Simplisia adalah bahan alamiah
yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan
(mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhsn atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara
spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).
Simplisia nabati sering berasal dan berupa seluruh bagian tumbuhan, tetapi
sering berupa bagian atau organ tumbuhan seperti akar, kulit akar, batang,
kulit batang, kayu, bagian bunga dan sebagainya. Di samping itu, terdapat
eksudat seperti gom, lateks, tragakanta, oleoresin, dan sebagainya.
Simplisia pada umumnya dipergunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama. Namun, simplisia yang dijelaskan disini adalah simplisia nabati yang secara umum merupakan produk hasil pertanian tumbuhan obat setelah melalui proses pasca panen dan proses preparasi secara sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau siap diproses selanjutnya, yaitu:
1. Siap dipakai dalam bentuk
serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum (jamu)
2. Siap dipakai untuk dicacah
dan digodok sebagai jamu godokan (infus)
3. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain yang umumnya melalui proses ekstraksi, separasi dan pemurnian.
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan) karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Walaupun ada juga pendapat bahwa variabel tersebut tidak besar akibatnya pada mutu ekstrak nantinya dan dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produknya. Usaha untuk mengajegkan variabel tersebut dapat dianggap sebagai usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia. Dalam perkembangan selanjutnya, tahapan usaha menjamin keajegan kandungan kimia diserahkan pada tahapan teknologi fitofarmasi. Produk tumbuhan obat dari tahap pertanian, yaitu simplisia berubah posisi menjadi bahan dasar awal serta ekstrak sebagai bahan baku obat dan produk sediaan.
Variasi senyawa kandungan
dalam produk hasil panen tumbuhan obat (in vivo) disebabkan oleh aspek sebagai
berikut:
1. Genetik (bibit)
2. Lingkungan (tempat tumbuh,
iklim)
3. Rekayasa agronomi
(fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
4. Panen (waktu dan pasca panen)
Besarnya variasi senyawa
kandungan meliputi baik jenis ataupun kadarnya sehingga timbul jenis (spesies)
lain yang disebut kultivar. Namun sebaliknya bahwa kondisi dimana variabel
tersebut menghasilkan produk yang optimal atau bahkan unggulan secara kimia,
maka dikenal obsesi adanya bibit unggul dan produk unggulan serta daerah sentra
agrobisnis, dimana tumbuhan obat unggulan tersebut ditanam.
Proses pemanenan dan preparasi
simplisia merupakan proses yang dapat menentukan mutu simplisia dalam berbagai
artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontaminasi, dan stabilitas bahan.
Namun demikian, simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan
dapat diperkecil, diatur dan diajegkan. Hal ini karena penerapan iptek
pertanian pasca panen yang terstandar.
Dalam hal simplisia sebagai
bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan 3
konsep untuk menyusun parameter standar umum:
1. Simplisia sebagai bahan
kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum suatu bahan (material),
yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia
dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi)
2. Simplisia sebagai bahan dan
produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma
seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu quality-safetyefficacy
(mutu-aman-manfaat)
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
Standarisasi simplisia
mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai
bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan
resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk
yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb) masih harus memenuhi persyaratan
produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku. Standarisasi suatu
simplisia tidak lain merupakan pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan
penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan
sebelumnya. Dalam bentuk bahan dan produk kefarmasian baru, yaitu ekstrak, maka
selain persyaratan monografi bahan baku (simplisia), juga diperlukan persyaratan
parameter standar umum dan spesifik.
Parameter spesifik ekstrak
yang sebagian besar berupa analisis kimia yang memberikan informasi komposisi
senyawa kandungan (jenis dan kadar) nantinya lebih banyak tercantum di buku
khusus monografi ekstrak tumbuhan obat.
Demikian juga dari data
analisis kimia ini, dapat menentukan aspek bisnis sebagai komoditi produk
galenik dan proses teknologi fitofarmasi dalam rangkaian produksi produk jadi
mengandung ekstrak.
Berdasarkan trilogi
mutu-aman-manfaat, maka simplisia sebagai bahan baku ekstrak tetap harus lebih
dahulu memenuhi persyaratan monografinya.
Dan kemudian dalam proses
seterusnya, produk ekstrak juga harus memenuhi persyaratannya, yaitu parameter
standar umum dan spesifiknya dalam buku monografi. Dalam farmakognosi, selain
tumbuhan yang benar-benar digambarkan sebagai sumber simplisia untuk obat, juga
dipelajari sumber simplisia untuk pangan dan tumbuhan beracun, karena sering
sulit memberi batasan jelas antara tanaman pangan, tanaman obat dan tanaman
beracun. Sebagai contoh, tumbuhan sumber kafein, dan rempah-rempah, lebih
digolongkan kepada tumbuhan pangan daripada tumbuhan obat, meskipun diketahui
keduanya bahwa beberapa senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya mempunyai
aktivitas biologi dan dapat bersifat toksik pada pemberian dengan dosis kuat
pada manusia.
Demikian pula, beberapa jenis
tanaman pangan yang telah jelas masuk dalam golongan tanaman pangan ditelaah
dalam farmakognosi, karena nilai nutrisinya. Selain itu, beberapa tanaman yang
digolongkan dalam tumbuhan beracun pada penggunaan dosis rendah dapat digunakan
sebagai obat, misalnya kurare, digitalis, tanaman sumber racun anak panah
Strychnos nuxvomica, dan lain-lain. Jenis tanaman lain adalah golongan tanaman
industri, seperti tanaman sumber minyak, lemak, minyak atsiri, serat, karet dan
lain-lain juga digunakan dalam farmasi meskipun lebih banyak sebagai bahan baku
bagi industri sabun, parfum, tekstil dan lain-lain. Bidang fitokimia telah
berkembang dengan pesat.
Meskipun demikian, masih
banyak tumbuhan yang perlu diteliti. Pada penelitian bahan alam, untuk menjadi
suatu obat diperlukan berbagai bidang seperti botani, fitokimia, farmakologi,
kimia medisinal, klinik dan farmasetika (untuk dijadikan bentuk modern).
Simplisia hewan, seperti halnya dengan simplisia dari tumbuhan diperoleh dari
hewan piaraan atau hewan liar.
Hewan liar harus diburu,
misalnya ikan paus, menjangan dan lain-lain. Untuk mendapatkan simplisia dengan
kondisi optimum maka diusahakan sejauh mungkin hewan untuk simplisia berasal
dari hewan piaraan seperti pada tumbuhan dibudidaya, misal tawon untuk
menghasilkan madu yang baik.
Bahan obat seperti lanolin,
produk susu, hormon, produk endokrin dan beberapa enzim diperoleh dari hewan
piaraan seperti domba, sapi, babi dan sebagainya. Sebagai sumber produk
kelenjar hewan dan enzim biasanya rumah penjagalan, dan dalam jumlah besar
dapat dijadikan bahan obat dalam farmasi. Mengenai proses dan pemurnian bahan
dari hewan tergantung dari simplisia masing-masing.
Latihan Soal dan Jawabanya
1) Proses pemanenan dan
preparasi simplisia merupakan proses yang dapat menentukan mutu simplisia dalam
berbagai artian, yaitu…
A. stabilitas
B. suhu
C. lingkungan
D. panen
E. lingkungan
2) Simplisia dengan kondisi
optimum adalah...
A. Mawar hutan
B. Lebah madu
C. Gading gajah
D. Kelembak
E. Koka
3) Tanaman yang digolongkan
dalam tumbuhan beracun pada penggunaan dosis rendah dapat digunakan sebagai
obat adalah…
A. Strychnos nuxvomica
B. Andrographis paniculata
C. Orthosiphon stamineus
D. Myristica fragrans
E. Alpinia galangal
4) Aspek safety pada pemenuhan kebutuhan konsumsi suatu sediaan jamu pada manusia ditunjukkan oleh…
A.
Tidak terjadi kematian setelah meminum produk tersebut
B. Ada efek yang diinginkan
C. Simplisia yang dihasilkan
jamu tersebut adalah produk yang berkualitas
D. Benar jenisnya
E. Bebas dari kontaminasi
5) Aspek efficacy pada
pemenuhan kebutuhan konsumsi suatu sediaan jamu pada manusia ditunjukkan oleh….
A. Tidak terjadi kematian
setelah meminum produk tersebut
B. Ada efek yang diinginkan
C. Simplisia yang dihasilkan
jamu tersebut adalah produk yang berkualitas
D. Benar jenisnya
E. Bebas dari kontaminasi
Soal Uraian
1) Uraikan apa yang dimaksud
dengan simplisia?
2) Apa kaitan Materia Medika
Indonesia dalam pembuatan simplisia?
3) Apa saja yang mempengaruhi
variasi senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan obat?
4) Apa yang dimaksud dengan
standarisasi simplisa?
5) Mengapa simplisia sebagai bahan baku ekstrak harus tetap lebih dahulu memenuhi persyaratan monografinya?
Jawaban Latihan Soal Uraian
1) Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
2) Materia Medika Indonesia
merupakan pedoman bagi simplisia yang akan dipergunakan untuk keperluan
pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan
lain yang dijual dengan nama yang sama
3) Genetik (bibit),Lingkungan
(tempat tumbuh, iklim), Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa
tumbuh), Panen (waktu dan pasca panen)
4) Standarisasi simplisia
merupakan pemenuhan penetapan persyaratan sebagai bahan baku (awal) dan
penetapan nilai berbagai parameter dari produk yang akan dijadikan suatu
sediaan obat. Dimana persyaratan tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika
Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb)
masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
5) Untuk memenuhi aspek
safety, quality dan efficacy untuk dikonsumsi manusia. RINGKASAN Dalam buku
Materia Medika Indonesia, ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan
(mineral). Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan
liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg.
Oleh karena itu, perlu dilakukan proses standarisasi yang tidak lain merupakan
pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai
parameter dari produk seperti yang ditetapkan di monografi Materia Medika
Indonesia.