          Ginjal mengontrol volume ECF dengan menyesuaikan eksresi NaCl dan H2O
-          Tiap ginjal memfiltrasi lebih dari 22 mol Na. Untuk menjaga keseimbangan NaCl , sekitar 3 lbs NaCl harus direabsorpsi oleh tubulus ginjal per hari.
-          Tekanan darah dipengaruhi volume ECF
 -          Jika intake NaCl > output maka akan terjadi edema. Contohnya pada gagal jantung kongestif, gagal ginjal.
-         Reabsorpsi Na+ terjadi di membran basolateral (blood side) dari epitel nephron, dibantu terutama oleh Na+K+ATP-ase
-         Pertukaran 1 mol Na+ dengan 2 mol K+ membutuhkan energi sehingga konsentrasi
Na+ harus rendah dan K+ harus tinggi di intraseluler.
-          Pada luminal side epitel nephron, transpor Na+ terjadi secara pasif, mengikuti gradien elektrokimia dari lumen ke dalam sel. Mekanisme inilah yang menjadi dasar fisiologi dari diuretik.

2.3   Farmakologi diuretik

Fungsi utama dari Diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
-  Tujuan utama terapi diuretik adalah mengurangi edema, yaitu. dengan cara mengurangi volume ECF. Untuk mencapai hal ini, output NaCl HARUS > inputnya.
-  Diuretik terutama mencegah masuknya Na+ ke dalam sel tubulus
-  Semua diuretik kecuali spironolakton bekerja pada luminal side sel nephron.
-  Diuretik masuk ke dalam cairan tubulus supaya kerjanya lebih efektif
Semua diuretik, kecuali spironolakton, terikat protein, dan mengalami sedikit filtrasi. Mereka mencapai urine melalui sekresi pada tubulus proksimal (jalur sekresi asam organik atau basa).
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Berkurangnya aliran darah ke ginjal atau gagal ginjal akan mengurangi efektifitas diuretik, karena akan berkompetisi dengan obat  lainnya dalam menggunakan secretory pump. Contoh : probenesid berkompetisi dengan obat yang sifatnya asam, cimetidine berkompetisi dengan obat dasar.
2.4           Klasifikasi Golongan Diuretik

Klasifikasi Golongan Diuretik


2.4.1    Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal . Diuretik   osmotik   adalah   natriuretik,   dapat   meningkatkan   ekskresi natrium dan air.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah
overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang
difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
ü   Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
ü   Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
ü   Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain
Manitol
Manitol
mekanisme : manitol sebagai diuretik osmotik yang non-metabolizable akan difiltrasi ke dalam lumen tubulus sehingga meningkatkan osmolalitas carian tubulus. Hal ini berakibat terjadinya ketikdakseimbangan reabsorpsi cairan, sehingga Eksresi air yang meningkat (disertai dengan ion Na+)
Farmakokinetik : diberikan melalui i.v. dan bekerja dalam sepuluh menit; apabila diberikan secara p.o. dapat menyebabkan diare osmotik (tidak diabsorpsi dengan baik oleh usus). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal t1/2 berkisar 1.2 jam.
Indikasi
Manitol digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat
2.  Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal
3.  Meningkatkan volume urine
4.  Menurunkan tekanan intra-kranial
Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru.
Toksisitas
*Ekspansi cairan ekstraseluler & hiponatremia  menimbulkan :
- gagal jantung kongestif
- edema paru
* sakit kepala
* mual & muntah
* Dehidrasi
* hipernatremia
Efek samping.
Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
Sediaan dan dosis
Untuk sediaan IV digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1.000ml. dosis untuk menimbulkan diuresis ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam.
Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit.bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam.Untuk mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau mengatasi oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa ialah 50-100g.
2.4.2    Inhibitor karbonik anhidrase
Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3. Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya oleh : sianida, azida, dan sulfida
Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
Aksi mekanisme : bikarbonat banyak diabsorpsi pada tubulus proksimal. Ion H+ dikeluarkan dari lumen yang akan bergabung dengan bikarbonat (HCO3-) menjadi H2CO3 yang kemudian diuabah menjadi CO2 dan H2O (dikatalisator oleh karbonik anhidrase). CO2 berdifusi ke tubulus proksimal dimana akan bergabung dengan H2O dan menjadi H2CO3 membentuk H+ dan HCO3-.
HCO3- keluar dari tubulus proksimal melalui pembuluh darah dimana H+ dikeluarkan menuju lumen tubulus. Hal ini meyebabkan penyerapan dari HCO3-. Apabila aktifitas CA dihambat, akan menyebabkan pengurangan reabsorpsi dan keluar dari tubulus proksimal dalam jumlah besar. Karena Na+ kation terbanyak dalam cairan di tubulus proksimal, dimana akan bergabung dengan HCO3- keluar dari tubulus proksimal. Pada nefron distal, Na+ banyak diabsorpsi (tidak seperti HCO3-) dan untuk pertukaran K+. Untuk itu asetazolamid menyebabkan peningkatan dari HCO3-, K+ pada urine.
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme pada tingkat molekul.
a)    Karena struktur gugus sulfomil mirip dengan asam karbonat, diuretika yang mengandung gugus sulonil seperti turunan sulfonamida dan tiazida, dapat menghambat   enzim   karbonik   anhidrase  dan antagonis   ini bukan tipe kompetitif. Hipotesis pembentuka kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase dapat dilihat pada gambar berikut :
penghambatan enzim karbonik anhidrase


      Pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase ada sisi aktif melalui ikatan hidrogen.
b)     Yonezawa dan kawan-kawan mengemukakan bahwa  adanya  atom nitrogen pada gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat bereaksi dengan karbonik anhidrase dan menghambat kerja enzim.

Turunan Sulfonameda

Hubungan struktur-aktivitas
a.    Yang berperan terhadap aktivitas diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan disubstitusi pada gugus sulfamil akan menghilangkan aktivitas diuretik  karena pengikatan  obat-reseptor menjadi lemah.
b.  Pemasukan gugus metil pada asetazolamid (metazolamid) dapat meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini disebabkan karena metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar,  absorpsi kembali pada   tubulus   menjadi   lebih baik  dan afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid mempunyai aktivitas diuretik ± 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.
c.      Modifikasi yang lain dari strutur asetazolamid secara  umum  akan menurunkan aktivitas. Deasetilasi akan   menurunkan aktivitas dan memperpanjang gugus alkil pada   rantai asetil akan meningkatkan toksisitas.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
Asetazolamid
Asetazolamid

Farmakodinamika: Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada. Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
Farmakokinetik : Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Indikasi: Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk mengurangi gejala acute mountain sickness. Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
Efek Samping dan kontraindikasi : Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat. Asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasi mental pada penderita sirosis hepatis. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi sulfonamid.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selam kehamilan karena pada hewan percobaan
obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
Toksisitas
- Asidosis metabolit hiperkloremia
- Batu ginjal
- Hilangnya kalium ginjal
- Rasa mengantuk
- Parastesia
- Hipersensitivitas
Sediaan dan posologi: Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
Metazolamid
Metazolamid
Dianjurkan  sebagai  penunjang  pada  pengobatan glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6-8 jam, dan masa kerja 10-18 jam. Dosis untuk pengobatan glaukoma : 50-100 mg 2-3 dd.
Etokzolamid
Etokzolamid
Mempunyai  aktivitas  diuretik  dua  kali  lebih  besar dibanding asetazolamid, digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja 8-12 jam. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 150-250 mg 2-4 dd.
Diklorfenamid
Diklorfenamid

Aktivitas diuretiknya  sama dengan metazolamid, digunakan  untuk  pengobatan  glaukoma  dan  mengontrol  serangan epilepsi. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 25-100 mg 2-4 dd.






2.4.3  Tiazid dan Derivatnya
Merupakan saluretik, yang dapat menekan absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl-  dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi  ion  K+,  Mg++ dan  HCO3- dan  menurunkan  ekskresi  asam  urat. Diuretik turunan tiazid terutama digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara lengsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti resepin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi. Diuretika turunan  tiazid  menimbulkan  efek  samping  hipokalemi,  gangguan keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal yang sebanding. Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan.
Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Tempat Kerja Tiazid : Hulu tubuli distal dengan Penghambatan terhadap reabsorbsi natrium klorida.
Mekanisme kerja : paling banyak diresepkan dari golongan diuretik tiazid mencegah perpindahan Na+ dan Cl- pada lapisan korteks saluran tubulus distal. Tiazid memiliki aksi yang lebih lemah daripada loop diuretik karena sisi nefron lebih sedikit menyerap Na+ dibandingkan lapisan tubulus yang naik. Apabila filtrasi glomerolous menurun, maka lebih sedikit cairan yang sampai pada tubulus distal dan tiazid berefek sedikit pada Na+ dan sekresi air. Hal ini menyebabkan tidak efektifnya obat ini pada insufisiensi ginjal. Tiazid dapat menyebabkan kontraksi volume dimana dapat menyebabkan reabsorpsi dari cairan dan larutan. Tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi dari Ca2+ dan asam urat pada tubulus proksimal, sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan dari Ca2+ dan asam urat.
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Mekanisme kerja :
bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran lumen.
Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah 1 jam. Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.
Indikasi
1.         Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan
sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
2.         Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal
atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
3.         Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
Efek samping
1.       Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan kelainan darah.
2.       Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes yang laten.
3.       Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui.
4.       Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung megurangi aliran darah ginjal.
Toksisitas
* Alkalosis metabolik hipokalemia & hiperurisemia
* Toleransi gangguan karbohidrat _ hiperglikemia
* Hiperlipidemia
* Hiponatremia
* Reaksi alergi
* Lain :
- lemah
- rasa capek/lelah
- parastesia
- impotensi
Hidroklortiazid   (H.C.T), Merupakan   obat   pilihan   untuk   mengontrol sembab jantung dan sembab yang berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid  atau  hormon  estrogen.  Hidroklortiazid  juga  digunakan untuk mengontrol hipertensi ringan, kadang-kadang dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin (Ser-Ap-Es) atau β-bloker, seperti asebutolol (Sectrazid). Awal kerja obat terjadi ± 2 jam setelah pemberian secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai dalam ± 4 jam, dengan masa kerja ± 10 jam. Ketersediaanhayatinya ± 65% dan dapat meningkat menjadi ± 75% bila diberikan bersama-sama makanan. Dosis diuretik : 25-200 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 25-50 mg 1-2 dd.
Bendroflumetiazid  (naturetin),  mempunyai aktivitas diuretik  yang lebih tinggi dan masa kerja yang lebuh panjang (± 18 jam) dibanding hidroklortiazid. Bendroflumetiazid digunakan untuk mengontrol sembab dan hipertensi. Dosis untuk mengontrol sembab : 5 mg 1 dd, mengontrol hipertensi : 5 mg 1-4 dd.
Xipamid (diurexan),
Xipamid (diurexan),
Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang cukup  kuat,  digunakan  untuk  pengobatan  hipertensi  yang moderat  dan berat serta untuk mengatasi sembab yang berhubungan dengan penyakit jantung, ginjal, hati dan rematik. Masa kerja antihipertensinya ± 24 jam, dan efek diuretiknya ± 12 jam. Dosis: 10-40 mg/hari.




Indapamid (natrilix),
Indapamid (natrilix)
Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat, digunakan untuk pengobatan hipertensi yang ringan dan moderat. Indapamid dapatmenurunkan kontraksi pembuluh darah sel otot polos karena mempengaruhi pertukaran ion antar membran, terutama Ca, dan merangsang sintesis prostaglandin PGE, sehingga terjadi vasodilatasi dan efek hipotensi. Absorpsi indapamiddalam saluran cerna cepat dan sempurna, kadar darah tertinggi dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral, dan ± 79% obat terikat oleh plasma protein. Waktu paro eliminasinya ± 15-18 jam. Dosis : 2,5 mg/hari.

Klopamid,
Klopamid
Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat, digunakan   untuk   pengobatan   hipertensi   yang   ringan   dan   moderat. Absorpsi klopamid dalam saluran cerna cepat dan sempurna, ± 40-50%, obat terikat oleh plasma protein dengan waktu paro eliminasi ± 6 jam. Dosis : 5 mg/hari.




Klortalidon  (hygroton), 
Klortalidon  (hygroton)
Merupakan  diuretik  kuat  dengan  masa  kerja panjang (±48-72 jam). Klortalido juga dipergunakan untuk hipertensi ringan, kadang-kadang dikombinasi dengan β-bloker, seperti atenolol(tenoretik) dan oksprenolol (transitensin). Absorpsi klortalidon relatif lambat dan tidak sempuna, waktu paro absorpsi ± 2-6 jam, kadar darah maksimal dicapai setelah ± 2-4 jam. Klortalidon terikat secara kuat dalam sel darah merah sehingga mempuyai wktu paro plasma cukup panjang ± 35-60 jam. Dosis oral untuk diuretik : 50-100 mg, 3 kali per minggu, sesudah makan pagi. Dosis untuk mengotrol hipertensi : 25 mg, 1 kali sehari.



2.4.4    Loop Diuretik
Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
Bekerja menghambat reabsorbsi ion-ion Na, Cl dan peningkatan ekskresi ion K, Ca, Mg pada Loop Henle sehingga efeknya lebih kuat. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid.
Mekanisme kerja :
Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang
lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun
a)       Penghambatan enzim Na+-K+ ATPase
b)       Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
c)       Penghambatan glikolisis.
Farmakokinetik
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.
Efek samping
Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1.       Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi
2.       Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.
Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian sementara
dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.
Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena ganguan saluran cerna
yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat
gangguan jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan
IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid (lasix, farsix, salurix, impugan)
Furosemid (lasix, farsix, salurix, impugan),
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.






Bumetanid(burinex)
Bumetanid(burinex),
Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg sehari. Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam maksimum 10mg/kg.
Toksisitas
* Alkalosis metabolik hipokalemia
* Ototoksisitas
* Hiperurisemia
* Hipomagnesemia
* Reaksi alergi
* Dehidrasi
2.4.5  Hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium dalam urine. Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik  rigan dan dapat menurunkan sekresi ion H+   dan K+. senyawatersebut bekerja pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai, sertadapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Mekanisme kerja
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+  dan ekskresi ion K+  sehingga meningkatkan sekresi ion Na+ dan Cl- dalam urin.
Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversibel diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
Indikasi: Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Triamteren dan Amilorid
Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal. Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebihmudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti. Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.
Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia. Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing. Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2.5           Indikasi Diuretik
1.       Hipertensi
Digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah menurun. Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretic lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek anti hipertensinya, maka hanya digunakan bila ada kontra indikasi pada thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek-efek obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitor sehingga sering dikombinasi dengan thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida pada lansia tidak boleh mendadak karena dapat menyebabkan resiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderita.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia.
Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.
Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan fungsi ginja. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.
2.       Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)
3.       Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.
4.       Payah ginjal akut
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.
5.       Penyakit hati kronik
spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
6.       Udem otak
Diuretik osmotik
7.       Hiperklasemia
Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.
8.       Batu ginjal
Diuretik tiazid
9.       Diabetes insipidus
Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam
10.    Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
11.    Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah.


DAFTAR PUSTAKA
Agunu A, Abdurahman EM, Andrew GO, Muhhammed Z. 2005. Diuretic activity of the stem-bark extracts of Steganotaenia araliaceahoehst. J of ethnopharmacol
Angeli P et al. 2009. Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-azotaemic patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Int J Gastroenterol and Hepatol [terhubung berkala].
Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nefrialdi. 1995.Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Elvesier inc.
Prof. H. Maulana Surya I, S.Si., Apt.
Blog Riyawan | Kumpulan Artikel Farmasi & Keperawatan
  

1 komentar: